Makalah Pengertian Ilmu Negara Berdasarkan Para Ahli
Jika ditinjau dari segi istilah, maka istilah Ilmu Kenegaraan (Staatswetenschap/General Sate Science) merupakan istilah yang tertua disamping Ilmu Negara (Staats Leer) dan Ilmu Politik (Wetenschap der Politiek).
Pengertian istilah staatswetenschap bukanlah ilmu kenegaraan yang ditinjau dari sudut aturan saja, tetapi juga dari sudut ekonomi sebagai akhir dari dampak merkantilisme.
Merkantilisme yakni politik ekonomi di Eropa Barat yang menyamakan uang dengan kekayaan, berusaha memperoleh emas, meningkatkan hasil produksi pabrik dan ekspor, pembea-an impor dan memeras negara jajahan.
Aliran merkantilisme disebut juga pedoman neraca perdagangan lantaran berusaha untuk membuat neraca perdagangan lebih aktif, artinya volume ekspor harus lebih besar dari impor sehingga mendapatkan keuntungan.
Pengertian Ilmu Negara
Istilah Ilmu Negara berasal dari bahasa Belanda, Staatsleer yang diambil dari istilah bahasa Jerman Staatslehre. Dalam bahasa Inggris disebut The General Theory of State atau Political Theory.
Istilah Ilmu Negara pertama kali diperkenalkan oleh George Jellinek yang disebut sebagai Bapak Ilmu Negara. George Jellinek memandang ilmu negara sebagai suatu keseluruhan dan membaginya ke dalam bagian-bagian yang bekerjasama satu sama lain.
Di Indonesia, universitas yang pertama kali memakai istilah Ilmu Negara yakni Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta.
Menurut Kranenburg, Ilmu Negara yakni ilmu perihal negara, dimana diadakan penyelidikan perihal sifat hakekat, struktur, bentuk, asal mula, ciri-ciri serta seluruh problem di sekitar negara.
Selanjutnya, Kranenburg beropini bahwa Ilmu Negara merupakan cabang penyelidikan ilmiah yang masih muda walaupun menurut sifat dan hakekatnya merupakan cabang ilmu pengetahuan yang bau tanah lantaran bahu-membahu Ilmu Negara sudah dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan sejak zaman Yunani Kuno.
Ilmu negara yakni ilmu yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara dan aturan negara pada umumnya. Pengertian menitik beratkan pada suatu pengetahuan, sedangkan sendi menitik beratkan pada suatu asas atau kebenaran.
Ilmu negara mempelajari negara secara umum, mengenai asal-usulnya, wujudnya, lenyapnya, perkembangannya dan jenis-jenisnya.
Selain itu, Prof. M. Nasroen, SH, menyatakan bahwa Ilmu Negara Umum yakni suatu ilmu pengetahuan tertentu. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, maka Ilmu Negara Umum akan mencari dan memutuskan suatu ketentuan dan kebenaran terhadap pokok penyelidikannya, yaitu negara. Jadi, Ilmu Negara Umum harus menjawab pertanyaan mengenai negara.
A. OBJEK ILMU NEGARA
Menurut Kranenburg, obyek penyelidikan Ilmu Negara yakni negara, dimana dalam ilmu negara diselidiki asal mula, sifat, hakekat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan negara. Ilmu Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada pengertian negara secara umum.
Prof. M. Nasroen SH, dalam hal ini sependapat dengan Kranenburg, menurutnya, sebab wujud dari Ilmu Negara Umum yakni menyelidiki dan memutuskan asal mula, inti sari dan wujud negara pada umumnya.
Obyek penyelidikan ilmu negara yakni negara secara umum, sehingga ia sering disebut sebagai ilmu negara umum.
Jadi, sanggup disimpulkan bahwa ruang lingkup serta obyek penyelidikan Ilmu Negara yakni negara dalam pengertian abstrak, terlepas dari waktu dan tempat, bukan suatu negara tertentu yang secara positif ada pada suatu waktu dan tempat tertentu. Ilmu Negara menyelidiki pengertian-pengertian pokok (grondbegrippen) dan sendi-sendi pokok (grondbeginselen) dari negara yang berlaku untuk dan terdapat pada setiap negara.
1. Negara
Negara berasal dari bahasa latin, status atau statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang mempunyai sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Hasil Konvensi Montevideo Tahun 1993 menyatakan,bahwa : Negara sebagai pribadi aturan internasional seharusnya mempunyai kualifikasi sebagai berikut :
a. Penduduk yang menetap.
b. Wilayah tertentu
c. Suatu pemerintahan
d. Kemampuan untuk bekerjasama dengan negara-negara lain.
Negara yakni suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya, baik militer, politik, ekonomi maupun sosial budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara yakni pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama lantaran hak negara untuk mencabut nyawa seseorang.
Fenwick menyampaikan bahwa negara yakni suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, yang menduduki suatu tempat tertentu dan menikmati dalam batas-batas tempat tertentu suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia sanggup bertindak sebagai tubuh yang merdeka di muka dunia.
Jika ditinjau dari sudut pandang sosiologi, negara yakni kelompok politis komplotan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaaan senasib dan seperjuangan. Membicarakan negara berarti membicarakan masyarakat dan manusia.
Untuk sanggup menjadi suatu negara maka ada beberapa syarat atau unsur yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Rakyat
Rakyat yaitu sejumlah orang yang mendapatkan keberadaan organisasi ini.
Oppenheim – Lauterpacht beropini bahwa rakyat yakni kumpulan insan dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka berasal dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan, mempunyai warna kulit yang berlainan.
Selain itu, para hebat yang lain beropini bahwa wangsit atau impian untuk bersatu merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk sanggup membentuk suatu bangsa yang akan hidup dalam suatu negara. Oleh lantaran itu, rakyat yang mempunyai impian untuk bersatu merupakan unsur yang sangat penting bagi negara.
Dahulu orang beropini bahwa suatu bangsa hanya sanggup dibuat oleh suatu masyarakat yang berasal dari satu keturunan, satu bahasa dan satu adat istiadat, namun pendapat ini tidak sanggup dipertahankan lantaran tidak terbukti kebenarannya. Misalnya : bangsa Indonesia, Swiss, USA dll terdiri dari masyarakat yang mempunyai adat istiadat dan bahasa yang berbeda.
b. Wilayah tertentu tempat negara itu berada
Antara wilayah satu negara dengan wilayah negara yang lain dibatasi oleh batas tertentu.
Batas tempat suatu negara sanggup terjadi dengan dua cara, yaitu :
1) Terjadi secara alamiah (dibatasi oleh gunung, sungai dll).
2) Ditentukan dengan mengadakan perjanjian dengan negara lain yang berbatasan eksklusif dengan negara tersebut.
Dalam traktat/perjanjian internasional yang diadakan di Paris pada tahun 1919 ditetapkan bahwa udara di atas tanah suatu negara, termasuk wilayah negara tersebut.
Jadi, sanggup disimpulkan bahwa yang termasuk tempat suatu negara adalan :
1) Daratan
2) Lautan. Pada umumnya, lebar bahari teritorial yakni 3 mil (5,5 km) yang dihitung dari garis pasang surut atau garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar suatu kepulauan.
3) Udara di atas teritorium daratan dan lautan tersebut.
Menempuh atau melintasi wilayah negara aneh tanpa ijin dari negara yang bersangkutan dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan negara tersebut dan tindakan tersebut sanggup ditindak secara aturan oleh negara yang bersangkutan.
c. Pemerintahan yang berdaulat
Pemerintah yakni orang atau beberapa orang yang memerintah berdasarkan aturan negaranya.
Utrecht beropini bahwa istilah pemerintah meliputi 3 pengertian yang berbeda, yaitu :
1) Pemerintah sebagai gabungan dari semua tubuh kenegaraan yang berkuasa memerintah, dalam arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua badan-bnadan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesehajahteraan umum yang meliputi eksekutif, yudikatif, legislatif.
2) Pemerintah sebagai gabungan dari badan-badan kenegaraan yang tertinggi yang berkuasa memerintah di suatu wilayah negara, contohnya : Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
3) Pemerintah dalam arti kepala negara (presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ direktur yang umumnya disebut dengan Dewan Menteri atau Kabinet.
Kedaulatan yakni kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak berada di bawah kekuasaan yang lain.
Pemerintah yang berdaulat berarti :
1) Ke dalam, pemerintah tersebut ditaati oleh rakyatnya, sanggup melaksanakan recthsorde (ketertiban hukum) dalam negara sehingga kesejahteraan rakyat terjamin.
2) Ke luar, pemerintah negara tersebut bisa mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan dari pihak lain.
Hal lain yakni apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
d. Pengakuan dari negara lain
Unsur ini bukan merupakan unsur atau syarat mutlak terjadinya negara lantaran unsur ini bukan merupakan unsur pembentuk bagi negara tetapi hanya bersifat membuktikan saja perihal adanya negara.
Tanpa legalisasi dari negara lain, suatu negara sanggup berdiri. Misalnya :
1) Amerika Serikat memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1776, walaupun Inggris gres mengakuinya pada tahun 1873.
2) Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, Belanda gres mengumumkan pengakuannya pada tahun 1949.
Berkaitan dengan legalisasi dari negara lain, di kalangan hebat aturan internasional terdapat dua teori yang bertentangan, yaitu :
1) Declaratory Theory/Evidentiary Theory (Teori Deklaratif)
golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa apabila semua unsur-unsur negara dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka otomatis ia merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sebagai negara oleh negara lain.
Dengan kata lain, aturan internasional secara ipso facto harus menganggap masyarakat politik yang bersangkutan sebagai suatu negara dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya menempel padanya. Pengakuan hanya bersifat ‘pencatatan’ dari negara-negara lain bahwa negara gres tersebut telah ada.
2) Constitutive Theory (Teori Konstitutif)
Golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa walaupun unsur-unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, namun ia tidak secara otomatis diterima sebagai suatu negara di antara masyarakat internasional. Jika ada pernyataan dari negara-negara lain yang mengakui masyarakat politik tersebut sebagai suatu negara barulah masyrakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi semua syarat sebagai suatu negara dan sanggup menikmati hak-haknya sebagai suatu negara baru.
Unsur rakyat, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif, sedangkan legalisasi dari negara lain merupakan unsur deklaratif.
Selain itu, Wright juga mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh suatu negara, yaitu :
a. Daerah dengan batas-batas yang ditentukan secara tegas dengan prospek yang masuk akal untuk mempertahankannya.
b. Kekuasaan dengan kemampuan de facto untuk memerintah tempat tersebut.
c. Undang-undang atau lembaga-lembaga yang sanggup memperlihatkan proteksi yang layak kepada orang asing, golongan minoritas dan sanggup menjamin ukuran keadilan yang patut diantara seluruh penduduk.
d. Pendapat umum dengan lembaga-lembaga yang menyalurkannya yang memperlihatkan petunjuk yang layak mengenai keinginan untuk merdeka dan jaminan yang masuk akal bahwa syarat-syarat yang terpenting yang dikemukakan di atas mempunyai sifat yang tetap.
Keberadaan negara,seperti organisasi secara umum, yakni untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan impian bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen aturan tertinggi pada suatu negara. Karenanya ia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat yakni pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya yakni bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar yakni pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara mempunyai kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak terperinci dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyatakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang Undang haruslah dilakuakan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
Negara terkecil di dunia yakni Vatikan dengan luas 0,04 km2 kemudian diikuti oleh Monako seluas 1,95 km2, Nauru seluas 21 km2, Tuvalu seluas 26 km2 dan San Marino seluas 61 km2.
Pengertian Negara Menurut Pendapat Para Ahli
a. George Jellinek : Negara yakni organisasi kekuasaan dari sekelompok insan yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
b. Logemann : Negara yakni suatu organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan suatu masyarakat.
c. George Wilhelm Friedrich Hegel : Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
d. Krannenburg : Negara yakni suatu organisasi yang timbul lantaran kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
e. Roger F. Soltau : Negara yakni alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan problem bersama atas nama masyarakat.
f. Prof. R. Djokosoetono : Negara yakni suatu organisasi insan atau kumpulan insan yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
g. Prof. Mr. Soenarko : Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai tempat tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
B. RUANG LINGKUP ILMU NEGARA
Ilmu Negara sebagai suatu pengetahuan telah dikenal semenjak zaman Yunani Purba. Ilmu Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada negara sebagai organisasi dalam pengertian umum.
Georg Jellinek melihat Ilmu Negara dari dua sisi, yaitu :
1. Sisi Tinjauan Sosiologis, terdiri dari :
a. Teori Sifat Hakekat Negara
b. Teori Pembenaran Hukum Negara
c. Teori Terjadinya Negara
d. Teori Tipe-tipe Negara
2. Sisi Tinjauan Yuridis
a. Teori Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan
b. Teori Kedaulutan
c. Teori Unsur-unsur Negara
d. Teori Fungsi Negara
e. Teori konstitusi
f. Teori Lembaga Perwakilan
g. Teori Sendi-sendi Pemerintahan
h. Teori Alat-alat Perlengkapan Negara
i. Teori Kerjasama antar Negara
C. HUBUNGAN ILMU NEGARA DENGAN ILMU LAIN
Suatu ilmu pengetahuan tidak sanggup dipisahkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Tidak mungkin suatu ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa bekerjasama atau dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu Negara merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial ibarat halnya Politik, Hukum, Kebudayaan dll. Semua Ilmu Pengetahuan pada akhirnya akan berinduk pada ilmu pengetahuan induk (mater scientarium) yaitu filsafat. Oleh lantaran itu Ilmu Negara juga tidak sanggup berdiri sendiri dan harus bekerja sama dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Selain memiliki hubungan yang bersifat umum dengan ilmu pengetahuan lainnya, maka Ilmu Negara juga mempunyai hubungan yang bersifat khusus dengan ilmu pengetahuan sosial tertentu yang mempunyai obyek penelitian yang sama, yaitu negara. Dalam hal ini maka Ilmu Negara mempunyai hubungan yang khusus dengan Ilmu Politik, Ilmu Hukum Tata Negara, Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum
Hubungan antara ilmu negara dengan aturan bahu-membahu agak sederhana dalam Teori Kedaulatan Negara. Hukum merupakan kemauan negara yang telah dinyatakan. Negara mempunyai wewenang untuk memerintah, yaitu memaksakan kemauannya kepada orang lain secara tidak terbatas, ibarat yang dikemukakan oleh Jellineck bahwa negara mempunyai kekuasaan untuk memerintah. Hanya negara yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan dengan tiada bersyarat kemauannya kepada yang lain. Negara yakni bentuk ikatan manusia-manusia yang tinggal di dalamnya yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memerintah.
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis. Polis adalah kota yang dianggap negara yang terdapat dalam kebudayaan Yunani kuno. Jean Bodin yakni orang pertama yang memakai istilah ilmu politik.
Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat teoritis dan seluruh hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Ilmu Negara dipraktekkan oleh Ilmu Politik yang merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat praktis.
Ilmu Negara lebih menitikberatkan pada kepada hal-hal yang bersifat teoritis oleh lantaran itu kurang dinamis. Ilmu Negara lebih memperhatikan unsur-unsur statis dari negara yang mempunyai kiprah utama untuk melengkapi dan memperlihatkan pengertian-pengertian pokok yang terperinci perihal negara.
Sebaliknya, Ilmu Politik menitikberatkan pada faktor-faktor yang kasatmata yang terutama terpusat pada gejala kekuasaan, baik yang mengenai organisasi negara maupun yang menghipnotis tugas-tugas negara. Oleh lantaran itu Ilmu Politik bersifat lebih dinamis dibandingkan Ilmu Negara.
Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara pada dasarnya yakni peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas hingga bawah, stsruktur, kiprah dan wewenang alat perlengkapan negara,hubungan antar alat perlengkapan tersebut secara hirarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak asasinya.
Hubungan Tata Negara dengan Ilmu Negara sanggup dilihat dari dua segi, yaitu :
a. Segi Sifat
Hukum Tata Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat praktis, sehingga sanggup diterapkan langsung. Sedangkan Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis sehingga tidak sanggup digunakan secara langsung.
b. Segi Manfaat
Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya suatu aturan itu harus dilaksanakan, oleh lantaran itu ilmu negara lebih mementingkan negara secara teoritis sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum manajemen Negara lebih mementingkan segi prakteknya.
Selain itu, para hebat juga ada yang memberikan pendapat mereka mengenai hubungan antara HTN dengan Ilmu Negara, diantaranya yakni :
a. Dasril Radjab
a menyimpulkan bahwa ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum bagi Hukum Tata Negara. Oleh lantaran itu untuk sanggup mengerti Hukum Tata Negara harus terlebih dahulu mempunyai pengetahuan secara umum perihal negara (Ilmu Negara). Dengan demikian, Ilmu Negara sanggup memperlihatkan dasar-dasar teoritis untuk Hukum Tata Negara positif dan Hukum Tata Negara merupakan penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari Ilmu Negara.
b. Jellinek
Berdasarkan sistematika Jellinek maka jelaslah hubungan antara HTN dengan ilmu negara, yaitu keduanya merupakan serpihan dari staatswissenschaft dalam arti luas.
Hubungan Ilmu Negara dengan Perbandingan Hukum Tata Negara
Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara bertugas untuk menganalisis secara teratur, memutuskan secara sistematis mengenai sifat-sifat yang menempel pada negara, faktor-faktor yang menimbulkan, mengubah atau menghilangkan suatu negara dll.
