Makalah Pilar-Pilar Pelaksanaan Syariat Islam Diaceh - Studi Syariat Islam Di Aceh

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Nanggro Aceh Darussalam di kenal dengan sebutan Serambi Mekkah.Nafas islam sangat menyatu dalam kebiasaan dan budpekerti istiadat budaya orang Aceh,sehingga aktifitas budaya Aceh kerap kali berlandaskan dengan nilai-nilai islam.Dari budaya itulah terbentuk syariat islam yang berlaku di Aceh.Dengan pelaksanaannya yaitu melalui Lima Pilar.
Dan kemudian syariat islam di Aceh sanggup di wujudkan serta di laksanakan apabila dalam diri seseorang atau individu telah tertanamkan iman dan keimanan yang kuat.Semoga dengan bimbingan syariat islam hidup kita semua akan selamat dunia dan akhirat.
Hal ini menciptakan ilham penulis tergugah untuk memberikan dilema perihal syariat islam,khususnya mengenai pilar-pilar dalam syariat islam.
1.2.Rumusan Masalah
1. Jelaskan lima pilar utama pelaksanaan syariat islam di aceh ?
2. Jelaskan lima pilar pendukung pelaksanaan syariat islam di Aceh ?
3. Jelaskan fungsi pilar-pilar pelaksanaan syariat islam di Aceh ?


BAB II
PEMBAHASAN
Syariat islam telah berlaku secara sah atau formal menjadi aturan aktual di Aceh semenjak tahun 2002,mulai tahun ini sudah beberapa Qanun yang di hasilkan,qanun-qanun tersebut yakni Qanun No 11 tahun 2002,akidah,ibadah,dan syiar islam,Qanun No 12 tahun 2003 perihal minuman khamar dan sejenisnya,qanun No 13 2003 perihal maisir (perjudian) dan Qanun No 14 tahun 2003 perihal khalwat atau mesum.

Pilar-pilar utama dalam islam:
A.  Akidah dan Syariah
Secara etimologi iman berdasarkan bahasa berasal dari kata ‘akidah dalam bahasa arab. Dalam istilah islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan sanggup dianggap sebagai salah satu akidah.
Dalam bahasa Arab iman be

B.Akidah,Ibadah dan Akhlak
Sebagai komparasi degan sub judul sebelumnya pilar utama di sini di bagi menjadi tiga,yakni akidah,ibadah dan akhlak.Pembagian dan penamaannya tidak mutlak.Umpamanya,ibadah tidak sanggup bangun sendiri tapi ibadah merupakan kepingan dari syariah.Maka sebagian ulama menyampaikan bahwa islam yakni sebagai kesatuan sistem mempunyai tiga dasar utama yaitu akidah,ibadah dan akhlak.Ketiga hal ini saling berafiliasi satu sama lain.
1).Akidah secara etimologi yakni iman atau keyakinan merupakan sebuah asas dalam kehidupan bermasyarakat.Ungkapan syahadat membebaskan insan dari segala kepatuhan dan pehambaan kepada selain Allah.Mengandung tiga unsur,pertama penolakan segala bentuk yang kuasa selain Allah,menolak loyalitas kepada Allah dan menolak kepatuhan kepada setiap bentuk hukum, tradisi dan nilai yang tidak di izinkan Allah sebagai mana di sebutkan dalam surah al-maidah:44
2)Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk.Sedangkan berdasarkan terminologi ibadah mempunyai banyak definisi,tetapi makna dan maksudnya satu.Definisi itu antara lain adalah
1.Ibadah yakni taat kepada Allah dengan melaksanakan perintahnya melalui verbal para rasulnya
2.Ibadah yakni merendahkan diri kepada Allah,yaitu tingkatan tunduk yang paling tinngi di sertai dengan rasa Mahabbah (kecintaan0 yang paling tinggi
3.Ibadah yakni sebutan yang mencangkup seluruh apa yang dicinta dan di ridhai Allah,baik berupa ucapan atau perbuatan,yang zhair maupun yang bathin.
A.       Aklak mempunyai secara etimologi merupakan bentuk jamak dari kata khuluk,berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai,tingkah laris atau tabiat.Secara terminologi berarti tingkah laris seseorang yang di dorong oleh suatu impian secara sadar untuk melaksanakan perbuatan yang baik.Kata adab di artikan sebagai suatu tingkah laku,tetapi tingkah laris tersebut harus di lakukan secara berulang-ulang tidak hanya cukup sekali melaksanakan perbuatan baik,atau hanya sewaktu-waktu saja.Seseorang sanggup di katakan berakhlak jikalau timbul dengan sendirinya dan di dorong oleh motifasi dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan,pemikiran apalagi pertimbangan yang di ulang-ulang,sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.1999 perihal Pelaksanaan Keistimewaan Aceh dan UU No.11 Tahun 2006 perihal Pemerintahan Aceh, mengamanahkan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dari kasus ibadah (hablumminallah), muamalah (hablumminannas), syiar, pendidikan, jinayah hingga kepada kasus dusturiah. Makara totalitas dari aliran Quran dan Hadis mesti diterapkan secara menyeluruh dan konprehensif di Aceh.
Pada titik ini, proses totalitas aliran Quran dan Hadis akan sanggup diterapkan secara baik dan benar dengan kesiapan semua pihak. Karena itu, semoga syariat Islam tidak dilematis dalam pelaksanaannya, maka ingin mengutarkan bahwa ada tiga komponen penting dalam penegakan syariat Islam di Aceh, yaitu
·         Pemerintah.
·         Individu.
·         dan masyarakat muslim itu sendiri.
Ketiga komponen ini menjadi pilar utama pelaksanaan syariat Islam Aceh. Pada tahun 2001 Pemerintah mendeklarasikan Aceh sebagai wilayah syariat Islam. Pendeklarasian ini memunculkan dua fenomena yaitu menantang dan menarik. Mtimewaan yang ada di Aceh.
Lima Pilar Syariat Islam
Syariat Islam telah berlaku secara sah menjadi aturan aktual di Aceh semenjak tahun 2002, mulai dari tahun ini sudah beberapa qanun yang di hasilkan, qanun-qanun tersebut yakni Qanun Nomor 11 Tahun 2002 perihal Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam, Qanun Nomor 12 Tahun 2003 perihal Minuman Khamar dan sejenisnya, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 perihal Maisir (perjudian) dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 perihal Khalwat (Mesum).
Untuk mempercepat pelaksanaan Syariat Islam,  Prof. Dr. Al Yasa Abubakar, MA sebagai kepala Dinas Syari’at Islam pertama bersama Kabag Litbang dan Program Dinas Syariat Islam yaitu Drs. M. Saleh Suhaidy (alm) menciptakan jadwal Lima Pilar Pelaksanaan Syariat Islam.
Kelima pilar tersebut yakni :
·         Menghidupkan Meunasah
·         Pemberdayaan Zakat
·         Lingkungan Kantor dan Sekolah yang Islami
·         Pengawasan Pelaksanaan Syariat Islam, dan
·         Perluasan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah

