Ringkasan Pengertian Aturan Adat.
Hukum susila yaitu sistem aturan yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya ibarat Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum susila yaitu aturan orisinil bangsa Indonesia. Sumbernya yaitu peraturan-peraturan aturan tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran aturan masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka aturan susila mempunyai kemampuan mengikuti keadaan dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat aturan susila yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan aturan adatnya sebagai warga bersama suatu komplotan aturan sebab kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Definisi Hukum Adat
Definisi Hukum Adat
Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven. aturan susila yaitu keseluruhan aturan tingkah laris positif yang disatu pihak mempunyai hukuman (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laris positif mempunyai makna aturan yang dinyatakan berlaku disini dan sekarang. Sedangkan hukuman yang dimaksud yaitu reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi sanggup berarti sebagai berikut.
- menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan banyak sekali peraturan menjadi undang-undang; atau hal penyusunan kitab perundang-undangan; atau penggolongan aturan dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dl buku undang-undang yg baku.
- menurut Prof. Djojodigoeno kodifikasi yaitu pembukuan secara sistematis suatu kawasan / lapangan bidang aturan tertentu sebagai kesatuan secara lingkaran (semua potongan diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal yang mungkin terjadi).
Ter Haar menciptakan dua perumusan yang menawarkan perubahan pendapatnya wacana apa yang dinamakan aturan adat.
- Hukum susila lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat aturan adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal kontradiksi kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut sebab kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan aturan rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.
- Hukum susila yang berlaku tersebut hanya sanggup diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris aturan (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, direktur dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidah hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota komplotan tersebut.
Lingkungan Hukum Adat
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan aturan susila (rechtsringen). Satu kawasan yang garis-garis besar, corak dan sifat aturan adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan aturan susila tersebut dibagi lagi dalam beberapa potongan yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan aturan susila tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar,
4. Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
5. Mentawai (Orang Pagai)
6. Sumatera Selatan Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri,
Sumatera Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung
8. kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan) Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo) Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
9. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang,
Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
10. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo,
Kep. Sula)
11. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar,
Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
12. Irian Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor
Tengah,
13. Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi,
Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
14. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala,
Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
15. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu,
Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
16. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)
Penegak aturan susila
Penegak aturan susila yaitu pemuka susila sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat susila untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap kawasan sebab pengaruh
- Agama : Hindu, Budha, Islam, Nasrani dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
- Kerajaan ibarat antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
- Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai perkara penegak aturan susila Indonesia, ini memang sangat prinsipil sebab susila merupakan salah satu cermin bagi bangsa, susila merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam perkara sala satu susila suku Nuaulu yang terletak di kawasan Maluku Tengah, ini butuh kajian susila yang sangat mendetail lagi, perkara lalu yaitu pada ketika ritual susila suku tersebut, dimana proses susila itu membutuhkan kepala insan sebagai alat atau prangkat proses ritual susila suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan eksekusi mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau susila setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap perkara yang berkaitan dengan susila setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat susila maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 wacana Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan anutan dalam pengaturan dan pengambilan budi operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian perkara yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat budi yang memperjelas prinsip legalisasi terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat aturan adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
- Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
- Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat aturan susila (Pasal 2 dan 5).
- Kewenangan masyarakat aturan susila terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan aturan barat, aturan agama dan aturan adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih memakai aturan susila untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana aturan susila dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa pola terkait yaitu UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan aturan susila dalam kepemilikan tanah.
Di tinjau secara preskripsi (dimana aturan susila dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa pola terkait yaitu UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan aturan susila dalam kepemilikan tanah.
Daftar Pustaka
- Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
- Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
- Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
- Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
- Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
- Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
- Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
- Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
- Djamali Abdoel R, SH, Pengantar aturan Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
- Tim Dosen UI, Buku A Pengantar aturan Indonesia
Belum ada Komentar untuk "Ringkasan Pengertian Aturan Adat."
Posting Komentar