Selain itu, Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara juga bertugas untuk mengadakan perbandingan antara negara-negara, menyelidiki dan memutuskan bagian-bagian atau unsur-unsur, sifat-sifat, corak umum dari negara yang merupakan genus suatu bangsa.
Hasil penyelidikan dari ilmu negara yang bersifat umum akan menjadi dasar bagi penyelidikan Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara selanjutnya yang akan menerangkan, menjelaskan dan membandingkan antara negara yang satu dengan yang lainnya.
D. SISTEMATIKA ILMU NEGARA
Georg Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre membuat suatu sistematis yang lengkap dan teratur dari Ilmu Negara. Menurut Jellinek, Ilmu Kenegaraan (Staatswissenschaft) sanggup dibedakan dalam dua : yaitu :
1. Staatswissenschaft dalam arti sempit
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara dimana titik berat pembahasannya terletak pada negara sebagai objeknya.
Staatswissenschaft dalam arti sempit sanggup dibedakan lagi ke dalam :
Beschreibende staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai statenkunde
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang melukiskan negara dari segi masyarakat/penduduk,alam,flora dan fauna.
Theoritische staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai Ilmu Negara (Staatsleer)
Ilmu pengetahuan mengenai negara yang menganalisa dan mengolah bahan-bahan dari Beschreibende staatswissenschaft untuk kemudian disusun dalam suatu sistematika serta melengkapinya dengan sendi-sendi pokok dan pengertian pokok dari negara.
Theoritische staatswissenschaft sanggup dibagi lagi ke dalam :
1) Allgemeine staatslehre
Yaitu ilmu negara umum yang membahas teori-teori perihal negara yang berlaku umum terhadap semua negara.
Jellinek membahas Ilmu Negara Umum dengan memakai Teori Dua Segi atau zweiseiten theori. Berdasarkan teori tersebut maka Jellinek membedakan lagi Allgemeine Staatslehre dalam :
a) Allgemeine soziale staatslehre (peninjauan dari sudut sosiologis).
Melakukan peninjauan dari segi sosiologis. Yang termasuk ke dalam Allgemeine Soziale yakni :
§ Teori mengenai sifat hakekat negara
§ Teori mengenai pembenaran aturan atau penghalalan negara
§ Teori mengenai terjadinya aturan negara
§ Teori mengenai tujuan negara
§ Teori mengenai penggolongan tipe-tipe negara dll.
b) Allgemeine staatsrechtslehre (peninjauan dari sudut yuridis). Termasuk di dalamnya yakni :
§ Teori mengenai bentuk negara dan bentuk pemerintahan
§ Teori mengenai kedaulatan negara.
§ Teori mengenai unsur negara
§ Teori mengenai fungsi negara
§ Teori mengenai konstitusi negara.
§ Teori mengenai forum perwakilan
§ Teori mengenai alat-alat perlengkapan negara
§ Teori mengenai sendi-sendi pemerintahan
§ Teori mengenai kerjasama antar negara
2) Besondere Staatslehre
Yaitu ilmu negara khusus yang membahas teori-teori perihal negara yang hanya berlaku pada suatu negara tertentu.
c. Praktische staatswissenschaft atau lebih dikenal dengan politiek
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang menguraikan perihal tata cara mempraktekkan teori-teori ilmu negara.
Ilmu Politik dalam sistematika Jellinek mempunyai arti yang berbeda dengan Political Science yang dikenal di negara-negara Anglo Saxon.
Di negara-negara Anglo Saxon, ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sedangkan di negara-negara Eropa Kontinental, ilmu politik tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan erat dengan staatswissenschaft. Pelaksanaan ilmu politik merupakan hasil penyelidikan dari theoritical science.
Negara-negara Eropa Kontinental yakni negara-negara di daratan Eropa kecuali Inggris. Sedangkan negara-negara Anglo Saxon yakni Inggris dan tempat jajahannya.
2. Rechtswissenschaft
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang titik berat pembahasannya terletak pada segi yuridis/hukum dari suatu negara.
Rechtwissenschaft terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara dan Hukum Antar Negara.
F. ILMU NEGARA KHUSUS REPUBLIK INDONESIA
Dalam pembagian terstruktur mengenai Jellineck, ilmu negara umum (algemeine staatsleer) bersifat teoritis, absurd dan universal, sedangkan ilmu negara khusus lebih erat kepada realitas ketatanegaraan suatu negara.
Ilmu negara khusus yakni ilmu negara teoritis yang khusus berlaku hanya untuk satu negara tertentu saja. Melalui pendekatan deduktif, ilmu negara khusus menjangkau permulaan dari HTN positif sehingga ada hubungan antara ilmu negara umum dan HTN positif.
Menurut Padmo Wahyono, teori ilmu negara umum yang bersifat universal merupakan hasil perbandingan dari teori-teori ilmu negara khusus dengan menghilangkan sifat-sifat khusus yang akan diperoleh suatu abstraksi universal. Ilmu negara khusus merupakan embrio dari HTN positif. Ilmu negara khusus merupakan komplementer (pelengkap) bagi ilmu negara umum.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NEGARA
Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil pemikiran insan dan insan mempunyai kebebasan untuk menyatakan pemikirannya. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh lantaran itu ilmu pengetahuan sanggup dikatakan sebagai lambang utama dari kemajuan.
A. ZAMAN YUNANI PURBA
Pengetahuan dan penyelidikan perihal negara mulai ada semenjak zaman Yunani Purba. Bangsa Yunani memang dikenal sebagai bangsa yang pertama kali mempunyai peradaban yang sangat tinggi. Sejak Yunani Purba mengenal pemerintahan yang demokratis, setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya.
Saat itu, negara masih bersifat polis-polis atau the Greek State. Keberadaan polis pada awalnya merupakan suatu tempat di puncak bukit dimana orang-orang mendirikan rumah dan tempat tersebut kemudian dikelilingi dengan tembok untuk menjaga penduduknya terhadap serangan musuh dari luar.
Polis merupakan organisasi yang tertinggi. Polis tidak hanya mengatur hubungan antar organisasi yang ada dalam polis, tetapi juga mengatur kehidupan pribadi warganya. Oleh lantaran polis identik dengan masyarakat negara atau negara maka polis merupakan negara kota (standstaat/citystate).
Pemerintahan di dalam polis merupakan demokrasi eksklusif (directe democratie/direct democracy/klassieke democratie) dimana rakyat dalam polis ikut secara eksklusif menentukan kebijaksanaan pemerintah (direct government by all the people). Hal ini sanggup terjadi lantaran dua alasan, yaitu :
1. Pengertian kota identik dengan negara dengan wilayah yang sangat terbatas.
2. Jumlah penduduk masih sangat sedikit.
Oleh lantaran itu, salah satu ciri dari demokrasi yakni turut sertanya rakyat dalam pemerintahan dan turut sertanya rakyat secara eksklusif berasal dari zaman Yunani Purba. Dengan turut serta secara eksklusif dalam pemerintahan berarti rakyat melaksanakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pada ketika itu, yang disebut ”rakayt” yakni warga kota (citizen) yang merupakan sebagian kecil dari penduduk Athena.
Menurut Mac Iver, dalam bukunya The Web of Government, citizen yakni city dwellers yang berada di tempat Athena. Sedangkan pengawasan rakyat dijalankan dengan musyawarah rakyat (Yunani : ecleseia, Romawi : cometia).
Pada zaman Yunani Purba terdapat beberapa filsuf yang pemikirannya banyak menghipnotis kehidupan dan kebudayaan di dunia ketika ini, diantaranya yakni :
2. Socarates ( ± 470 – 399 AD)
Kemenangan bangsa Yunani terhadap Persia meninggikan martabat dan menimbulkan perasaan besar hati pada diri bangsa Yunani. Disamping itu, bangsa Yunani mulai menikmati kemakmuran yang dihasilkan dari perdagangan. Namun, para pejabat negara Yunani mulai melupakan kiprah mereka, bertindak sewenang-wenang, korupsi dan tindakan-tindakan lainnya yang dirasakan oleh warga negaranya sebagai tindakan yang sangat tidak adil.
Pada ketika itu banyak bermunculan filsuf dari luar negeri terutama dari Asia kecil yang tiba ke Yunani untuk menjual ilmunya. Mereka termasuk ke dalam golongan kaum Sophis, dan aliran mereka disebut Sophisme. Sophis berasal dari kata sofia/sophia yang artinya bijaksana/kebijaksanaan. Namun, tindakan kaum Sophis sangat tidak bijaksana lantaran mereka membuatkan dan menganjurkan paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Thrasymachus bahwa keadilan merupakan laba atau apa yang mempunyai kegunaan daripada yang lebih kuat.
Dalam keadaan demikan, munculah Socrates dengan metode dialektis/tanya jawab (dialog) yang mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, dasar aturan dan keadilan objektif yang sanggup diterapkan kepada setiap orang. Menurut Socrates, dalam hati kecil setiap insan terdapat hukum dan keadilan sejati lantaran setiap insan yakni serpihan dari nur/cahaya Tuhan. Walaupun seringkali tertutup oleh sifat-sifat jelek namun rasa aturan dan keadilan sejati dalam hati kecil insan tetap ada. Hal ini sanggup dipahami lantaran dalam pedoman agama Islam dikatakan bahwa Allah meniupkan ruhnya kepada manusia, berarti dalam diri insan ada sebagian kecil ruh Allah. Dalam agama Katolikpun dikatakan bahwa insan yakni anak Allah dan mempunyai dimensi Ilahi. Oleh lantaran itu dalam diri setiap insan niscaya ada unsur kebaikan.
Selanjutnya, Socrates beropini bahwa negara bukanlah organisasi yang dibuat untuk kepentingan pribadi. Negara yakni suatu susunan yang objektif bersandarkan kepada sifat hakikat insan dan bertugas untuk melaksanakan aturan yang objektif yang memuat keadilan bagi masyarakat umum. Oleh lantaran itu negara harus berdasarkan keadilan sejati supaya insan mendapatkan ketenangan.
Namun, pedoman Socrates dianggap membahayakan negara dan Socrates dijatuhi eksekusi mati dengan diperintahkan untuk meminum racun.
3. Plato ( 429 – 347 AD)
Plato merupakan murid Socrates dan mendirikan sekolah mengenai ilmu filsafat yaitu Academia. Berbeda dengan Socrates, Plato meninggalkan beberapa buku, termasuk buku yang berisi tanya jawabnya dengan Socrates. Buku karangan Plato yang terpenting yakni :
a. Politeia (The Republic) perihal Negara
b. Politicos ( The Stateman) perihal hebat Negara
Dalam Politikos dibedakan antara penguasa dengan hebat Negara. Ahli Negara yang sejati harus menjalankan pendidikan ke arah kebijaksanaan, keadilan dan berpendirian sesuai dengan Politeia.
c. Nomoi (The Law) mengenai undang-undang.
Buku karangan Plato lainnya yakni :
a. Gorgias mengenai kebahagiaan
b. Sophist mengenai hakikat pengetahuan
c. Phaedo mengenai keabadian jiwa
d. Phaedrus mengenai cinta kasih.
e. Protogoras mengenai hakikat kebajikan.
Plato meneruskan pedoman Socrates. Dalam pedoman tunggalnya, yaitu Politeia digambarkan adanya suatu negara tepat (ideale staat). Oleh lantaran itu pedoman Plato disebut Idealisme. Menurut ajara Plato, dunia sanggup dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Dunia cita yang bersifat immateriil ® idea atau kenyataan sejati berada di alam cita yang berada di luar ’dunia palsu’.
b. Dunia alam yang bersifat maeriil ® dunia fana yang bersifat palsu.
Dunia cita bersifat tepat dan sejati, sedangkan dunia alam bersifat palsu dan tidak tepat oleh lantaran itu apa yang ada di dunia alam harus diusahakan mendekati bentuk yang tepat yang ada dalam dunia cita. Pandangan Plato bersifat normatief lantaran ia menghendaki bangunan di dunia alam sama dengan dunia cita.
Berkaitan dengan dunia cita, maka impian mutlak sanggup dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Logika atau cita kebenaran (idee der waarheid)
b. Estetika (asthetica) atau cita keindahan dan kesenian (idee der schoonheid)
c. Etika (ethica) atau cita kesusilaan
Menurut Plato, asal mula negara yakni lantaran banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan insan dan insan tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya. Oleh lantaran itu kemudian insan bekerja sama dan mendapat pembagian kiprah sesuai kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya. Negara merupakan satu keluarga besar, satu kesatuan,oleh lantaran itu negara harus sanggup memelihara dirinya sendiri. Agar sanggup memelihara dirinya sendiri maka luas suatu negara harus diukur. Suatu negara tidak boleh mempunyai luas yang tidak diketahui.
Negara yang ada di dunia bersifat tidak tepat lantaran hanya merupakan bayangan dari negara yang tepat (de ideale staat) yang ada dalam dunia cita. Dunia cita merupakan serpihan dari filsafat. Tujuan negara yakni untuk mempelajari, mengetahui dan mencapai cita yang sebenarnya. Tujuan insan dalam negara yakni mencapai good life (kebahagiaan, sempurna),
Untuk mewujudkan negara yang tepat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Socrates mengemukakan dua buah syarat, kemudian Plato menambahkan satu syarat lagi. Syarat-syarat tersebut yakni :
a. Negara harus dijalankan oleh pegawai yang terdidik khusus.
b. Pemerintahan harus dijalankan untuk kepentingan umum.
c. Rakyat harus mencapai kesempurnaan kesusilaan.
Selanjutnya, dalam serpihan kedelapan dari Politeia, Plato menguraikan perihal bentuk negara, dimana negara sanggup dibedakan dalam lima macam, yaitu :
a. Aristokrasi (Aristocratie/aristocracy) ® Aristoi ≈ cerdik pandai/golongan ningrat dan Archien/cratia ≈ memerintah. Jadi, aristokrasi yakni pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah cerdik pintar yang memerintah berdasarkan keadilan. Jika ternyata kemudian golongan tersebut memerintah demi kepentingan golongannya sendiri
Aristokrasi yakni pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah kecil cerdik pintar yang memerintah berdasarkan keadilan.
b. Oligarhi (Oligarchie/oligarchy) ® oligos ≈ sedikit, kecil dan archien ≈ memerintah. Apabila golongan kecil itu memerintah dan memperoleh kekayaan yang berlimpah sehingga timbul hak-hak milik pribadi, maka lahirlah timokrasi.
c. Timokrasi (timocratie/timocraty) ® berasal dari kata plutos (kekayaan) dan criteria (memerintah)
d. Demokrasi (democratie/democracy) ® berasal dari kata demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jika rakyat salah dalam memakai hak dan kemerdekaannya maka hal tersebut akan melahirkan apa yang disebut anarki (anarchie). Anarki berasal dari kata a artinya tidak dan archien artinya memerintah. Jadi, tanpa ada pmerintahan maka keadaan akan kacau balau (chaos). Keadaan ini memerlukan seorang pemimpin yang sanggup bertindak dengan keras dan tegas dan hal ini melahirkan tirani.
e. Tirani (tyranie/tyrany) ® yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran yang bertindak sewenang-wenang sehingga sangat jauh dari impian perihal keadilan.
Menurut Plato, timbulnya masyarakat yakni lantaran saling membutuhkan, oleh lantaran itu masyarakat saling bertukar jasa. Masyarakat yakni susunan insan dimana setiap anggota harus memberi dan menerima. Negara harus memperhatikan pertukaran timbal balik tersebut dan harus berusaha sebaik-baiknya. Dalam sistem ini, insan bertindak sebagai penyelenggara banyak sekali macam kiprah yang diharapkan dan harga mereka bagi masyarakat tergantung dari nilai pekerjaan yang mereka lakukan. Yang terpenting bagi setiap individu yakni suatu kedudukan yang memungkinkan mereka untuk berbuat sesuatu.
Pertukaran jasa menimbulkan asas pembagian kerja dan pengkhususan kiprah yaitu diferensiasi kerja dan spesialisasi. Setiap orang mempunyai talenta yang berbeda, oleh lantaran itu pekerjaannya diubahsuaikan dengan talenta yang dimilikinya.
Keadilan sosial berdasarkan Plato adalah suatu prinsip dari suatu masyarakat yang terdiri dari insan yang berbeda-beda yang bersatu lantaran saling membutuhkan dimana setiap orang harus melaksanakan pekerjaannya dan mendapatkan apa yang menjadi haknya. Pembagian kerja dan spesialisasi kiprah di lapangan merupakan syarat bagi kerjasama dalam masyarakat.
Berdasarkan pokok-pokok teorinya sanggup diketahui dasar alasan Plato mengemukakan negara utopia perihal asal usul negara. Berkaitan dengan asal mula negara maka sanggup ditarik garis paralel antara sifat negara dengan sifat insan yang menimbulkan tiga macam sifat yaitu kebenaran, keberanian dan kebutuhan. Hal ini pada akhirnya menimbulkan tiga kelas dalam negara utopia (ideal-etis), yaitu :
a. The Rulers (penguasa) ® yaitu golongan pegawai yang terdidik khusus yang merupakan pemimpin negara yang mengusahakan tercapainya kesempurnaan. Para penguasa disebut juga Philosopher King. Oleh lantaran itu berdasarkan Plato, negara harus dipimpin oleh orang yang bijaksana.
b. The Guardians (pengawal negara) ® yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan keselamatan negara.
c. The Artisan (para pekerja) ® yaitu mereka yang menjamin tersedianya makanan bagi golongan penguasa dan pengawal negara.
Berkaitan dengan asal-usul negara, berdasarkan Plato, negara tumbuh dibaginya atas banyak sekali taraf, yaitu :
a. Plato beropini bahwa insan tidak sanggup hidup sendiri, untuk hidup insan memerlukan derma dari mahluk lain.
b. Karena insan tidak sanggup hidup sendiri maka insan berkumpul untuk merundingkan cara untuk memperoleh bahan-bahan primer (sandang,pangan dan papan). Kemudian terjadilah pembagian pekerjaan dimana setiap orang harus menghasilkan sesuatu lebih dari yang diharapkan sendiri untuk kemudian ditukarkan dengan orang lain. Hal in imenimbulkan berdirinya desa.
c. Antara desa dengan desa terjadi kerjasama dan seterusnya sehingga kemudian terbentuk negara. Antara negara yang satu dengan negara yang lainnya juga saling membutuhkan sehingga terjadilah hubungan internasional.
Menurut Plato, ada tiga kasus penting yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Harus ada an organic unity in social life.
Dalam masyarakat harus ada satu kesatuan yang organis. Namun, kesatuan ini sering terganggu oleh adanya dua penyakit masyarakat, yaitu penyakit property dan family relationship. Penyakit inilah yang seringkali menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
b. Harus ada systematic education
Stabilitas negara terletak dalam sistem pendidikan. Watak yang baik diperoleh dengan memulai pendidikan di masa kanak-kanak dan meneruskan pendidikan sesuai dengan taraf umur dan jiwanya.
c. Harus ada rational basic of aristocracy government
Pemerintahan harus dikendalikan oleh manusia-manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
4. Aristoteles (384-322 AD)
Aristoteles yakni murid Plato. Ia seorang filsuf yang mempunyai banyak dampak pada kala pertengahan. Aristoteles pernah ditugaskan oleh raja Philippus untuk mendidik Iskandar Dzulkarnain (342AD). Pada tahun 335 AD ia kembali ke Yunani dan mendirikan sekolah Lyceum di Yunani.
Aristoteles melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh lantaran itu filsafat Aristoteles adalah pedoman perihal kenyataan (ontology) yaitu suatu cara berfikir yang realistis dan metode penyelidikannya bersifat induktif empiris. Aristoteles dijuluki sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris (Vader der Empirische Wetenschap).
Aristoteles tidak membagi dunia ke dalam dua serpihan ibarat Plato. Ia hanya mengakui adanya satu dunia. Buku yang dikarang oleh Aristoteles berdasarkan penyelidikannya adalah :
a. Ethica atau Nicomachean Etics
Ethica merupakan pengantar bagi politica
b. Politica
Politica terdiri dari 8 buku, antara lain membicarakan perihal bentuk Negara, undang-undang, hubungan sosial dan hal lain yang bersifat riil.
c. Rhetorica
Dalam rhetorica, Aristoteles beropini bahwa tujuan aturan yakni untuk mencapai keadilan. Hukum mempunyai kiprah murni, yakni memperlihatkan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
Aristoteles sependapat dengan Plato mengenai tujuan Negara. Dimana Negara bertujuan untuk :
a. Menyelenggarakan kepentingan warga Negara
b. Berusaha supaya warga Negara hidup baik dan senang (good life) didasarkan atas keadilan. Keadilan itu memerintah dan harus ada dalam Negara.
Berkaitan dengan terjadinya Negara, berdasarkan Aristoteles, insan berbeda dengan binatang lantaran binatang sanggup hidup sendiri sedangkan insan sudah dikodratkan untuk hidup dengan insan lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, insan membutuhkan insan lain. Manusia merupakan Zoon Politicon.
Manusia sanggup hidup berbahagia di dalam dan lantaran Negara. Oleh lantaran itu insan tidak sanggup dipisahkan dari Negara lantaran merupakan serpihan dari Negara atau masyarakat. Dengan demikian, negaralah yang utama. Paham ini disebut universalism bukan collectivism.
Oleh lantaran itu tujuan Negara yakni kesempurnaan warga yang berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah dan harus berkembang menjadi di dalam Negara. Selain itu, aturan berfungsi untuk memberi kepada insan setiap apa yang menjadi haknya.
Artistoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi, bukan orang perorangan. Aristoteles menyukai penguasa yang memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan warganegaranya, bukan pemerintah diktatur.
Menurut Aristoteles, pemerintahan yang didasarkan konstitusi mengandung tiga unsur, yaitu :
a. Pemerintahan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan perorangan atau golongan saja.
b. Pemerintahan yang dijalankan menurut hukum, bukan sewenang-wenang.
c. Pemerintahan yang mendapatkan persetujuan dari warga negaranya, bukan suatu despotisme yang hanya dipaksakan.
Selanjutnya, berdasarkan Aristoteles, berkaitan dengan bentuk Negara, terdapat 3 bentuk dasar, yaitu :
a. Bentuk cita (ideal form) ð bentuk cita sanggup terjadi jika pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan umum yang berdasarkan atas keadilan, dan keadilan tersebut harus berkembang menjadi di dalam Negara.
Terdapat 3 macam bentuk Negara yang termasuk ke dalam bentuk cita yang didasarkan pada ukuran kuantitatif, yaitu mengenai jumlah orang yang memerintah, yaitu :
1) Pemerintahan satu orang (one man rule) ð monarchi.
2) Pemerintahan beberapa/sedikit orang (a few man rule) ð aristokrasi.
3) Pemerintah orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan umum (the many man or the people rule) ð politeia, polity atau republic.
b. Bentuk pemerosotan (corruption or degenerate form) ð bentuk pemerosotan sanggup terjadi apabila pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan pribadi dari pemegang kekuasaan, timbulnya kesewenang-wenangan dan diabaikannya kepentingan umum dan keadilan.
Bentuk Negara yang termasuk dalam bentuk pemerosotan juga ada 3 macam yang didasarkan pada ukuran kualitatif yaitu bekerjasama dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1) Bila kepentingannya didasarkan pada kepentingan satu orang secara sendiri untuk kepentingan pribadi ð tirani/despotie
2) Bila tujuannya didasarkan pada kepentingan segolongan orang atau beberapa orang ð oligarchi, clique form atau plutocrasi (plutos : kekayaan, cratein/cratia : memerintah ð pemerintahan dimana pimpinan Negara berada di tangan segolongan orang kaya).
3) Bila tujuannya didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya tetapi nama rakyat yang digunakan ð demokrasi.
c. Bentuk gabungan (mixed form) antara bentuk cita dengan bentuk pemerosotan
Dalam kenyataannya, bentuk Negara cita tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran. Oleh lantaran itu dalam kenyataannya bentuk Negara dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Bentuk Negara adonan (mixed form)
b. Bentuk Negara pemerosotan (corruption or degenerate form).
5. Epicurus (342-271 AD)
Pendapat Epicurus menyimpang dari pendapat umum yang ada di Yunani ketika itu. Menurut pendapat Epicurus, masyarakat ada lantaran adanya kepentingan insan sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat sebagai satu kesatuan tetapi manusia-manusia itu yang merupakan serpihan dari masyarakat. Manusia sebagai warga di dalam Negara dimisalkan sebagai sebutir atom atau sebutir pasir, jadi bersifat atomistis, hanya memikirkan hidup untuk diri sendiri. Pandangan ini disebut pandangan yang bersifat individualistis.
Berdasarkan pandangan individualistis, Epicurus beropini bahwa terjadinya Negara disebabkan lantaran adanya kepentingan perorangan. Dan tujuan Negara yakni menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dan tidak memperdulikan macam, sifat atau bentuk Negara. Sedangkan tujuan masyarakat yakni kepentingan pribadi. Agar tidak timbul perselisihan diantara warga maka dibuatlah undang-undang sebagai hasil dari suatu perjanjian.
6. Zeno ( ± 300 AD)
Zeno merupakan pemimpin aliran filsafat Stoazijnen (stoa : jalan pasar yang bergambar/beschilderde marktgaanderij) yang hidup dalam zaman yang serba sulit, sama dengan Epicurus. Zeno mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya di jalan yang bergambar. Aliran stoazijnen menimbulkan hukum alam (natuurrecht) atau aturan asasi dalam kebudayaan Yunani.
Ajaran aturan alam membedakan alam menjadi dua bagia, yaitu :
a. Kodrat insan (natuur van de mens)
Kodrat insan dilihat kepada sifat-sifat manusia. Yaitu kodrat yang terletak dalam budi insan yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia, dan budi itu bersifat tradisional.
Agama bersifat pantheistisch (pan : dimana-mana; theos :Tuhan ð Tuhan ada dimana-mana). Dengan demikian, agama meyakini bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tuhan merupakan kodrat itu sendiri. Manusia merupakan serpihan dari kodrat, otomatis, insan merupakan serpihan dari Tuhan sehingga budi insan merupakan serpihan dari budi Tuhan. Oleh lantaran Tuhan bersifat abadi maka budi Tuhan juga bersifat abadi, budi manusiapun abadi. Hal ini menjadikan hukum sebagai ciptaan budi insan juga bersifat abadi.
Oleh lantaran itu sanggup disimpulkan bahwa hukum alam bersifat abadi, meliputi segala-galanya lantaran berlaku bagi setiap orang dalam waktu, tempat dan keadaan bagaimanapun.
Manusia dilukiskan secara statis sehingga aturan bagi insan juga tidak mengalami perubahan. Oleh lantaran itu tidak ada perbedaaan antara aturan yang berlaku kini (ius constitutum) dan aturan yang akan tiba (ius constituendum).
Oleh lantaran itu paham kenegaraan didasarkan pada sifat tersebut, yaitu cosmo politis yang tidak mengenal perasaan kebangsaan. Negara tidak usah berdasarkan perasaan kebangsaan, harus diusahakan suatu Negara ayang meliputi seluruh dunia atau Negara yang merupakan Negara dunia.
b. Kodrat benda (natuur van de zaak)
Yaitu kodrat benda yang timbul dalam kebudayaan Yunani. Yaitu kodrat yang mempunyai pengertian sentral kosmos, sebagai lawan dari chaos.
Menurut Socrates, Plato dan Aristoteles, pelukisan dunia sebagai kosmos merupakan satu kesatuan yang teratur sedangkan di dunia dalam bentuk chaos, tidak ada paksaan terhadap suatu aturan, tidak terdapat suatu tatanan sehingga dalam masyarakat terdapat kekacauan.
7. Polybios (204-122 AD)
Mengenai negara, Polybios melanjutkan paham Aristoteles. Menurut Polybios, proses perkembangan, pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis bertalian dengan sifat-sifat insan berdasarkan pedoman Aristoteles, yaitu bahwa tidak adanya bentuk negara yang abadi disebabkan lantaran terkandung benih-benih pengrusakan, ibarat pemberontakan, revolusi dll.
Benih-benih tersebut disebabkan lantaran sifat-sifat manusia, yaitu :
a. Keinginan akan persamaan
Yaitu terdapatnya hasrat persamaan terhadap mereka yang merasa dirinya sama dengan orang-oranglain .
b. Keinginan akan perbedaan
Yaitu terdapatnya hasrat perbedaan terhadap mereka yang merasa dirinya berbeda dengan orang lain.
B. ZAMAN ROMAWI
1. Masa Kerajaan
Yaitu masa koningschap atau kerajaan. Bentuk negara yakni monarki dan dipimpin oleh seorang raja.
2. Masa Republik
Republik atau republiek berasal dari kata res (kepentingan) dan publica (umum). Republik yakni pemerintahan yang dijalankan untuk kepentingan umum.
3. Masa Prinsipat
Masa principat dimulai dari masa Caesar. Walaupun pada ketika itu, raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan, namun pada hakekatnya mereka memerintah secara mutlak.
Kemutlakan ini didasarkan pada Caesarismus, yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat.
Kedaulatan rakyat ketika itu disalahgunakan, dimana dalam lapangan ilmu negara digunakan konstruksi Ulpianus yang menyatakan, bahwa : kedaulatan rakyat diberikan kepada prinsep atau raja melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang-undang yang disusun olehnya dan diatur dalam Lex Regia. Jadi, landasan hukumnya yakni perjanjian yang terletak dalam lapangan aturan perdata. Setelah kekuasaan diberikan kepada Prinsep maka rakyat pada kenyataannya tidak sanggup meminta pertanggung tanggapan atas perbuatan prinsep.
Ahli aturan (doktoris iuris) yang terkenal pada ketika itu yakni Gajus, Modestinus, Paulus, Papinianus dan Ulpianus.
Dalam caesarismus dikenal semboyan yang berbunyi :
a. Solus publica suprema lex (kepentingan umum mengatasi undang-undang)
b. Princepes legibus solutus est (Rajalah yang menentukan kepentingan umum).
Pada dasarnya, pemerintahan untuk kepentingan umum tersebut dirumuskan dalam undang-undang sehingga derajat kepentingan umum lebih tinggi dari undang-undang. Namun, yang merumuskan kepentingan umum yakni raja. Otomatis, dalam merumuskan kepentingan umum tersebut raja bertindak demi kepentingan pribadinya.
Dengan demikian, princep dengan berkedok kedaulatan rakyat memerintah demi kepentingan umum, bahu-membahu memerintah dengan sewenang-wenang.
Peraturan aturan Romawi pada kala ke-6 atas perintah Kaisar Justinianus (527-565) dikodifikasi dan dinamakan Corpus Iuris Civilis yang terdiri atas 4 serpihan :
a. Institutiones
Merupakan buku pelajaran atas lembaga-lembaga aturan Romawi dan berlaku sebagai himpunan undang-undang.
b. Pandectae atau Digesta
Merupakan himpunan karangan yang memuat pendapat para hebat aturan Romawi. Jika hakim ragu-ragu mengenai putusan atas suatu hal maka putusannya harus didasarkan pada pandectae/digesta.
c. Codex
Merupakan kumpulan undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh raja-raja Romawi.
d. Novallae
Merupakan himpunan tambahan dan klarifikasi keterangan bagi codex.
4. Masa Dominat
Dominat atau dominaat adalah masa dimana kaisar secara terang-terangan menjadi raja mutlak, bertindak menyeleweng, menginjak-injak aturan dan kemanusiaan. Hal ini terlihat dengan adanya insan dibakar hidup-hidup, insan diadu dengan insan lain atau dengan singa (gladiator) dan dijadikan tontonan umum, rakyat kelaparan sementara raja dan pengikutnya berpesta pora.
C. ZAMAN ABAD PERTENGAHAN
1. Agustinus
Bukunya yang terkenal ialah :
a. Civitas Dei (Negara Tuhan)
Civitas dei merupakan kerajaan Tuhan yang abadi, tetapi semangat keduniawian terdapat dalam Gereja Kristus sebagai wakil dari civitas dei di dunia yang fana.
b. Civitas Terrena (Diabolis) atau negara setan
Merupakan hasil kerja setan atau keduniawian. Jika sudah mendapat ampunan dari Tuhan, barulah civitas terrena menjadi baik.
Civitas terrena mengabdikan diri pada civitas dei. Oleh lantaran itu dalam civitas terrena terjadi percampuran antara agama, ilmu pengetahuan dan kesenian. Civitas terrena merupakan persiapan menuju civitas dei.
Imperium Romawi sanggup dimisalkan dengan civitas terrena yang tumbuh, berkembang dan akhirnya musnah lantaran keserakahan. Agar jangan hingga hal tersebut terulang kembali, maka pemimpin negara harus memimpin dengan semangat civitas dei yaitu mempraktekkan dan menganjurkan supaya agama Kristen dimasukkan ke dalam negara ibarat yang telah dijalankan oleh Konstantin Theodisius di Konstatinopel
Kesimpulannya yakni bahwa pada waktu itu yang memegang peranan penting yakni negara, segala sesuatu harus tunduk pada agama. Negara dipersiapkan untuk menjadi negara Tuhan. Keberadaan negara-negara di dunia yakni untuk memberantas musuh-musuh gereja.
2. Thomas Aquino
Thomas Aquino merupakan tokoh dari aliran aturan alam.
Menurut sumbernya, aturan alam sanggup berupa :
a. Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional)
b. Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia.
Dalam buku-bukunya yang sangat terkenal, Summa Theologica dan De Regimene Principum, Thomas Aquino membentangkan pemikiran aturan alamnya yang banyak menghipnotis gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja hingga ketika ini.
Thomas Aquino membagi aturan ke dalam 4 golongan hukum, yaitu :
a. Lex Aeterna
Merupakan rasion Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak sanggup ditangkap oleh panca indera manusia.
b. Lex Divina
Merupakan serpihan dari rasio Tuhan yang sanggup ditangkap oleh insan berdasarkan waktu yang diterimanya.
c. Lex Naturalis
Merupakan aturan alam yaitu yang merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia.
d. Lex Positivis
Yaitu aturan yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari aturan alam oleh insan berhubung dengan syarat khusus yang diharapkan oleh keadaan dunia.
Hukum positif terdiri dari aturan positif yang dibuat oleh Tuhan, ibarat yang terdapat dalam kitab suci dan aturan positif buatan manusia.
Mengenai konsepsinya perihal aturan alam, Thomas Aquino membagi asas-asas aturan alam dalam dua jenis, yaitu :
a. Principia Prima (asas-asas umum)
Yaitu asas-asas yang dengan sendirinya dimiliki oleh insan semenjak kelahirannya, berlaku mutlak dan tidak sanggup berubah dimanapun dan dalam keadaan apapun. Oleh lantaran itu insan diperintahkan untuk berbuat baik dan tidak boleh melaksanakan kejahatan, sebagaimana yang terdapat dalam 10 perinta Tuhan.
b. Principia Secundaria (asas-asas yang diturunkan dari asas-asas umum)
3. Dante Alighieri
Pada tahun 1313, Dante menerbitkan bukunya, De Monarchia, salah satu karya besarnya dan merupakan satu-satunya peninggalan Dante yang merupakan karya kenegaraan. Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu kerajaan dunia yang melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang akan menyelenggarakan perdamaian dunia. Tujuan negara berdasarkan Dante yakni untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang sama bagi semua umat.