1.        Menghidupkan meunasah dan bahkan suami isteri akan melaksanakan shalat jamaah di kebun dan sawah.

Ø   Pengajian TPA san TQA
Di samping menghidupkan meunasah melalui shalat jamaah, dianjurkan di setiap meunasah dan masjid diadakan pengajian untuk setiap tingkat umur, baik belum dewasa dengan TPA dan TQA, maupun sampaumur dan orang tua. Hal ini bertujuan semoga tidak ada lagi orang yang tinggal di Aceh tidak sanggup mengaji dan tidak ada alasan tidak memahami agama Islam.
Sejak adanya jadwal ini banyak diantara mereka yang menjadi Imam Kampong atau meunasah menerima pembinaan manajemen, bagaimana pengelolaan meunasah dan masjid. Sehingga diperlukan meunasah bukan saja sebagai kawasan ibadah shalat tetapi juga sebagai kawasan bermusyawarah dan menjadi forum peradilan adat.
2.             Pemberdayaan Zakat.
wujud dari pemberdayaan zakat yakni terbentuknya Baitul Mal pada tingkat Kampong, Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sumber zakat pada tingkat kampong difokuskan pada hasil pertanian kampong dan usaha-usaha pada tingkat kampong, sedang sumber zakat Baitul Mal Kabupaten adalah  dari hasil perdagangan dan perjuangan pada tingkat Kabupaten/Kota. Dan untuk sumber zakat Baitul Mal Provinsi yakni dari perusahaan yang bergerak pada level Provinsi.
Tugas dari mereka yang menjadi pegawai pada Baitul Mal ditambah dengan Imam Kampong dan tokoh agama, yakni menginpentarisir harta-harta atau kekayaan apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya. Karena berbagai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, namun lantaran ketidak tahuan harta atau ukuran harta yang dikeluarkan zakatnya sehingga mereka tidak mengeluarkan zakat. Seperti petani yang menanam nilam, durian, tomat, cabe/caplak, kol, kentang dan lain-lain. Para petani belum mengetahui apakah semua penghasilan mereka ini dikenai zakat, dan kalau wajib kadarnya berapa, untuk pengetahuan masyarakat terhadap hal tersebut petugan Baitul Mal punya kewajiban dan masyarakat yang tidak memahaminya punya hak untuk bertanya kepada masing-masing Baitul Mal yang ada.