De Monarchia terdiri atas 3 bab, yaitu :
a. Bab I mempersoalkan kerajaan dunia.
Pada serpihan I, Dante menekankan perlunya kerajaan dunia, yaitu untuk kepentingan dunia itu sendiri dalam rangka menyelenggarakan perdamaian dunia.
Kerajaan dunia merupakan kemerdekaan dan keadilan tertinggi. Rakyat yang hidup dengan banyak sekali peraturan yang berbeda diatasi dengan peraturan yang sanggup membuat kerjasama diantara masyarakat.
Kerajaan dunia (imperium) merupakan satu kesatuan kekuasaan, lantaran bila kerajaan dibagi maka akan musnah.
b. Bab II menyelidiki apakah kaisar Jerman itu merupakan kaisar yang sah?
c. Apakah kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan atau berasal dari perantara?
Genesis dianggap sebagai sumber bagi teori Innocentius III untuk Teori Cahayanya sebagai kunci kekuasan Paus yang berasal dari Mattheus, Teori Dua Belah Pedang dari Bernard Clairvaux, demikian pula pedoman Hadiah dari Constantin.
semua teori tersebut ditafsirkan oleh Dante sehingga akhirnya ia menyimpulkan bahwa kaisar memperoleh kekuasaan eksklusif dari Tuhan untuk memerintah dan mengurus negara, dan tidak bergantung pada mediator yang berkembang menjadi dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa dalam segala hal yang berkaitan dengan rohani.
Pendapat Dante didukung oleh golongan Franciskaan, yaitu para paderi yang menganjurkan supaya Paus bersifat pendeta kembali yang hidup dengan sederhana dan semata-mata untuk kesucian Tuhan. oleh lantaran itu, Paus jangan mencampuri urusan kemewahan dunia yang sanggup merusak kepercayaan rakyat.
Teori Cahaya :
Golongan Canonist beropini bahwa Paus memperoleh kekuasaan yang orisinil di atas dunia ini. Raja tidak mempunyai kekuasaan yang orisinil lantaran kekuasaannya berasal dan diturunkan dari Paus yang asli. Seperti halnya matahari dan bulan, Paus yakni matahari yang bersinar sedangkan bulan yakni raja yang mendapat sinar dari matahari.
4. Marsiglio di Padua (Marsilius dari Padua)
Pada tahun 1324, terbit karya Marsiglio yang terkenal, yaitu Defenser Pacis, yang terdiri dari tiga buku atau dictiones, yaitu :
a. Dictio Pertama menguraikan dasar-dasar negara.
Pada dictio pertama diuraikan asal usul negara didasarkan pada perkembangan alam. Oleh lantaran itu, negara merupakan tubuh iudicialis seu consiliativa yang hidup dan bebas. Tujuan tertinggi negara yakni mempertahankan perdamaian, memajukan kemakmuran dan memberi kesempatam kepada rakyat untuk mengembangkan dirinya secara bebas. Tugas utama negara untuk mencapai hal tersebut yakni membuat undang-undang demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Kekuasaan tertinggi dalam negara dan pemerintahan terletak pada pembuat undang-undang sehingga pemerintahan hanya alat dari pembuat undang-undang.
Pembuat undang-undang yakni rakyat lantaran kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dan sumber undang-undang yakni rakyat secara keseluruhan.
Pemerintahan berada di tangan rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Rakyat boleh menghukum penguasa bila ternyata penguasa melanggar undang-undang.
b. Dictio Kedua menguraikan dasar-dasar gereja dan hubungannya dengan negara.
Marsilius menentang teori cahaya, pedoman dua belah pedang dan hadiah dari Constantin. Marsilius menginginkan agar Paus dipillih oleh rakyat sehingga kekuasaan tertinggi diletakkan di tangan tubuh permusyawaratan gereja-gereja (concilie).
Dalam hubungan antara negara dan gereja, Marsilius beropini bahwa kedudukan gereja yakni di bawah negara sehingga gereja tidak berhak membuat undang-undang lantaran hanya rakyat yang berhak untuk membuat undang-undang.
c. Dictio Ketiga menguraikan kesimpulan-kesimpulan.
D. ZAMAN RENAISSANCE
E. ZAMAN HUKUM KENEGARAAN POSITIF
BAB III
TEORI SIFAT HAKEKAT NEGARA
(das Wesssen des Staates)
Secara umum banyak sarjana atau para hebat yang mempunyai pendapat sendiri perihal sifat hakikat suatu negara berkaitan dengan pandangan hidup yang dianutnya. Diantaranya yakni :
5. Socrates
Menurut Socrates, setiap orang menginginkan kehidupan yang kondusif dan tentram. Oleh lantaran itu kemudian mereka membentuk suatu kelompok dan tinggal di atas bukit. Socrates menyebut kelompok tersebut sebagai polis dan ia beropini bahwa polis identik dengan masyarakat dan masyrakat identik dengan negara.
6. Plato
Menurut Plato, negara adalah keiginan insan untuk bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka.
Plato yakni peletak dasar pedoman idealisme
7. Aristoteles
Aristoteles yakni murid Plato. Buku yang ditulisnya diantaranya yakni Eticha yang berisi pedoman perihal keadilan. Ajaran perihal negara ditulisnya dalam Politica.
Aristoteles mengembangkan pedoman realisme.
Menurut Aristoteles, negara yakni gabungan dari keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai bila kebahagiaan individu sudah tercipta. Sebaliknya, bila insan ingin senang maka ia harus bernegara lantaran insan saling membutuhkan dalam kepentingan hidupnya.
Selanjutnya, Aristoteles berpendapat bahwa negara yakni kesatuan insan dan insan tidak sanggup terlepas dari kesatuannya. Negara harus menyelenggarakan kemakmuran bagi warganya, namun negara juga merupakan organisasi kekuasaan yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur supaya tingkah laku insan sesuai dengan tata tertib dalam masyarakat.
8. F. Oppenheimer
Negara merupakan suatu alat dari golongan yang besar lengan berkuasa untuk melaksanakan suatu tertib masyarakat.
9. Leon Duguit
Negara yakni kekuasaan orang-orang besar lengan berkuasa yang memerintah orang lemah. Bahkan dalam negara modern, kekuasaan orang besar lengan berkuasa diperoleh dari faktor-faktor politik.
10. R. Krannenburg
Negara pada hakekatnya yakni suatu organisasi kekuasaan, diciptakan oleh sekelompok insan yang disebut bangsa. Jadi, berdasarkan Krannenburg, yang harus ada lebih dahulu yakni sekelompok insan yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara kepentingan kelompok tersebut. Jadi, yang terpenting (primer) yakni kompok manusia, sedangkan yan sekunder yakni negara.
11. Logemann
Negara pada hakeketnya yakni suatu organisasi kekuasaan maka organisasi itu mempunyai kewibawaan. Artinya, negara sanggup memaksakan kehendaknya pada semua orang yang ada dalam organisasi.
TEORI BERNEGARA REPUBLIK INDONESIA –
PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Teori Sifat Hakikat Negara dapat memperlihatkan pemahaman mengenai suatu negara, apa bahu-membahu suatu negara. Jika dilihat dari sisi sosiologis maka negara sanggup dipahami sebagai anggota masyarakat atau zoon politicon. Negara merupakan wadah bagi suatu bangsa untuk menggambarkan impian kehidupan bangsanya.
Secara historis, peninjuan kasus sifat hakikat negara sanggup dilihat dari perkembangan istilah ’negara’ itu sendiri.
Berdasarkan perkembangan sejarah mengenai istilah negara, terdapat beberapa istilah yang sering dijadikan padanan kata ’negara’ yang masing-masing mempunyai aksara tersendiri, antara lain :
1. Polis (city state)
2. Country (country state)
3. Civitas/civiteit
4. Land (mis : England, Deutschland)
Sejak bangsa-bangsa di Eropa sudah menetap dan tidak mengembara (nomaden) lagi, maka bernegara umumnya diartikan mempunyai atau menguasai sebidang tanah atau wilayah tertentu.
Dengan kata lain, penguasaan atas tanah menumbuhkan kewenangan kenegaraan (teori patrimonial) dimana struktur sosial yang dihasilkan disebut feodalisme atau landlordisme.
Negara dalam keadaan demikian disebut sebagai tanah (land). Hal ini tampak pada sebuta England, Holland, Deutchland dll.
5. Rijk/reich
Pengertian tanah (land) berkembang lebih lanjut, yaitu bahwa tanah tersebut mendatangkan kemakmuran atau kekayaan (reichrijk-dom), dimana negara diartikan sebagai rijk (Belanda) atau reich (Jerman) artinya kekayaan sekelompok insan (dinasti), contohnya Frankrijk, Oostenrijk dll.
6. La stato, staat,state (nation-state)
Keadaan pra-liberal berakhir dengan tumbuhnya paham liberalisme yang dipelopori oleh John Locke, Thomas Hobbes dan J.J. Rouseau.
Negara tidak lagi dipandang sebagai suatu tanah atau kekayaan (land atau reich) melainkan sebagai suatu status aturan (staat – state), suatu masyarakat aturan (legal society) sebagai hasil dari perjanjian masyarakat (social contract).
Jadi, negara yakni hasil dari perjanjian masyarakat, dari individu-individu yang bebas, sehingga hak asasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Negara.
7. Kerajaan (monarchy)
8. Negara/nagara/negeri
9. Desha, desa,desh (mis : Bangladesh)
Negara dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta (Jawa Kuno), yaitu Nagara. Secara historis-geopolitik, keberadaan negara Inonesia bukanlah sebagai suatu bentuk negara kecil (city state/polis) melainkan sebagai suatu archipelagic state (negara kepulauan) yang disebut sebagai nusantara (rangkaian nusa)
Berdasarkan sejarah ketatanegaraan Indonesia sanggup diketahui bahwa Indonesia pernah ditata dalam bentuk kerajaan-kerajaan besar yang dikuasai oleh dinasti-dinasti (wangsa). Dua kerajaan besar yang ada di Indonesia ketika itu yang sanggup disebut sebagai nagara yakni Sriwijaya dan Majapahit, selain itu Mataram dan Demak juga sanggup disebut sebagai negara. Istilah negara pada masa itu menunjuk pada suatu pemerintahan yang berbentuk monarki atau kerajaan.
Kerajaan-kerajaan besar tersebut selain diarahkan sebagai civitas terena (duniawi) juga diarahkan sebagai civitas dei (keagamaan). Para raja, ratu atau sultan umumnya berkuasa secara absolut. Dalam keadaan demikian maka tidak seluruh hak asasi rakyat terjamin secara penuh lantaran masih didominasi oleh kekuasaan adikara dari raja yang masing-masing mempunyai aksara yang berbeda, ada yang bijaksana dan ada pula yang tiran.
Berdasarkan sejarah tersebut sanggup disimpulkan bahwa hakikat negara yakni suatu ikatan sosial atau dalam status hidup bersama sebagai komunitas politik dimana hak-hak warga negaranya mendapatkan jaminan dari penguasa.
Secara sosiologis, hakikat suatu negara sanggup dilihat sebagai :
5. Ikatan suatu bangsa
Maksudnya yakni suatu komunitas sosiologis yang hidup bersama dalam suatu wilayah, senasib sepenanggungan dalam menjalankan hidupnya.
6. Organisasi kewibawaan
Negara sebagai organisasi yang mempunyai wibawa untuk memutuskan hal-hal yang penting bagi kehidupan bersama. Kewibawaan ini ditunjukkan dengan adanya kepatuhan komunitas untuk melaksanakan putusan bersama tersebut.
7. Organisasi jabatan (ambten organisatie)
Negara terbagi dalam jabatan-jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Organisasi ini muncul lantaran organisasi kewibawaan mengasumsikan adanya jabatan-jabatan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara bersama.
8. Organisasi kekuasaan (dwang organisatie)
Negara merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan dalam arti luas. Kekuasaan ini sanggup memaksakan kehendak orang yang berkuasa. Oleh lantaran itu banyak orang yang ingin menjadi pejabat negara untuk memperoleh kekuasaan.
Secara yuridis, hakikat suatu negara yakni sebagai :
1. Pemilik atau penguasa atas tanah (teori Patrimonial-Feodal)
2. Pihak yang menguasai atau memerintah
3. Sebagai pelindung hak asasi manusia
Teori Perjanjian Masyarakat (Social Contract-Pactum Unionis) menempatkan hakikat negara sebagai pelindung hak asasi insan dimana negara merupakan pelaksana dari kehendak umum (volente generale).
4. Penjelmaan tata aturan nasional
Hans Kelsen berpendapat bahwa hakikat negara sebagai penjelmaan tata aturan nasional, personificatie van het rechtorde lantaran keberadaan negara tampak dari adanya sistem aturan yang berlaku dalam mengatur kehidupan komunitas bangsa tersebut.
Berdasarkan pendapat para founding fathers dan framers of the constitution of the Republic of Indonesia, hakikat Negara RI yakni sebagai :
1. Ikatan sosiologis bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya.
2. Organisasi kewibawaan yang memperlihatkan eksitensi pemerintahan yang secara efektif mengambil keputusan-keputusan nasional bagi berlangsungnya kehidupan bangsa Indonesia.
3. Organisasi jabatan yang mengatur struktur jabatan-jabatan dalam pemerintahan guna menjalankan fungsi dan tujuan negara yang telah ditetapkan dalam konstitusi.
4. Organisasi kekuasaan yang menentukan segala bentuk kekuasaan di bawahnya (forma-formarum) dan memaksakan berlakunya norma-norma yang ada dalam masyarakat (norma-normarum).
5. Penguasa atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup o0rang banyak.
6. Penguasa atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
7. Organisasi publik yang melindungi hak asasi warga negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri.
8. Organisasi yang melaksanakan impian aturan dalam kehidupan bernegara, membuat kepastian hukum, keadilan dan kedamaian hidup warga negaranya. Dalam hal ini negara merupakan alat untuk merealisasikan keadilan sosial.
Hal yang terpenting dari hakikat negara yakni bahwa negara merupakan alat untuk mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian hakikat negara tidak hanya untuk merealisasikan kemakmuran duniawi tetapi juga untuk memfasilitasi pelaksanaan nilai-nilai ketuhanan keberagaman setiap individu dan kelompok warga negara yang religius (teosentrism). Pelaksanaan kebebasan beragama dalam menjalankan ajarannya dan berkelompok tertentu diperbolehkan selama bukan merupakan aliran sesat yang akan menyesatkan umat beragama itu sendiri.
BAB IV
TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA
(Die Lehren von der Rechtsfertigung des Staates)
Teori pembenaran aturan dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging theorieen) membahas perihal dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga tindakan penguasa negara sanggup dibenarkan.
Keberadaan negara (existence) sanggup dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain :
1. Kewenangan langsung atau tidak eksklusif dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi).
2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan).
3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif aturan kekeluargaan dan aturan benda (Teori Yuridis).
Secara rasional, suatu pemerintahan mustahil lagi menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun teokratik. Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin usang semakin ditinggalkan sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, sanggup disimpulkan bahwa tanpa ada legitimasi yang rasional maka suatu negara mustahil akan berjalan secara efektif.
Legitimasi atas suatu negara memegang peranan yang penting lantaran walaupun mempunyai kekuasaan namun suatu pemerintahan negara mustahil berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus mempunyai pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankan agar ia sanggup melaksanakan fungsinya secara efektif.
1. Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen)
Teori ini beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar lantaran negara diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan membuat negara dengan dua cara, yaitu :
a. Secara eksklusif → cirinya adalah seseorang berkuasa lantaran mendapat wahyu dari Tuhan.
b. Secara tidak eksklusif → seseorang berkuasa lantaran kodrat Tuhan.
Tokoh-tokoh penganut paham ini antara lain yakni :
a. Agustinus
Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu :
2) Civitas Dei (Negara Tuhan)
Yaitu negara yang eksklusif dipimpin oleh Tuhan.
Negara Tuhan di dunia diwakili oleh gereja dan atau oleh kerajaan-kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk pada Tuhan.
3) Civitas Terrana/Civitas Diaboli
Civitas terrana yakni negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas terrana disebut juga civitas diaboli lantaran dibuat oleh setan.
Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga menimbulkan keserakahan, kebencian, peperangan, penderitaan dan akhirnya keruntuhan.
b. Thomas Aquinas
Menurut Thomas Aquinas, negara yang burukpun bukan buatan setan tetapi tetap diakui sebagai perwujudan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul dari pergaulan antara insan yang ditentukan oleh aturan dan tata alam. Hukum tata alam juga terjadi dari kehendak Tuhan dan berdasarkan aturan Tuhan.
Tuhan menjadikan insan sebagai mahluk yang bergaul dan memperlihatkan seorang pemimpin (raja). Oleh lantaran itu, kekuasaan raja dalam memimpin negara juga berasal dari Tuhan.
c. Ludwig von Haller
Menurut Ludwig von Heller, sifat negara yakni ketertiban. Dalam negara ada tuan dan hamba, ada yang besar lengan berkuasa dan yang lemah, ada yang tinggi dan rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang besar lengan berkuasa berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah yang dikehendaki dan diatur oleh Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya mustahil dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara.
d. Friedrich Julius Sthal
Dalam bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia beropini bahwa negara timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan sanggup tampak sebagai penyusunan kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku, bangsa atau gereja. Namun, pada hakekatnya, kekuasaan terjadi lantaran kehendak dan kekuasaan Tuhan. Peperangan, penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll terjadi lantaran kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga beropini bahwa negara yakni The March of God in the World (laku Tuhan di dunia).
2. Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan
Berdasarkan teori ini, siapa yang mempunyai kekuatan akan mendapatkan kekuasaan dan memegang pemerintahan.
Kekuatan tersebut meliputi :
a. Kekuatan jasmani (physic)
b. Kekuatan rohani (phychis)
c. Kekuatan materi (kebendaan)
d. Kekuatan politik.
Charles Darwin
Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta merupakan suatu usaha untuk mempertahankan hidup, yang besar lengan berkuasa akan menindas yang lemah. Oleh lantaran itu semua orang berusaha untuk besar lengan berkuasa dan unggul.
Semua imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, contohnya Napoleon, Hitler, Mussolini dan Stalin.
Leon Duguit
Pihak yang sanggup memaksakan kehendaknya yakni pihak yang besar lengan berkuasa (lesplus forts). Kekuatan tersebut mengandung beberapa faktor, contohnya keistimewaan fisik, intelegensia, ekonomi dan agama.
Paul Laband, George Jellineck, von Jhering
Mereka beropini bahwa suatu kenyataan yang masuk akal harus diterima bahwa kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan negara dan pemerintahan.
Franz Oppenheimer
Dalam bukunya, Der Staat, ia beropini bahwa negara yakni suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud untuk mengatur kekuasaan golongan yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain. Tujuan dari semuanya yakni pemerasan ekonomi dari golongan yang menang terhadap yang kalah.
3. Pembenaran Negara dari Sudut Hukum
Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan lantaran didasarkan kepada hukum.
Teori ini merinci lagi aturan ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan aturan keluarga lantaran pada zaman dulu masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk. Masyarakat hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga.
b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik terhadap daerahnya, oleh lantaran itu semua penduduk di daerahnya harus tunduk pada raja. Raja biasanya mendapat derma dari kaum ningrat untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja memperlihatkan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja kepada ningrat sehingga para ningrat mendapat hak untuk memerintah (overheidsrechten).
c. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Tokohnya antara lain yakni :
1) Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, manusia harus selalu mempunyai kekuatan lantaran mempunyai rasa takut diserang oleh insan lain yang lebih kuat. Oleh lantaran itu rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak diikutsertakan. Oleh lantaran itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absoluut).
2) Jhon Locke
Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh lantaran itu raja berkuasa untuk melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat sanggup meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu :
e. Pactum Uniones ð perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas) antara individu-individu.
f. Pactum Subjectiones ð perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Jhon Locke beropini bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones mempunyai dampak yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah, raja harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan pedoman Monarchemachen yaitu suatu aliran yang timbul dalam kala pertengahan yang memperlihatkan reaksi atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang memutuskan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh lantaran itu pedoman Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen.
3) J.J. Rousseau
Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada raja. Jika raja memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat.
Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian masyarakat yakni menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingg semua orang sanggup bersatu, namun setiap orang tetap bebas dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak dasar atau hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang menyerahkan semua haknya kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat yakni :
a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan kekuasaan yang tertinggi atau kedaulatan.
b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang mempunyai kemauan umum, kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak sanggup dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat.
Perjanjian masyarakat telah membuat negara. Berarti, ada peralihan dari keadaan bebas ke keadaan bernegara.
4. Pembenaran Negara dari Sudut Lain
a. Teori Ethis/Teori Etika
Berdasarkan teori ini, suatu negara ada lantaran adanya suatu keharusan susila.
Berdasarkan teori ini maka ada 3 pendapat dari para hebat ilmu negara, yaitu :
1) Plato dan Aristoteles
Menurut Plato dan Aristoteles, insan tidak akan berarti bila belum bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia. Oleh lantaran itu seluruh tindakan negara sanggup dibenarkan.
2) Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, tanpa adanya negara maka manusia tidak sanggup tunduk pada aturan yang dikeluarkan. Negara yakni ikatan insan yang tunduk pada hukum, risikonya tindakan negara dibenarkan.
3) Wolft
Wolf beropini bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan keharusan moral yang tertinggi.
b. Teori Absoulut dari Hegel
Menurut Hegel, tujuan insan yakni kembali pada citacita yang abolut. Penjelmaan impian yang adikara dari insan yakni negara. Tindakan negara dibenarkan lantaran negara yakni sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia.
c. Teori Psychologis
Teori ini menyatakan bahwa alasan pembenaran negara didasarkan pada unsur psychologis manusia, ibarat rasa takut, rasa sayang dll sehingga segala tindakan negara sanggup dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik Indonesia, maka berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu :
a. Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan politik yang memperlihatkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang menguasai kehidupan warga negaranya.
Legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang artikulatif dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik kepentingan antara pihak yang
b. Legitimasi Yuridis
Pembenaran dari sudut yuridis (hukum) terlihat dari adanya dasar aturan yang terperinci atas keberadaan suatu negara.
Dasar aturan dari keberadaan negara Repubik Indonesia yakni proklamasi kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi merupakan Unilateral Contract yang mendapat legalisasi dari dunia internasional. Karena sudah mendapat pengkuan dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan subjek aturan internasional yang mempunyai hak dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat aturan internasional.
Keberadaan konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan dasar yuridis keberadaan ketatanegaraan sebagai komunitas politik yang mandiri, tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan bisa mempertahankan kemerdekaan secara politis dan sosiologis. Selain itu, keberadaan unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik Indonesia.
c. Legitimasi Etis-Filosofis
Dasar keabsahan negara secara etis sanggup dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan moral yang tertinggi untuk mewujudkan impian tertinggi dari insan dalam suatu lingkungan politik yang berjulukan negara.
Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan aturan (legalitas) tertentu.
Legitimasi etis-filosofis merupakan penyempurnaan final dari kemauan dan kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu pemerintahan mempunyai banyak legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan maka pemerintahan tersebut pasti akan dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme konstitusional.
Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan lantaran negara merupakan impian insan yang membentuknya.
Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif.
Jadi, sanggup disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku sebagai aturan positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga etisfilosofis.
Suatu legitimasi sanggup mengalami krisis bila orang atau forum yang mempunyai legitimasi tersebut tidak mempunyai kecakapan (skill) yang cukup untuk mengelola negara secara keseluruhan. Oleh karena itu legitimasi harus pula diikuti oleh capability dan capacity untuk mengimplementasikan agenda yang eksklusif menyentuh rakyat lantaran pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi yang tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi pemerintahan suatu negara.
Jadi, sanggup disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimated) tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya. Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya supaya hidup teratur dalam mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun bahu-membahu lebih tepat teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius.
Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”)
Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah memperlihatkan rahmat dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi teologis.
BAB V
TEORI TERJADINYA NEGARA
Suatu negara tidak terjadi begitu saja tetapi melalui suatu proses dengan dipenuhinya satu unsur kepada unsur lainnya sehingga pada akhirnya seluruh unsur terpenuhi. Dengan dipenuhinya seluruh unsur tersebut maka kapasitas negara sebagai entitas politik tidak diragukan lagi sebagai subjek aturan (legal entity). Dalam aturan internasional disebut sebagai subjek aturan internasional yang berkapasitas penuh dalam kedaulatannya.
Proses terjadinya negara sanggup dilihat dari dua sudut pandang, yaitu :
1. Terjadinya Negara Secara Primer (Primair Staatswording)
Teori terjadinya negara secara primer yakni teori yang membahas perihal terjadinya negara yang tidak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya.
Menurut teori ini, perkembangan negara secara primer melalui 4 phase, yaitu :
a. Phase Genootshap (Genossenschaft)
Fase ini merupakan pengelompokkan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan disadarkan pada persamaan. Mereka menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama. Kepemimpinan dipilih secara Primus Inter Pares (yang terkemuka diantara yang sama).
Pada fase ini yang terpenting yakni unsur bangsa.
b. Phase Reich (Rijk)
Pada fase ini, kelompok orang yang telah menggabungkan diri tersebut telah sadar akan hak milik atas tanah sehingga kemudian muncul tuan-tuan tanah yang berkuasa atas tanah dan orang-orang yang menyewa tanah. Hal ini menimbulkan sistem feodalisme .
Pada fase ini yang terpenting yakni unsur wilayah.
c. Phase Staat
Pada fase ini masyarakat telah sadar dari tidak mempunyai negara menjadi mempunyai negara.
Pada fase ini yang terpenting yakni bahwa ketiga unsur dari negara (bangsa, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat) telah terpenuhi.
d. Phase nation state
Pada fase ini rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi.
Fase ini sanggup dibagi dua lagi,yaitu :
1) Phase democratsiche Natie
Democratische Natie terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat.
2) Phase Dictatuur (dictum)
Ada 2 pendapat mengenai fase dictatuur, yaitu :
a) Menurut pendapat para sarjana Jerman, bentuk diktator merupakan perkembangan lebih lanjut dari democtatische natie.
b) Menurut pendapat sarjana lainnya, dictatuur merupakan penyelewengan dari democratische natie.
2. Terjadinya Negara Secara Sekunder (Scundaire Staats Wording)
Teori terjadinya negara secara sekunder membahas terjadinya negara dihubungkan dengan negara-negara yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan teori ini,yang terpenting yakni adanya legalisasi (erkening).
Pengakuan (erkening) sanggup dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Pengakuan De Facto
Pengakuan de facto yakni legalisasi yang bersifat sementara terhadap terbentuknya suatu negara baru. Hal ini disebabkan lantaran pada kenyataannya memang telah terbentuk suatu negara gres namun apakah terbentuknya negara gres tersebut telah melalui mekanisme aturan atau tidak masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Oleh lantaran itu legalisasi yang diberikan masih bersifat sementara. Pengakuan de facto dapat meningkat kepada legalisasi de jure bila ternyata terbentuknya negara gres tersebut memang telah melalui mekanisme aturan yang sebenarnya.
b. Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Pengakuan de jure yakni pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat tetap terhadap timbulnya suatu negara gres lantaran terbentuknya negara gres tersebut berdasarkan hukum.
c. Pengakuan atas Pemerintahan De Facto
Pengakuan terhadap pemerintahan de facto adalah legalisasi hanya terhadap pemerintahan suatu negara sedangkan daerahnya tidak diakui.
Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu negara yakni pemerintahan, wilayah dan rakyat. Dengan demikian bila yang ada hanya pemerintahannya maka itu bukanlah negara lantaran tidak seluruh unsurnya terpenuhi.
Suatu negara, selain sanggup terbentuk atau timbul juga sanggup runtuh atau lenyap. Runtuh atau lenyapnya suatu negara sanggup disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Hilangnya negara lantaran faktor alam.
Suatu negara yang sudah ada menjadi lenyap lantaran faktor alam. Alam menimbulkan wilayah suatu negara menjadi hilang lenyap. Misalnya : negara Atlantis.
Hilangnya negara lantaran faktor alam antara lain disebabkan lantaran :
a. Gunung meletus
b. Pulau yang terendam air laut.
Hilangnya negara lantaran faktor sosial.
Maksudnya yakni bahwa hilangnya atau lenyapnya suatu negara yang semula ada dan diakui oleh negara lain tetapi hilang lantaran factor social. Factor social tersebut diantaranya yakni :
Penaklukan
b. Revolusi (kudeta yang berhasil)
c. Perjanjian
d. Penggabungan.
Teori terjadinya negara, baik terjadinya Negara secara primer maupun sekunder bekerjasama erat dengan syarat keberadaan sebuah negara. Syarat adanya entitas hegara harus memenuhi unsur-unsur primer dan sekunder.
1. Unsur primer, meliputi :
Penduduk (rakyat)
Wilayah
Pemerintahan
Unsur-unsur primer ini harus dipenuhi untuk keberadaan negara. Tanpa adanya unsur primer maka mustahil ada negara.
2. Unsur sekunder
Unsur sekunder yakni pengakuan. Unsur ini merupakan unsur tambahan yang akan menguatkan keberadaan suatu negara dalam masyarakat aturan internasional. Negara yang gres muncul dalam komunitas aturan internasional memerlukan legalisasi dari negara lain atas eksistensinya sebagai suatu negara.
Walaupun merupakan unsur tambahan namun legalisasi juga akan menentukan secara signifikan kelanjutan hidup suatu negara. Seperti halnya manusia, negara juga tidak akan bisa hidup tanpa adanya hubungan dengan insan atau negara lain. Hal ini diharapkan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bertukar kebudayaan dan teknologi etc.
TERJADINYA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaitkan dengan teori terjadinya Negara, maka terjadinya Negara Republik Indonesia secara teoritis-historis telah memenuhi unsur primer dan sekunder.
Pada awalnya komunitas suku bangsa di Indonesia hidup dalam suatu bentuk kelompok-kelompok kekeluargaan (genossenschaft-gemeinschaft). Kemudian muncul wilayah-wilayah yang diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil dan kerajaan-kerajaan besar yang mempunyai kekayaan yang luar biasa (reick, rijk). Kemudian kelompok-kelompok kehidupan bersama di nusantara ini memunculkan kesadaran bersama sebagai bangsa melalui Kongres Pemuda 1928. hal ini merupakan embrio dalam memasuki tahap bangsa-bangsa (staat--state). Tahap selanjutnya yakni terbentuknya suatu nation-state dimana rakyat Indonesia memegang kekuasaan tertinggi dan mempunyai kedaulatan (rakyat berdaulat-democratische natie)
Melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan usaha panjang Perjanjian Linggarjati, Roem-Royen, KMB dan diplomasi internasional. Kemudian pada akhirnya Negara Republik Indonesia diakui keberadaannya sebagai subjek aturan internasional yang baru, sebagai negara gres yang sederajat dengan negara lainnya dalam komunitas internasional.
Demokrasi terpimpin pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto merupakan pemerintahan yang dictatuur-dictatorship. Bentuk ini tidak dianggap sebagai perkembangan selanjutnya dari democratische natie tetapi merupakan anomalia sejarah dan merupakan bentuk penyimpangan atau penyelewengan kedaulatan rakyat. The rule of law and the people menyimpang menjadi the rule of man. Bentuk final yang hingga ketika ini terus diperjuangkan yakni bentuk Negara aturan yang demokratis.
BAB VI
TEORI TUJUAN NEGARA
(Die Lehren vom Zweck des Staates)
Setiap negara pasti mempunyai tujuan tertentu yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Para hebat ilmu negara sebagian beropini bahwa tujuan negara dihubungkan dengan tujuan final insan dan ada pula yang menghubungkan antara tujuan negara dengan kekuasaan.
Tujuan negara berdasarkan pendapat para ahli, antara lain yakni :
1. Hegel
Menurut Hegel, negara mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan idee umumu. Oleh lantaran itu tujuan negara yakni negara itu sendiri. Negara memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Kewajiban tertinggimanusia yakni menjadi warga negara sesuai dengan undang-undang.
Hegel membuat teori dialektika : melalui tese, antitese dan sintese lahir dan timbullah kemajuan.
2. Agustinus
Menurut Agustinus, tujuan negara dihubungkan dengan impian insan hidup di alam yang kekal yaitu sesuatu yang diinginkan Tuhan.
3. Shang Yang
Shang Yang menghubungkan tujuan negara dengan mencari kekuasaan semata sehingga negara identik dengan penguasa.
4. John Locke
Menurut John Locke, pembentukan political or civil society menyebabkan insan tidak melepaskan hak asasinya.
Tujuan negara yakni memelihara dan menjamin hak asasi,yaitu :
a. Hak hidup/nyawa (leven)
b. Hak atas tubuh (lijf)
c. Hak atas harta benda (vermogen)
d. Hak atas kehormatan (eer)
e. Hak kemerdekaan (vrij heid)
5. Rousevelt
Rousevelt membagi hak kemerdekaan ke dalam :
a. Freedom from want
b. Freedom from fear
c. Freedom of speech
d. Freedom of religion
6. Mahatma Gandhi
a. Freedom from want
b. Freedom from fear
c. Freedom of speech
d. Freedom of religion
e. Freedom of doing mistake
7. Soekarno
a. Freedom from want
b. Freedom from fear
c. Freedom of speech
d. Freedom of religion
e. Freedom of doing mistake
f. Freedom to be free
8. Kaum dikatator
Kaum dikatator menganut paham bahwa negara merupakan tujuan. Warga negara harus mengorbankan apapun yang diperintahkan pemegang kuasa. Makara penjelmaannya yakni negara kekuasaan.
9. Zaman modern
Umumnya, pada zaman modern, tujuan negara yakni menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat demi tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Tujuan suatu negara sanggup dibedakan berdasarkan filosofi, situasi-kondisi dan sejarah dari negara yang bersangkutan. Secara garis besar, teori tujuan negara membagi arah tujuan negara menjadi tiga, yaitu :
1. Mencapai kekuasaan politik
Negara identik dengan penguasa. Oleh lantaran itu tujuan negara yakni membangun kekuasaan secara efektif. Penguasa (pemerintah) memakai kekuasaannya untuk memaksakan kepentingannya. Setiap penguasa selalu ingin mempertahankan, memperkuat dan memperluas kekuasannya. Setelah mempunyai kekuasaan yang besar lengan berkuasa (langgeng-absolut) maka penguasa menjadi korup, tiran dan despotik (semena-mena dan kejam).
Lord Acton beropini bahwa aksara kekuasaan yang demikian adalah: Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely.
2. Mencapai kemakmuran material
Negara bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran atau kesejahteraan material lantaran negara sebagai organisasi masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan materialnya secara terstruktur melalui pemerintahan yang ada.
Dalam ilmu negara umum, tujuan negara untuk mencapai kemakmuran melahirkan tipikal negara yang berbeda, yaitu :
a) Polizei Staat → negara yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran bagi raja/negara.
b) Formele Rechtstaat → tujuan negara yakni mencapai kemakuran individu.
c) Materiele Rechtstaat → tujuan negara yakni mencapai kemakmuran rakyat (Social Service State – negara kesejahteraan).
3. Mencapai kebahagiaan alam abadi (konsep eksatologis → eksatologis : final zaman)
Negara memperlihatkan akomodasi kepada rakyatnya agar sanggup bebas melaksanakan kaidah agamanya untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian (life after death).
Penguasa negara beropini bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan kehidupan alam abadi yakni kehidupan yang abadi. Oleh lantaran itu seluruh warga negara harus mempersiapkan dirinya untuk ”kehidupan yang sesungguhnya”. Negara harus mengarahkan warga negranya supaya menjadi insan yang beriman, bertakwa, berilmu dan berteknologi.
Konsekuensi logisnya negara melarang adanya acara yang bertentangan dengan norma/kaidah agama (nilai-nilai ketuhanan).
TUJUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan hakiki dari negara Republik Indonesia termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut :
1. Mencapai ketuhanan (kemerdekaan, perdamaian abadi)
Negara mengarahkan warga negaranya untuk selamat di dunia dan alam abadi sesuai dengan keyakinan agamanya. Negara juga harus sepenuhnya memperlihatkan kebebasan warga negaranya untuk melaksanakan pedoman agamanya dan membuat hukum nasional yang mendukung pedoman agama yang dianut oleh warganegaranya.
Negara mengatasi pertikaian yang mungkin muncul melalui mufakat lintas agama, ras dan antar golongan. Negara melarang acara yang bertentangan nilai-nilai ketuhanan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Mencapai kemanusiaan univesalitas yang melindungi segenap bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia
Negara harus mewujudkan kehidupan yang manusiawi, adil dan beradab yang berkorelasi positif dengan upaya proteksi hak asasi manusia.
Tujuan ini menjadi kiprah inti dari negara, yaitu melindungi nilai-nilai kemanusiaan (tidak hanya bagi warga negaranya tetapi juga bagi seluruh umat manusia).
Kemanusiaan harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Kemanusiaan juga harus didasarkan pada pembentukan masyarakat yang beradab (civilized society) sebagaimana yang dikonstruksikan dalam masyarakat madani (civil society)
3. Mencapai kesatuan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa
Mencapai kesatuan sebagai suatu nation state yang komprehensif. Kesatuan komunitas yang sadar dalam lokalitas dan globalitas kemanusiaan. Nasionalisme yang rasional dan humanisme yang religius. Pemerintah dibentuk untuk menyadari impian tersebut sehingga rakyat cerdas dan memahami hidupnya dan sanggup menjalani hidupnya dengan baik.
4. Mencapai kerakyatan pesan yang tersirat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Mencapai kerakyatan dimaksudkan sebagai kolektivitas yang melaksanakan aspirasi rakyat dengn tuntutan pesan yang tersirat kebijaksanaan. Konkretnya melalui forum permusyawaratan (MPR) dan forum perwakilan (DPR dan DPD).
Demokrasi Indonesia berkaitan secara menyeluruh dengan sila-sila lainnya dalam Pancasila.
5. Mencapai keadilan sosial (memajukan kesejahteraan umum)
Mencapai keadilan sosial merupakan kiprah negara untuk memperlihatkan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan ekonomi negara dikonstruksikan dalam penataan keadilan sosial. Kemakmuran material harus dicapai melalui penataan keadilan. Keadilan harus lebih diutamakan daripada keadilan. Keadilan tanpa kemakmuran lebib berarti daripada sebaliknya. Negara harus menjadi alat untuk mencapai keadilan. Keadilan akan menyelamatkan seluruh warga negara.
BAB VII
TEORI TIPE-TIPE NEGARA
Teori tipe-tipe negara bermaksud membahas tentang penggolongan negara didasarkan pada ciri-ciri khas yang ada pada suatu negara. Berdasarkan sejarah teori kenegaraan Eropa Barat maka pembagian tipe-tipe negara secara kronologis yakni sebagai berikut :
1. Tipe Negara Menurut Sejarah
a. Tipe Negara Timur Purba (Alt Orientalische Staaten)
Negara Timur Purba bertipe tirani dimana raja berkuasa mutlak.
Ciri-ciri negara Timur Purba yakni :
1) Bersifat terokratis/theocraties (keagamaan)
Negara teokrasi yakni negara yang hanya mendasarkan satu agama saja dalam negaranya.
Negara teokrasi sanggup dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Teokrasi eksklusif → raja dianggap juga sebagai Tuhan atau yang kuasa oleh warganegaranya.
b) Teokrasi tidak langsung
2) Pemerintahan bersifat absolut.
b. Tipe Negara Yunani Kuno
Pada intinya, tipe negara Yunani Kuno :
1) Adanya negara kota (polis/city state)
a) Besarnya negara kota hanya sebesar kota yang dilingkari benteng pertahanan.
b) Jumlah penduduknya sedikit, hanya sekitar 300 ribu penduduk.
1) Demokrasi langsung.
Dalam pelaksanaan demokrasi langsung, rakyat diberi pelajaran ilmu pengetahuan (encyclopaedie). Pemerintahan berjalan dengan mengumpulkan rakyat di suatu tempat yang disebut acclesia. Dalam rapat dikemukakan kebijaksanaan pemerintah dan rakyat ikut memecahkan masalah. Pemerintahan selalu dipegang oleh ahli-ahli filsafat.
Dalam negara Yunani Kuno demokrasi sanggup dilaksanakan secara langsung, hal ini disebabkan lantaran :
a) Wilayahnya tidak terlalu luas
b) Jumlah penduduk yang masih sedikit, dan dari jumlah yang sedikit tersebut hanya warga polis saja yang berhak ikut demokrasi, para pedagang dari luar polis dan budak belian tidak mempunyai hak untuk ikut melaksanakan demokrasi.
c. Tipe Negara Romawi
Tipe negara Romawi yakni Imperium. Yunani sendiri kemudian menjadi negara jajahan Romawi.
Ciri tipe negara Romawi Kuno yakni :
1) Primus inter pares (yang terkemuka diantara yang sama)
2) Adanya raja-raja yang adikara (Caesar)
Pemerintahan di Romawi dipegang oleh Caesar yang mendapatkan seluruh kekuasaan dari rakyat (Caesarismus). Pemerintahan Caesar yakni mutlak atau absolut.
3) Adanya kodifikasi hukum.
Undang-undang di Romawi dinamakan Lex Regia.
d. Tipe Negara Abad Pertengahan
Ciri khas tipe negara pada kala pertengahan yakni :
1. Teokratis
2. Feodalisme
3. Dualisme dalam bernegara, yaitu dualisme (pertentangan) antara:
a) Penguasa dengan rakyat.
b) Pemilik dan penyewa tanah (yang menimbulkan timbulnya feodalisme).
c) Negarawan dan gerejawan (yang menimbulkan sekularisme).
Akibat adanya dualisme ini timbul keinginan dari rakyat untuk membatasi hak dan kewajiban raja dan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh aliran monarchomachen (golongan anti raja yang mutlak). Perjanjian yang mereka sepakati diletakkan dalam leges fundamentalis yang berlaku sebagai undang-undang.
e. Tipe Negara Modern
Ciri-ciri negara modern yakni :
1. Berlakunya asas demokrasi
Kedaulatan ada di tangan rakyat dan demokrasi memakai sistem dan forum perwakilan.
2. Dianutnya paham negara hukum
3. Susunan negaranya yakni kesatuan.
Di dalam satu negara hanya ada satu pemerintahan,yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.
2. Tipe Negara Ditinjau Dari Sisi Hukum.
Jika ditinjau dari sisi aturan maka penggolongan tipe negara didasarkan pada hubungan antara penguasa dan rakyat. Tipe negara sanggup dibedakan dalam :
a. Tipe Negara Policie (Polizei Staat)
Pada tipe ini negara bertugas menjaga tata tertib, dengan kata lain negara penjaga malam. Pemerintahan bersifat monarchi absolut.
Pengertian policie meliputi dua arti, yaitu :
1) Penyelenggara negara positif (bestuur)
2) Penyelenggara negara negatif (menolak ancaman yang mengancam negara)
b. Tipe Negara Hukum (Rechstaats)
Istilah negara aturan merupakan terjemahan dari rechstaat. Istilah rechtstaat mulai terkenal di Eropa semenjak kala XIX. Konsep rechtstaat lahir dari suatu usaha menentang absolutisme.
Ciri-ciri rechtstaat yakni :
1) Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis perihal hubungan antara penguasa dengan rakyat.
2) Adanya pembagian kekuasaan negara.
3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri tersebut memperlihatkan bahwa ide pokok dari rechstaat yakni adanya legalisasi dan proteksi terhadap hak asasi insan yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan disalahgunakan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara aturan berarti suatu negara yang di dalam daerahnya yakni :
1) Semua alat-alat perlengkapan negara dalam tindakannya baik terhadap warganegara maupun dalam hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain tidak boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Semua penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan aturan yang berlaku.
Jika dilihat dari segi ilmu politik, Franz Magnis Suseno mengambil 4 ciri negara aturan yaitu :
1) Kekuasaan dijalankan sesuai dengan aturan positif yang berlaku.
2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif.
3) Berdasarkan sebuah Undang-Undang Dasar yang menjamin HAM.
4) Menurut pembagian kekuasaan.
Salah satu asas penting dalam negara aturan yakni asas legalitas. Substansi dari asas legalitas yakni menghendaki supaya setiap tindakan badan/pejabat manajemen harus berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-undang maka badan/pejabat manajemen tiak berwenang melaksanakan suatu tindakan yang sanggup menghipnotis atau mengubah keadaan aturan warga negaranya.
Asas legalitas berkaitan erat dengan dua gagasan, yaitu :
1) Gagasan demokrasi
Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan banyak sekali keputusan mendapat persetujuan dari wakil rakyat.
2) Gagasan negara hukum.
Gagasan negara aturan menuntut supaya penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memperlihatkan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan paham kedaulatan aturan dan paham kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip monodualistis yang sifat hakikatnya konstitutif.
Menurut Indroharto, penerapan asas legalitas akan menunjang berlakunya kepastian aturan dan berlakunya persamaan perlakuan.
Ada tiga bentuk tipe negara aturan :
1) Tipe Negara Hukum Liberal
Tipe negara ini menghendaki supaya negara berstatus pasif, artinya yakni bahwa warga negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak harus sesuai dengan hukum. Kaum liberal menghendaki agar antara penguasa dan rakyat harus ada persetujuan dalam bentuk hukum.
2) Tipe Negara Formil
Yaitu negara hukum yang mendapat ratifikasi dari rakyat. Segala tindakan penguasa memerlukan suatu bentuk aturan tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara aturan formil disebut pula sebagai negara demokratis yang berlandaskan negara hukum.
Menurut Stahl, negara aturan formil harus memenuhi empat unsur,yaitu :
a) Harus ada jaminan terhadap hak asasi manusia
b) Adanya pemisahan kekuasaan
c) Pemerintahan didasarkan pada undang-undang
d) Harus ada peradilan administrasi.
3) Tipe Negara Hukum Materiil
Negara aturan materiil merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara aturan formil. Jika pada negara aturan formil tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang (asas legalitas) maka dalam negara aturan materiil untuk kepentingan warga negara dalam hal keadaan yang mendesak maka penguasa dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang (asas opportunitas).
c. Tipe Negara Kemakmuran
Pada tipe negara kemakmuran,negara mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat. Dalam negara kemakmuran, negara merupakan satu-satunya alat untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat. Negara aktif menyelenggarakan kemakmuram untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara.
Jadi, pada tipe negara ini maka kiprah negara semata-mata yakni menyelenggarakan kemakmuran untuk rakyat semaksimal mungkin.
TIPE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Dalam sejarah teori ketatanegaraan tersebut kita sanggup menemukan tipe negara modern yaitu adanya demokrasi perwakilan dan merupakan bangunan negara aturan yang demokratis. Bentuk negara aturan yang demokratis (democratische-rechstaat/welfare state) menjadi cita-cita seluruh negara modern ketika ini.
Berdasarkan karakteristik tipe negara tersebut maka kita sanggup menyimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara modern. Konstitusi negara Republik Indonesia yang telah diamandemen dalam Pasal 1 ayat (1,2 dan 3) telah dengan terperinci menyebutkan karakteristik impian negara modern tersebut, yaitu :
Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945
(1) Negara Indonesia yakni negara kesatuan yang berbentuk republik
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang Dasar.
(3) Negara Indonesia yakni negara hukum.
Selain itu, alasan bahwa Indonesia sanggup dikategorikan sebagai negara modern yakni sebagai berikut :
1. Negara RI tidak mempunyai ciri-ciri seperti yang terdapat dalam tipe negara Timur Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno dll yang berciri teokrasi, absolut, negara kota dengan demokrasi langsung, kerajaan yang adikara atau feodalistis.
2. Konstitusi negara RI baik sebelum maupun setelah amandemen telah mencanangkan adanya demokrasi perwakilan dan berupaya membuat bangunan negara aturan yang demokratis.
Pemilihan presiden secara eksklusif dalam sistem pemilu di Indonesia tidak berarti bahwa kita melaksanakan demokrasi secara langsung. Wujud demokrasi eksklusif yang sesungguhnya yakni dengan sistem referendum dimana rakyat terlibat secara eksklusif dan merupakan subjek yang eksklusif memutuskan banyak sekali kebijakan.
Dalam sistem pemilu di Indonesia, rakyat menentukan presiden secara eksklusif namun presiden yang nanti terpilihlah yang bertindak sebagai direktur yang akan memutuskan kebijaksanaan yang akan dijalankan dalam pemerintahan. Oleh lantaran itu lebih tepat bila Indonesia menjalankan demokrasi perwakilan atau menjalankan republik.
3. Negara RI mensyaratkan rakyat untuk pada aturan dan nilai-nilai Ketuhanan yang dianutnya. Hal ini memunculkan konsep bahwa negara kita berciri negara nomokratis yaitu nomokratis Pancasila. Nomokratis → nomoi (hukum) dan kratein (pemerintahan atau kekuasaan).
Penegasan Indonesia sebagai negara aturan terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandement yaitu Negara Indonesia yakni negara hukum. Konsekuensi dari negara aturan yakni bahwa seluruh sikap, kebijakan, sikap alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai hukum. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
Dengan demikiran sanggup disimpulkan bahwa dalam teori tipe-tipe utama negara yang berkembang dalam sejarah kita sanggup mengetahui bahwa negara RI dikonstruksikan untuk menjadi negara modern, yaitu negara aturan yang demokratis dan merupakan nomokrasi Pancasila.
BAB VIII
TEORI BENTUK NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN
A. BENTUK NEGARA
Bentuk negara menyatakan susunan atau organisasi negara secara keseluruhan, mengenai struktur negara yang meliputi segenap umsur-unsurnya, yaitu daerah, bangsa dan pemerintahan. Bentuk negara melukiskan dasar negara, susunan dan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ tertinggi di negara itu itu dan kedudukan masing-masing organ dalam kekuasaan negara. Teori bentuk negara bermaksud membahas sistem penjelmaan politis dari unsur-unsur negara.
1. Monarchie
Monarchie (Kerajaan, Kesultanan, Kekaisaran) ialah negara yang dikepalai oleh seorang raja, bersifat turun temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain raja, kepala negara monarki sanggup berupa Kaisar (Kaisar Jepang dan China sebelum dijajah Inggris), Syah (Syah Iran) dan Sultan (Sultan Brunei).
Bentuk negara monarki sanggup dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Monarki Mutlak (Absolut)
Yaitu seluruh kekuasaan negara berada di tangan raja dimana raja mempunyai kekuasaan dan wewenang mutlak dan tidak terbatas.
Misalnya :
1) Prancis di bawah Louis XIV dan XVI
2) Spanyol di bawah Raja Philip II
3) Rusia di bawah Tsar Nicholas
b. Monarki Terbatas (Monarki Terbatas/Monarki dengan undang-undang).
Yaitu suatu negara monarki dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi/UUD.
Misalnya :
1) Kerajaan Inggris dengan konstitusinya yang bersumber pada kebiasaan (konvensi).
b) Monarki Parlementer
Yaitu suatu monarchi dimana terdapat suatu parlemen dimana para menteri bertanggung jawab sepenuhnya.
Contoh : Kerajaan Belanda.
2. Republik
Republik berasal dari bahasa latin, respublica yang artinya kepentingan umum.
Negara republik yakni negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Presiden sebagai kepala negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu (Di AS, presiden menjabat selama 4 tahun dan di Indonesia selama 5 tahun).
Negara yang berbentuk republik contohnya yakni Republik Indonesia, Republik Filipina, Republik Rakyat China.
Macam-macam bentuk republik :
a. Republik dengan sistem pemerintahan secara eksklusif (system referendum) → Yunani Kuno dan Romawi Kuno.
b. Republik dengan sistem pemerintahan perwakilan rakyat (system parlementer) → Republik Indonesia pada ketika berlakunya Undang-Undang Dasar 1950.
c. Republik dengan sistem pemisahan kekuasaan (system presidensil) → Republik Indonesia.
Pendapat beberapa hebat perihal bentuk negara yakni sebagai berikut :
1. Niccolo Machiavelli
Dalam bukunya Il Principe (Sang Raja), Niccolo Machiavelli menyatakan bahwa bentuk negara yakni republik dan monarki.
2. Jellinek
Dalam bukunya Algemeine Staatslehre, Jellinek membedakan bentuk negara monarki dan republik berdasarkan pembenukan kemauan negara.
Bila pembentukan kemauan negara ditentukan oleh seorang saja maka bentuk negaranya yakni monarki. Sedangkan bila kemauan negara ditentukan oleh lebih dari satu orang maka negara yang terbentuk yakni republik.
Namun, bila bertitik tolak pada pendapat Jellinek, maka negara Inggris, Swedia, Norwegia, Denmark, Nederland dan Belgia harus dikategorikan sebagai negara republik lantaran negara-negara tersebut terbentuk lantaran kemauan orang banyak, namun kenyataannya menurut HTN, negara-negara tersebut berbentuk monarki.
Dengan demikian, alasan Jellinek kurang sanggup diterima.
3. Leon Duguit
Dalam bukunya, Traitede Droit Constitutionel, ia beropini bahwa untuk menentukan apakah suatu negara berbentuk republik atau monarki adalah dengan memakai ’cara penunjukkan/pengangkatan kepala negara’.
Jika kepala negara diangkat berdasarkan keturunan maka bentuk negaranya yakni monarki. Sedangkan bila kepala negara diangkat berdasarkan pemilihan maka bentuk negaranya yakni republik.
4. Otto Koellreuter
Otto memakai ukuran kesamaan dan ketidaksamaan dalam membedakan bentuk negara. Sebenarnya ia oke dengan Duguit tetapi lantaran ia seorang fasis Jerman,maka Ia membagi negara ke dalam tiga bentuk, yaitu :
Monarki
Monarki yakni suatu negara yang diperintah oleh suatu dinasti, dimana kepala negara diangkat berdasarkan keturunan. Oleh lantaran itu ia beranggapan bahwa pada dasarnya yakni ketidaksamaan lantaran tidak setiap orang sanggup menjadi kepala negara.
Republik
Bentuk republik didasarkan pada asas kesamaan, kepala negara diangkat berdasarkan kemauan orang banyak dan setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menjadi kepala negara. Kepala negara dalam negara republik tidak diangkat berdasarkan keturunan atau kepribadian melainkan lantaran kemauan rakyat secara politis dan kenegaraan.
Autoritaren Fuhrerstaat
Kepala negara dalam Autoritaren Fuhrerstaat diangkat atas dasar pikiran bahwa yang sanggup berkuasa disebut ’ger Gedanken der staatsautoritat.
Makara dalam Autoritaren Fuhrerstaat, dasar ukurannya yakni ketidaksamaan. Namun, asas ketidaksamaannya berbeda dengan monarki. Asas ketidaksamaan dalam monarki bertitik tolak pada keturunan atau dinasti. Sedangkan pada Autoritaren Fuhrerstaat, ketidaksamaannya bertitik tolak pada pikiran yang sanggup menguasai negara.
5. Aristoteles
Aristoteles membedakan bentuk negara berdasarkan ukuran kuantitas untuk bentuk ideal dan ukuran kualitas untuk bentuk pemerosotan.
Menurut Aristoteles, bentuk negara dibedakan dalam :
Monarki
Apabila yang memerintah satu orang untuk orang banyak maka bentuk negaranya yakni monarki, bila merosot dimana ia memerintah berdasarkan kepentingan sendiri maka bentuknya yakni diktatur atau tirani.
Aristokrasi
Bila negara diperintah oleh beberapa orang untuk kepentingan orang banyak maka bentuk negara tersebut yakni aristokrasi. Pemerosotan dari bentuk aristokrasi yakni bila beberapa orang memerintah untuk kepentingan golongan sendiri maka bentuk negara menjadi oligarkhi, sedangkan bila untuk kepentingan orang kaya maka dinamakan plutokrasi.
Aristokrasi yakni negara yang pimpinan tertingginya dipegang oleh beberapa orang, biasanya dari golongan feodal, golongan yang berkuasa.
Golongan orang yang memegang kekuasaan sanggup dibedakan berdasaran :
1) Kelahiran (kebangsawanan)
2) Umur
3) Hak milik atas tanah
4) Kekayaan
5) Kerajinan
6) Pendidikan
7) Fungsi militer dll.
Politiea
Jika yang memerintah seluruh orang dan demi kepentingan seluruh orang pula maka bentuk negaranya yakni politiea. Jika merosot menjadi perwakilan maka bentuk negaranya dinamakan demokrasi.
6. Polybios
Menurut Polybios, demokrasi merupakan bentuk ideal sedangkan bentuk pemerosotannya yakni ochlocratie atau mobocratie.
Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratein (kekuasaan).
Demokrasi yakni suatu negara dengan pemerintahan yang tertinggi terletak di tangan rakyat dan setiap gerak langkah negara ditentukan oleh rakyat.
Syarat-syarat demokrasi antara lain yakni :
Macam-macam bentuk demokasi yakni :
a. Demokrasi Langsung
Yaitu negara demokrasi dimana semua warga negara ikut secara eksklusif menentukan serta ikut memikirkan jalannya pemerintahan.
Misalnya : Yunani Kuno, New England.
b. Demokrasi Perwakilan
Yaitu suatu negara demokrasi dimana tidak semua warga negaranya diikutsertakan secara eksklusif dalam pemerintahan tetapi mereka menentukan wakil-wakil mereka yang duduk dalam badan-badan perwakilan (parlemen).
Misalnya : USA dengan parlemennya, Indonesia dengan DPR-nya.
7. C.F. Strong
Ia mengemukakan adanya 5 kriteria untuk melihat bentuk negara, yaitu :
Melihat negara tersebut, bagaimana bangunannya, apakah kesatuan atau negara serikat.
Melihat bagaimana konstitusinya.
Melihat tubuh eksekutifnya, apakah bertanggung jawab kepada parlemen atau tidak.
Mengenai tubuh perwakilan, bagaiaman disusunnya dan siapa saja yan berhak duduk di badan perwakilan tersebut.
Bagaimana aturan yang berlaku di negara tersebut.
B. BENTUK PEMERINTAHAN
Teori mengenai bentuk pemerintahan meninjau bentuk negara secara yuridis. Bermaksud untuk mengungkapkan sistem yang menentukan hubungan antara alat-alat perlengkapan negara dalam menentukan kebijakan negara. Hal ini sanggup ditemui dalam konstitusi negara.
Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu :
1. Sistem
Menurut Carl J. Friedrich, sistem yakni suatu keseluruhan terdiri dari beberapa serpihan yang mempunyai hubungan fungsional baik diantara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya. Sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian. Akibatnya, jika salah satu serpihan tidak bekerja dengan baik akan menghipnotis keseluruhannya.
2. Pemerintahan
Pemerintahan yakni segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri.
Oleh lantaran itu bila kita membicarakan perihal sistem pemerintahan pada dasarnya yakni membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Pada dasarnya sistem pemerintahan sanggup dibedakan dalam :
1. Sistem Parlementer
Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara direktur dan legislative (badan perwakilan) mempunyai hubungan yang erat. Hal ini disebabkan lantaran adanya pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen. Setiap kabinet yang dibuat harus mendapat dukungan kepercayaan dengan bunyi terbanyak dari parlemen. Dengan demikian kebijakan parlemen atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.
Ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer yakni :
a. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dibuat oleh atau atas dasar kekuatan dan atau kekuasaan-kekuasaan yang menguasai parlemen.
b. Para kabinet mungkin seluruhnya atau para anggota kabinet mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen.
c. Kabinet dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen.
d. Kepala negara dengan saran PM sanggup membubarkan kabinet.
e. Kekuasaan kehakiman secara prinsipil tidak digantungkan kepada forum direktur dan legislatif.
2. Sistem Presidensiil
Adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan direktur tidak bertanggung jawab kepada tubuh perwakilan rakyat. Dengan kata lain kekuasaan direktur berada di luar pengawasan parlemen.
Ciri-ciri pemerintahan presidensiil :
a. Presiden yakni kepala direktur yang memimpin kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus merupakan kepala negra (lambang negara) dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan niscaya oleh UUD.
b. Presiden tidak dipilih oleh parlemen tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh lantaran itu ia bukan serpihan dari parlemen ibarat dalam sistem pemerintahan parlementer.
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen dan tidak sanggup dijatuhkan oleh tubuh legislatif. Sebaliknya, Presiden tidak sanggup membubarkan legislatif.
d. Komparasi Sistem Pemerintahan Parlementer dengan Sistem Pemerintahan Presidensiil
Perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut disebabkan lantaran perbedaan latar belakang sejarah politik masing-masing negara.
Secara umum perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut yakni :
Sistem Pemerintahan
Parlementer
Sistem Pemerintahan
Presidensiil
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari bentuk negara monarki yang kemudian mendapat dampak dari pertanggungjawaban menteri. Raja berfungsi sebagai faktor stabilisasi bila terjadi perselisihan antara direktur dan legislatif.
Misalnya : kerajaan Inggris, Belanda, Perancis.
2 Keuntungan
Penyesuaian antara pihak direktur dan legislatif sanggup lebih gampang dicapai.
3. Kelemahan
a. Pertentangan antara direktur dan legislatif sanggup terjadi sewaktu-waktu, menimbulkan kabinet harus mengundurkan diri dan risikonya pemerintahan tidak stabil.
b. Sebaliknya, Presiden sanggup membubarkan legislatif.
c. Pada sistem parlementer dengan multi partai (kabinet koalisi) apabila terjadi mosi tidak percaya dari beberapa partai politik sehingga sering terjadi pergantian kabinet.
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari keinginan untuk melepaskan diri dominasi kekuasaan raja dengan mengikuti pedoman Montesquieu dengan pedoman Trias Politika.
Misalnya : negara USA timbul sebagai reaksi kebencian terhadap raja George III (Inggris).
2. Keuntungan
Pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil.
3. Kelemahan
Dapat terjadi kemungkinan tujuan negara yang telah ditetapkan oleh direktur berbeda dengan legislatif.
3. Sistem Quasi
Sistem pemerintahan quasi merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Dalam sistem ini dikenal dua macam quasi, yaitu :
a. Quasi Presidensiil
Presiden merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensiil) tetapi ia bertanggung jawab kepada forum dimana ia bertanggung jawab sehingga forum ini (legislatif) sanggup menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem parlementer).
Misalnya : sistem pemerintahan Republik Indonesia.
b. Quasi Parlementer
4. Sistem Referendum
Referendum yakni suatu acara politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memperlihatkan keputusan oke atau tidak oke terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh parlemen atau oke atau tidak oke terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat.
Sistem referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensiil) dan sistem presidensiil murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam sistem ini kontradiksi antara eksekutif dan legislatif jarang terjadi.
Berkaitan dengan pengawasan rakyat dalam bentuk referendum maka dikenal tiga macam sistem referendum, yaitu :
a. Referendum Obligator
Jika persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam suatu pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan mengikat rakyat seluruhnya. Misalnya : persetujuan yang dibuat oleh rakyat dalam pembuatan UUD.
b. Referendum Fakultatif
Sekelompok masyarakat berhak untuk meminta disahkannya suatu undang-undang (melalui referendum) yang telah dibuat oleh parlemen setelah diumumkan. Hal ini biasanya dilakukan terhadap undang-undang biasa.
c. Referendum consultatif
Yaitu referendum untuk soal-soal tertentu yang teknisnya rakyat tidak tahu.
Keuntungan dari sistem referendum yakni bahwa dalam setiap kasus negara, rakyat ikut serta menanggulanginya dan kedudukan pemerintah stabil sehingga pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Kelamahan dari sistem referendum yakni bahwa rakyat tidak bisa menuntaskan setiap kasus yang timbul lantaran untuk mengatasi suatu problem diharapkan pengetahuan yang luas dari rakyat. Selain itu, sistem ini tidak sanggup dilaksanakan bila banyak terdapat perbedaan faham antara rakyat dan direktur yang menyangkut kebijaksanaan politik.
Contoh sistem pemerintahan referendum yakni Swiss.
C. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Sistem Pemerintahan Pra-Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
a. Sistem Pemerintahan Menurut Sifatnya
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan Indonesia yakni presidensiil, namun bukan sistem presidensiil yang murni bila diukur dari syarat-syarat yang harus ada dalam sistem presidensiil.
Pasal 4 dan 17 Undang-Undang Dasar 1945 memperlihatkan bahwa pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensiil dimana presiden menjadi kepala direktur (pemerintahan) dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Namun, bila dilihat dari Pasal 5 ayat (1) dan dalam kaitannya dengan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan presidensiil tersebut tidak sepenuhnya presidensiil lantaran berdasarkan pasal tersebut presiden dan dewan perwakilan rakyat bersama-sama membuat UU. Hal ini berarti bahwa sistem presidensiil di Indonesia tidak berdasarkan pelaksanaan pedoman Trias Politika.
Ciri-ciri parlementer yang ada pada pemerintahan di Indonesia :
1. Pertanggung tanggapan Presiden kepada MPR
2. Kedudukan Presiden sebagai mandataris pelaksana GBHN
Dengan demikian berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan di Indonesia yakni presidensiil lantaran presiden yakni direktur dan menteri-menteri yakni pembantu presiden. Tetapi bila dilihat dari sudut pertanggungjawaban presiden kepada MPR maka direktur sanggup dijatuhkan oleh forum negara lain (kepada siapa presiden bertanggung jawab, hal ini merupakan ciri pemerintahan parlementer). Maka sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sanggup disebut quasi presidensiil.
b. Sistem Pemerintahan Menurut Pembagian Kekuasaan
Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan Trias Politika sebagaimana diajarkan oleh Montesquieu, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan, lantaran :
1) UUD 1945 tidak membatasi secara tegas bahwa setiap kekuasaan harus dilakukan oleh satu organ/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
2) UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi atas tiga serpihan saja.
3) UUD 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan oleh MPR (Pasal 1 ayat 2) kepada lembagalembaga negara lainnya.
Undang-Undang Dasar 1945 memutuskan 4 kekuasaan dan 7 forum negara, yaitu :
1) Kekuasaan eksaminatif (Inspektif) → BPK
2) Kekuasaan legislatif → DPR, DPD
3) Kekuasaan direktur (pemerintahan negara) → Presiden dan Wakil Presiden.
4) Kekuasaan yudikatif (kehakiman) → MA (Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi) dan MY (Mahkaham Yudikatif)
Lembaga-lembaga lain yang tidak diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 termasuk dalam organisasi pemerintahan yang disebut sebagai forum pemerintah (regering-organen) dan forum manajemen negara (administrative-organen). Misalnya Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa.
c. Pokok Pikiran Pemerintahan Negara Indonesia Menurut Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
Sistem pemerintahan di Indonesia yakni presidensiil. Hal ini dijelaskan secara sistematis dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat 7 buah kunci pokok, yaitu :
1) Indonesia yakni negara yang berdasar atas aturan (rechstaat)
Negara Indonesia yakni negara yang berdasar atas aturan dan bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa negara dalam melaksanakan tindakan apapun harus selalu dilandasi oleh aturan atau segala tindakannya harus sanggup dipertanggung jawabkan secara hukum.
Negara aturan yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah negara aturan dalam arti formal (sebagai polisi kemudian lintas atau penjaga malam) tetapi negara aturan dalam arti material (dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2) Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak tak terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa pemerintahan negara dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga oleh ketentuan aturan yang merupakan produk konstitusional lainnya ibarat GBHN, UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan menegaskan sistem negara hukum.
Berdasarkan kedua sistem ini diharapkan sanggup tercapai mekanisme hubungan kiprah dan aturan antara lembaga-lembaga negara yang sanggup menjamin terlaksananya sistem itu sendiri.
3) Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai kiprah dan wewenang, yaitu :
a) Menetapkan UUD dan GBHN.
b) Memilih dan mengangkat Presiden dan Wapres.
Majelis mengangkat dan melantik Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara, oleh lantaran itu Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
4) Presiden yakni penyelenggaran pemerintahan negara yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden yakni penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan tanggung jawab ada pada Presiden (concentration of power and responsibility upon the President).
5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan dewan perwakilan rakyat tetapi Presiden tidak bertanggun jawab kepada DPR,artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan dari dewan perwakilan rakyat untuk membentuk UU serta memutuskan APBN.
Presiden tidak sanggup membubarkan dewan perwakilan rakyat dan DPRpun tidak sanggup menjatuhkan presiden.
6) Menteri Negara yakni pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung pada dewan perwakilan rakyat tetapi pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan wewenang sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden.
Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, menteri-menterilah yang bahu-membahu menjalankan pemerintahan di bidangnya masing-masing.
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator lantaran ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
Sistem Pemerintahan Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
a. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945
Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 terjadi setelah timbulnya tuntutan reformasi, yang diantaranya berkaitan dengan reformasi konstitusi (constitutional reform)
Sebelum terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan dan kekuasaan presiden sangat dominan. Hal ini terlihat dalam kurun waktu demokrasi terpimpin 1959-1967 dimana MPR (S) yang merupakan forum tertinggi dikendalikan oleh presiden. Sedangkan dalam kurun waktu 1967-1998, dewan perwakilan rakyat yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hak inisiatif (mengajukan usul RUU) tidak sanggup melaksanakan haknya lantaran semua RUU berasal dari pemerintah.
Oleh lantaran itu, amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan dengan tujuan untuk :
1) Mengurangi/mengendalikan kekuasaan presiden.
2) Mengembalikan hak legislasi kepada DPR, sedangkan presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR.
b. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945
Perubahan kedua terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi pemerintahan daerah, wilayah negara, warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara, bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan, serta DPR, khususnya perihal keanggotaan, fungsi, hak maupun perihal tata cara pengisiannya. Berkaitan dengan pengisian keanggotaan DPR, maka semua anggota dewan perwakilan rakyat dipilih secara eksklusif oleh rakyat.
c. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945
Perubahan ketiga dilakukan berdasarkan teori konstitusi, terhadap susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar. Dari perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 terlihat bahwa sistem pemerintahan yang dianut yakni sistem pemerintahan pr esidensiil.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil terlihat pada :
1) Prosedur pemilihan presiden dan wakil presiden
2) Pertanggung tanggapan presiden dan wakil presiden atas kinerja kerjanya sebagai forum eksekutif.
d. Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945
Ada sembilan item pasal substansial pada perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945, antara lain :
1) Keanggotaan MPR
Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota dewan perwakilan rakyat dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang keberadaannya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur utusan tempat dan ABRI melalui proses pengangkatan, bukan pemilihan.
2) Pemilihan Presiden dan Wapres tahap kedua
3) Kemungkinan Presiden dan Wapres berhalangan tetap.
4) Kewenangan Presiden
Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara mengalami perubahan mendasar dimana setiap kebijakan Presiden harus mendapat persetujuan atau sepengetahuan DPR.
Perubahan keempat ini membatasi kewenangan Presiden yang sebelumnya.
5) Keuangan negara dan bank sentral
6) Pendidikan dan kebudayaan
7) Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
8) Aturan tambahan dan aturan peralihan
9) Kedudukan klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terjadi pada perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, eksklusif atau tidak eksklusif menghipnotis sistem pemerintahan, diantaranya pada :
Konsep Negara Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen mempertegas deklarasi negara hukum, dari yang semula hanya ada dalam Penjelasan, menjadi serpihan dari Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Implementasi ketegasan konsep negara aturan Indonesia yakni sistem pemilihan umum secara eksklusif oleh rakyat sehingga mereka bebas dalam menentukan sikap dan pendapatnya.
Menurut Oemar Seno Adji, pemilu yang bebas merupakan hal yang sangat mendasar bagi negara aturan lantaran melalui pemilu langsung, akuntabilitas anggota parlemen semakin tinggi.
Kedudukan Presiden
Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan dan kekuasaan Presiden sangat dominan, terutama dalam praktek penyelenggaraan negara. Dengan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 maka kekuasaan Presiden dikurangi dengan mengembalikan kekuasaan legislatif kepada DPR. Selain itu, periodisasi forum kepresidenan dibatasi secara tegas, dimana seseorang hanya sanggup dipilih sebagai Presiden maksimal untuk dua kali periode jabatan.
Sistem Pemerintahan
Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen memutuskan dengan terperinci mengenai sistem presidensiil dalam sistem pemerintahan.
Menurut Sri Soemantri, ciri-ciri sistem presidensiil dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen antara lain yakni :
1) Presiden dan Wapres dipilih dalam satu pasangan secara eksklusif oleh rakyat.
2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR lantaran forum ini tidak lagi bertindak sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
Kedudukan MPR dan DPR
Melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai forum tertinggi negara dan pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi.
Hal ini berimplikasi pada kewenangan MPR yang dulu mempunyai kedudukan strategis, melalui amandemen maka kewenangannya menjadi :
1) Mengubah dan memutuskan UUD
2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden
3) Memberhentikan Presiden dan atau Wapres dalam masa jabatannya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
D. SUSUNAN NEGARA
Susunan negara menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan dengan tidak menyinggung struktur tempat maupun bangsa.
Susunan negara juga menyangkut bentuk negara yang ditinjau dari segi susunannya yaitu berupa :
1. Negara kesatuan à yaitu negara yang bersusunan tunggal.
2. Negara Federasi à yaitu negara yang bersusunan jamak.
a. Negara Kesatuan
Negara kesatuan disebut juga uniterisme atau eenheistaat, yaitu suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah yaitu pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah yang mengatur seluruh daerah. Makara tidak terdiri dari beberapa negara yang berstatus negara serpihan (deelstaat) atau negara dalam negara.
Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintah dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di tempat serta di dalam atau di luar negeri.
Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, kesatuan (unity) dan monosentris (berpusat pada satu).
Macam-macam negara kesatuan :
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi maka semua urusan diurus oleh pemerintah pusat. Pemerintah tempat tidak mempunyai hak untuk mengatur daerahnya, pemerintah tempat hanya melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Contoh : Jerman di bawah Hitler.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi maka kepada tempat diberi kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. (otonomi daerah).
Contoh : Republik Indonesia.
2. Negara Federasi
Federasi berasal dari kata feodus yang berari perjanjian atau persetujuan.
Dalam negara federasi atau negara serikat (bondstaat/bundesstaat) merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, dimana ikatan tersebut akan mewakili mereka secara keseluruhan. Makara merupakan suatu negara serpihan yang masing-masing tidak berdaulat, lantaran yang berdaulat yakni persatuan dari negara-negara tersebut yaitu negara serikat (pemerintah federal).
Jadi, awalnya masing-masing negara serpihan tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan dalam suatu negara serikat maka negara yang tadinya berdiri sendiri, kini menjadi negara serpihan dan melepaskan sebagian kekuasaan yang dimilikinya dan menyerahkannya kepada negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan disebutkan satu demi satu sehingga hanya kekuasaan yang disebutkan saja yang diserahkan kepada negara serikat (delegated powers). Umumnya, kekuaaan yang diserahkan yakni hal-hal yang bekerjasama dengan luar negeri, pertahanan negara, keuangan dan pos.
Dengan demikian kekuasaan yang diberikan bersifat terbatas lantaran kekuasaan yang orisinil tetap ada pada negara bagian.
Anggota-anggota federasi tidak berdaulat dalam arti yang sesungguhnya lantaran federasilah yang berdaulat. Anggota suatu federasi disebut negara serpihan (deelstaat, state, anton, lander).
Bentuk negara federasi tidak dikenal pada zaman kuno maupun kala pertengahan, namun gres dikenal sekitar tahun 1787 ketika pembentuk konstitusi Amerika Serikat menentukan federasi sebagai bentuk pemerintahan mereka.
Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Institution diharapkan dua syarat untuk mewujudkan suatu negara federasi, yaitu :
a. Harus ada perasaan nasional (a sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan politik yang hendak berfederasi.
b. Harus ada keinginan dari anggota-anggota kesatuan politik akan persatuan (union).
Selain itu, negara federasi memiliki tiga ciri khas, yaitu :
a. Adanya supremasi konstitusi federasi.
b. Adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) antara negara serpihan dengan negara federal.
c. Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menuntaskan sengketa yang mungkin timbul antara negara serpihan dengan negara federal.
E. APLIKASI DI INDONESIA
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : ”....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada.....”
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 : ”Indonesia yakni negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Kemudian, sesuai dengan musyarawarah Badan PPKI menyimpulkan bahwa bentuk negara yakni republik. Hal ini sanggup dilihat dari beberapa definisi, yaitu :
1. Bentuk negara bukan monarki (kerajaan) → Pasal 1 ayat (1) : ”Negara Indonesia yakni negara kesatuan yang berbentuk republik dan bukan kerajaan.
2. Kepala negara dipilih dan tidak turun temurun → Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 : ”Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat dan tidak turun termururun.
3. Masa jabatan kepala negara ditentukan dalam jangka waktu tertentu → Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 : Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun.
BAB IX
TEORI KEDAULATAN
Teori kedaulatan (Souvereiniteit) pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Kedaulatan yakni kekuasaan tertinggi untuk menentukan aturan dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan yakni tunggal, orisinil dan tidak terbagi.
Setiap masyarakat dalam suatu negara mengakui adanya kekuasaan yang paling tinggi dalam hidup mereka kekuasaan tertinggi inilah yang mendominasi hidup mereka, menjadi alasan yang menguasai hidup mereka. Demikian pula dengan suatu negara yang merupakan pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan yakni kemampuan seseorang atau golongan untuk sanggup merubah sikap dari kebiasaan orang lain.
Pada intinya, hanya ada tiga hal yang dianggap berdaulat dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu :
1. Tuhan
Tuhan dikatakan mempunyai kekuasaan tertinggi atau berdaulat lantaran Tuhanlah yang membuat segala sesuatu dan berkuasa atas segala sesuatu.
2. Raja
Raja dikatakan berdaulat lantaran secara kasatmata sanggup memerintah dan mengatur rayat yang hidup dalam naungan kekuasaannya secara bijaksana. Namun seringkali kekuasaan raja yang adikara menimbulkan tirani dan menindas rakyat sehingga timbul pemikiran bahwa raja tidak pantas berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya sendiri.
3. Rakyat
Rakyat diletakkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk menghindari penindasan dari raja yang adikara dan orang yang mengatasnamakan agama.
Pada masa renaissance atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua Pedang).
Pemikiran bahwa rakyatlah yang berdaulat menimbulkan wangsit kedaulatan rakyat dan pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi perwakilan). Pelaksanaan teori kedaulatan rakyat berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan pelaksana teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat memunculkan teori kedaulatan negara.
Pada awalnya, dalam Ilmu Negara umum terdapat lima teori kedaulatan namun pada perkembangan terakhir kaum pluralis memunculkan teori kedaulatan plural yang meletakkan kedaulatan secara fungsional kepada beberapa hal/instansi.
Teori kedaulatan yang dikenal ketika ini yakni :
1. Teori Kedaulatan Tuhan à melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi.
2. Teori Kedaultan Raja à melahirkan sifat Monarkis.
3. Teori Kedaulatan Rakyat à melahirkan sifat Demokratis
4. Teori Kedaulatan Negara à melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian.
5. Teori Kedaulatan Hukum à melahirkan sifat Nomokratis (rechstaat dan rule of law).
6. Teori Kedaulatan Pluralis à melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis.
A. TEORI KEDAULATAN TUHAN
Teori Kedaulatan Tuhan menyampaikan bahwa kekuasaan tertinggi dalam satu negara yakni milik Tuhan. Teori ini berkembang pada kala pertengahan (abad V – XV). Perkembangan teori ini berkaitan erat dengan perkembangan agama Kristen yang gres muncul yang diorganisir oleh gereja. Sehingga pada ketika itu ada dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh raja dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh Paus.
Awalnya perkembangan agama Katolik/Kristen ditentang dengan sangat besar lengan berkuasa lantaran bertentangan dengan kepercayaan yang dianut yaitu pantheisme (penyembahan kepada dewa-dewa). Namun pada akhirnya agama Kristen/Katolik sanggup berkembang dengan baik dan bahkan diakui sebagai satu-satunya agama resmi, agama negara.
Sejak ketika itu, gereja mempunyai kekuasaan yang nyata dan sanggup mengatur kehidupan negara, tidak saja yang bersifat keagamaan tetapi juga yang bersifat keduniawian. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan lantaran baik gereja maupun negara kadang kala mengeluarkan peraturan tersendiri untuk mengatasi kasus yang sama. Selama peraturan tersebut tidak bertentangan tentu saja tidak menimbulkan masalah, namun bila peraturan tersebut saling bertentangan maka timbul persoalan, peraturn mana yang akn ditaati.
Penganut teori teokrasi antara lain yakni Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
B. TEORI KEDAULATAN RAJA
Menurut Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam negara ada pada raja lantaran raja yakni wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan di dunia. Oleh lantaran itu raja berkuasa mutlak dan merasa bahwa seluruh tindakannya yakni kehendak Tuhan. teori ini terutama digunakan pada zaman renaissance.
C. TEORI KEDAULATAN NEGARA
Menurut George Jellineck, hukum diciptakan oleh negara. Adanya aturan lantaran adanya negara. Jellineck menyampaikan bahwa hukum merupakan penjelmaan kemauan negara. Negara yakni satu-satunya sumber hukum, oleh lantaran itu kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh negara.
D. TEORI KEDAULATAN HUKUM
Leon Duguit dalam bukunya, Traite de Droit Constitutionel beropini bahwa aturan merupakan penjelmaan dari kemauan negara tetapi negara tunduk pada aturan yang dibuatnya. Menurut Krabbe, yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam negara yakni hukum.
Atas kritik Krabe, Jellineck yang beropini bahwa kekuasaan tertinggi dimiliki oleh negara, mempertahankan pendapatnya dengan mengemukakan teori Selbstbindung yaitu teori yang menyatakan bahwa negara tunduk pada aturan secara sukarela. Tetapi berdasarkan Krabbe, selain negara masih ada faktor kesadaran aturan dan rasa keadilan, dengan demikian, yang berdaulat tetap aturan dan bukan negara.
Paham Krabbe dipengaruhi aliran historis yang dipelopori oleh Von Savigny yang menyatakan bahwa aturan timbul bersama-sama dengan kesadaran aturan masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak negara atau kemauan negara, oleh lantaran itu berlakunya hukum terlepas dari kemauan negara.
E. TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Ajaran dari kaum Monarchomachen khususnya pedoman dari Johannes Althusius diteruska oleh sarjana dari aliran aturan alam, tetapi sarjana dari aliran aturan alam ini mempunyai kesimpulan gres yaitu bahwa semua individu melalui perjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada masyarakat inilah para individu menyerahkan kekuasaannya. Selanjutnya, masyarakat menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja. Makara sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan dari individu-individu tersebut.
Individu-individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari aturan alam. Hukum alam inilah yang menjadi dasar kekuasaan raja. Dengan demikian kekuasaan raja dibatasi oleh aturan alam dan lantaran raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat maka yang memegang kekuasaan tertinggi yakni rakyat. Jadi, yang berdaulat yakni rakyat, raja hanya merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat. Hal ini menimbulkan wangsit gres perihal kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh J.J. Rousseau.
Menurut pendapat Rousseau, rakyat bukanlah penjumlahan dari individu-individu di dalam negara tetapi kesatuan yang dibuat oleh individu-individu dan yang mempunyai kehendak. Kehendak diperoleh dari individu melalui perjanjian masyarakat. Kehendak tersebut oleh Rousseau disebut kehendak umum (volonte generale) yang dianggap mencerminkan kehendak umum.
Jika yang dimaksud rakyat yakni penjumlahan individu-individu dalam negara maka kehendak yang ada padanya bukan kehendak umum (volonte generale) tetapi volonte de tous. Jika pemerintahan negara dipegang oleh beberapa/segolongan orang yang merupakan kesatuan tersendiri dalam negara dan mempunyai kehendak sendiri (volonte de corps), maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte de corps. Jika pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang yang mempunyai kehendak sendiri (volonte particuliere) maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte particuliere. Oleh lantaran itu pemerintahan harus dipegang oleh rakyat, rakyat mempunyai perwakilan dalam pemerintahan supaya volonte generale sanggup terwujud.
Kedaulatan rakyat berdasarkan Rousseau pada prinsipnya yakni cara untuk memecahkan kasus berdasarkan sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum bersifat absurd (hanya khayalan) dan kedaulatan yakni kehendak umum.
Teori kedaulatan rakyat diikuti oleh Immanuel Kant yang menyampaikan bahwa tujuan negara yakni untuk menegakkan aturan dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan disini yakni kebebasan dalam batas perundang-undangan dan yang berhak membuat undang-undang yakni rakyat. Oleh lantaran itu undang-undang merupakan penjelmaan kemauan rakyat sehingga yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau berdaulat yakni rakyat.
F. TEORI KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga menyatakan bahwa : ”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut jelaslah bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Disamping itu, lantaran negara Republik Indonesia menganut demokrasi yang berdasarkan konstitusi (constitutional democracy), maka kedaulatan harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi (menurut UUD).
Frasa ’menurut UUD’ menimbulkan tafsiran lebih lanjut bahwa kedaulatan harus dijalankan berdasarkan pembagian kekuasaan yang ada dalam konstitusi. Kedaulatan harus dijalankan secara fungsional oleh lembaga-lembaga yang disebutkan oleh konstitusi. Hal ini berarti bahwa masing-masing forum menjalankan kedaulatan berdasarkan fungsinya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan tidak lagi berada pada satu forum tetapi secara plural berada pada lembaga-lembaga yang dibuat UUD. Hal inilah yang menimbulkan teori kedaulatan pluralis dimana kekuasaan tertinggi diletakkan berdasarkan fungsi kelembagaan masing-masing, mekanisme hubungan tata kerja antar forum sanggup berjalan dengan demokratis.
Sebagian pakar termasuk Ismail Sunny beropini bahwa selain menganut kedaulatan rakyat, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan dan kedaulatan Hukum sekaligus.
Pernyataan bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan didasarkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (”Atas berkat rahmat Allah). Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini memperlihatkan bahwa seluruh sendi kehidupan negara harus mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan. Pilihan norma dan keputusan politik tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan (ajaran agama) yang diakui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mendudukkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Sedangkan pernyataan bahwa Indonesia menganut teori kedaulatan aturan terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ketiga yang menyatakan bahwa Indonesia yakni negara aturan (rechstaat) dan bukan negara atas kekuasaan belaka (machstaat).
Kesimpulan yang sanggup ditarik yakni bahwa Negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat dan kedaulatan aturan sekaligus. Dalam operasionalisasi kedaulatan, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan pluralis lantaran masing-masing forum berdaulat atas fungsinya yang telah diberikan oleh konstitusi. Dikatakan pluralis lantaran tidak ada lagi forum tunggal yang memegang kedaulatan.
Belum ada Komentar untuk "Makalah Pengertian Ilmu Negara Berdasarkan Para Ahli"
Posting Komentar