3.             Lingkungan Kantor dan Sekolah yang Islami.
semua orang pada pagi hari hingga siang berada di kawasan kerja dan forum pendidikan, sehingga apa yang diprogramkan pada menghidupkan meunasah terpenuhi secara lengkap, maka setiap forum atau kantor d bergabung menjadi satu dan mempunyai kewenangan yang berbeda.
Wilayatul Hisbah (WH) berwenang mengawasi pelaksanaan qanun-qanun Syariat Islam, Satpol PP berwenang mengawasi Perda atau qanun non Syariat. Dalam pelaksanaan kewenangan ini dilapangan masih terjadinya benturan kewenangan, dikarenakan ada sebagian anggota dari Satpol PP dan WH belum memahami secara detail apa yang menjadi kiprah mereka. Ketidak tahuan ini juga disebabkan belum adanya aturan yang baku perihal penetapan kewenangan mereka, hal ini telah pernah dilakukan oleh forum Fathnership bekerja sama dengan Satpol PP Provinsi, namun belum ditindak  lanjuti penyelesaiannya.

5.                  Perluasan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah.
Berlakunya Syariat Islam di Aceh ditandai dengan perubahan nama Peradilan Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah. Perubahan nama ini turut memperluas kewenangannya, yang selama ini hanya behubungan dengan pelaksanaan aturan keluarga tetapi kini menjadi lebih luas dengan cakupah aturan jinayah dan juga mu’amalah. Dalam tatanan aturan di Indonesia perubahan ini sangat luar biasa lantaran perubahannya berkaitan dengan ekspansi kewenangan Mahkamah Syar’iyah, berarti membabatasi kewenangan Pengadilan Negeri. Untuk bidang jinayah telah banyak kasus-kasus yang diselesaikan, sedangkan untu masalah mu’amalah belum.


Pilar-pilar  Pendukung Syariat Islam
A.  Legislatif
Lembsgs legislatif secara etimologi yakni forum yang mempunyai kekuasaan untuk menciptakan atau mengeluarkan undang-undang sedangkan legislatif secara terminologi fiqih disebut sebagai forum penengah serta pemberi fatwa.
Dalam sistem pemerintahn islam pemimpin yakni khalifah, khalifah yakni pemegang kendlai pemimpin umat segala jenis kekuasaan tertinggi kepadanya dan dalam garis politik agama dan dunia yakni cabang dari jabatannya, lantaran itulah khalifah merupakan pemimpin ynag bertugas menyelamggarakan undang-undang untuk menegakkan nilai-nilai islam dalam mengurus pemerintahan berdasarkan aliran islam.
Kekuasaan legislatif dalam islam merupakan kekuasaan atau kewenangan pemerintahan islam untuk tetapkan aturan yang akan diberlakukan yang dilaksanankan oleh masyarakat berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Dengan demikian unsur legislatif dalam islam adalah:
a.    Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk tetapkan aturan yang akan diberlakukan alam masyarakat islam.
b.    Masyarakat islam yang akan melaksanakannya.
c.    Isi peraturan atau aturan ini sendiri harus sesuai dengan nila-nilai dasar syariat islam.
d.   Tugas dan wewenang forum legislatif sebatas menggali dan memahami sumber syariat islam, yaitu Al-quran dan Al-Hadist.

B.  Eksekutif
Eksekutif yakni suatu tubuh pemerintahan negara yang mempunyai keukasaan untuk menyalenggarakan pemerintahan dan perundang-undangan dalam sisten kabinet presidensial, presiaden disamping berfungsi sebagai kepala negara juga berfungsi sebagai kepala eksekutif.
Dalam pandangan Abdul Khadir Audah beropini bahwa kekuasaan pembuat undang-undang di pegang oleh ulil amri(khalifah) dan ahlul ra’yi. Dalam satu negara islam, forum direktur mempunyai tujuan yaitu menegakkan pedoman-pedoman Allah yang disampaikan melalui al-quran dan As-Sunnah serta untuk menyiapkan masyarakat semoga mengakui serta mengikuti perintah dalam kehidupan sehari-hari sehingga forum direktur inilah yang membedakan dari forum direktur non muslim.




[1] Ibnu Manzur,Lisaanul ‘Arab , hal :311
[2] Abd. Rahman Dahlan, ushul fiqh, hal: 1
[3] Manna’ alqhatan, ulumul quran hal:

Belum ada Komentar untuk "Makalah Pilar-Pilar Pelaksanaan Syariat Islam Diaceh - Studi Syariat Islam Di Aceh"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel