Aristoteles Wacana Fakultas Jiwa
Menurut Aristoteles, jiwa terdiri dari beberapa fakultas, yaitu nutrisi, persepsi, serta pikiran. Nutrisi dimiliki oleh semua makhluk hidup. Dalam hal ini, fakultas jiwa flora hanya nutrisi. Adapun fakultas jiwa binatang hanya nutrisi dan persepsi. Sementara itu, fakultas jiwa insan ialah nutrisi, persepsi dan pikiran. Jadi, berdasarkan Aristoteles*, ilmu jiwa (psikologi) tidak hanya harus menilik persepsi dan pikiran, tetapi juga nutrisi.
Beberapa fakultas jiwa tersebut membentuk semacam hierarki. Makhluk yang mempunyai persepsi akan mempunyai kemampuan untuk mencari nutrisi. Adapun makhluk yang mempunyai pikiran dan persepsi tidak hanya bisa mencari nutrisi, tetapi juga mereproduksinya.
Mungkin orang bertanya, apakah Aristoteles* tidak mengindahkan adanya kehendak dan imajinasi bagi makhluk hidup? Menurut Aristoteles, kehendak merupakan sifat bawaan makhluk yang mempunyai fakultas persepsi. Di sisi lain, imajinasi merupakan sifat bawaan makhluk yang mempunyai fakultas persepsi dan pikiran. Hanya saja, kehendak antara binatang (mempunyai fakultas persepsi) berbeda dengan insan yang mempunyai fakultas persepsi dan pikiran. Kehendak pada manusia—dalam tingkatan tertentu—lebih tinggi daripada hewan.
a. Nutrisi
Fakultas nutrisi dimiliki oleh semua makhluk hidup. Mengapa nutrisi dimasukkan ke dalam fakultas jiwa? Hal ini disebabkan lantaran jiwa hanya dimiliki oleh makhluk hidup. Syarat makhluk dikatakan hidup ialah harus mempunyai nutrisi. Jika tidak mempunyai nutrisi maka makhluk niscaya akan mati. Ketika sudah mati, makhluk tidak mempunyai jiwa sehingga tidak berbeda dengan benda mati. Oleh lantaran itu, nutrisi harus menjadi fakultas jiwa.
Nutrisi mempunyai tiga komponen, yaitu memelihara, dipelihara, dan pemelihara. Nutrisi memelihara jiwa dan dipelihara oleh tubuh. Adapun pemelihara nutrisi ialah makanan. Dari sini, sanggup disimpulkan kalau makhluk ingin mempunyai jiwa (dalam arti bisa hidup) maka dia harus makan. Hubungan makhluk hidup dengan nutrisi—dengan demikian—tidak sanggup dipisahkan. Makhluk hidup ialah semacam hal yang sanggup mencari nutrisi. Di sisi lain, nutrisi ialah semacam hal yang dipakai untuk mempertahankan makhluk hidup.
b. Persepsi
Persepsi ialah fakultas jiwa yang membedakan binatang dengan tumbuhan. Adapun persepsi sendiri didefinisikan sebagai kemampuan dalam mengidentifikasikan segala sesuatu yang sanggup diindra. Dalam arti luas, binatang harus mempunyai persepsi kalau ingin tetap hidup. Hal ini disebabkan persepsi merupakan prasyarat fakultas jiwa bagi hewan. Untuk bertahan hidup, binatang harus mencari nutrisi yang hanya sanggup dilakukan apabila mempunyai persepsi.
Persepsi tentu saja harus menyertakan subjek (pihak yang memersepsi) serta objek (sesuatu yang dipersepsi). Sebagai contoh, subjek yang mempunyai persepsi ialah binatang sedangkan nutrisi kedudukannya sebagai objek. Dalam hal kekerabatan subjek (S) dan objek (O), Aristoteles menyampaikan tiga klausul berikut.
S mempresepsi O kalau dan hanya jika:
a) Klausul I
S mempunyai kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang masuk akal
b) Klausul II
O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S
c) Klausul II
Kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O
Klausul I dimaksudkan untuk membedakan kapasitas aktif binatang dari kapasitas pasif flora atau bahan tak bernyawa. Maksud penggalan kalimat “bentuk O yang masuk akal” ialah objek yang dipersepsi harus masuk akal. Misalnya, tahu yang diberi bawang ialah tahu beraroma bawang, bukan bawang itu sendiri. Jika binatang suka makan tahu dan benci makan bawang, dia tidak akan makan tahu lantaran dipersepsikan sebagai bawang. Jika si binatang memakan tahu itu lantaran bukan bawang dan hanya beraroma bawang maka dia dikatakan “memiliki kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang masuk akal”. Syaratnya, si binatang mengetahui bahwa makan tahu bawang itu enak. Sebab, rasanya lebih lezat daripada tahu biasa, apalagi bawang saja.
Klausul II merupakan syarat dari klausul I. Maksud dari klausul II ialah nutrisi yang dipersepsikan binatang harus sesuai dengan kapasitas yang diperlukan. Sebagai contoh, binatang pemakan rumput tidak akan memakan daging. Dalam kasus ini, O tidak bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S. Jika binatang pemakan rumput itu memersepsikan rumput maka dia akan memakannya. Dalam kasus ini, “O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S”.
Klausul III ialah hasil dari klausul II. Maksud “kapasitas yang relevan menjadi isomorfik” ialah nutrisi harus mengundang selera hewan. Misalnya, binatang melihat tahu bawang dalam keadaan kenyang. Dalam kondisi demikian, dia tidak tertarik untuk memakan tahu tersebut lantaran perutnya sudah penuh. Dalam teladan lain, binatang melihat kuliner yang tidak disukainya. Maka, sanggup dipastikan binatang itu tidak akan memakannya. Dalam kasus ini, kapasitas S yang relevan tidak isomorfik dengan bentuk O. Jika kuliner yang dipersepsikan sesuai dengan selera dan keadaan perut binatang sehingga mau memakannya, dalam hal ini “kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O”.
c. Pikiran
Aristoteles menjelaskan pikiran (nous) sebagai potongan dari jiwa yang dia tahu dan mengerti. Hal ini menegaskan bahwa pikiran merupakan fakultas jiwa manusia. Sebab, dengan pikiran, insan sanggup mengetahui dan memahami sesuatu serta menginginkan pengetahuan dan pemahaman. Aristoteles* menyampaikan bahwa fakultas pikiran sangat penting bagi makhluk hidup yang menghendaki dirinya “menjadi manusia”.
Aristoteles membedakan pikiran menjadi dua, yaitu mudah dan teoretis. Pikiran mudah dimiliki insan dikala dia menciptakan rencana dan taktik bertindak. Adapun pikiran teoretis dimiliki insan dikala merenung sehingga sanggup mengetahui dan memahami sesuatu tersebut.
Baik pikiran mudah maupun teoretis akan menjadi aktif dengan satu syarat, yakni objek harus diterima oleh fakultas pikiran sesuai kualifikasi. Misalnya, orang yang tidak mempunyai kualifikasi kewirausahaan dikala melihat tahu bawang tidak akan mempunyai rencana dan taktik untuk membuka perjuangan tahu bawang yang sedikit dimodifikasi. Pada teladan lain, orang yang tidak mempunyai kualifikasi sebagai pemikir, dikala menghadapi pertanyaan-pertanyaan filosofis akan mengabaikan atau bahkan menertawakannya. Dalam hal insan (S) dan objek pikirannya (O), Aristoteles* menyampaikan tiga klausul menyerupai berikut:
S memikirkan O kalau dan hanya jika:
a. Klausul I
S mempunyai kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang sanggup dimengerti.
b. Klausul II
O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S
c. Klausul III
Kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O
Maksud klausul I ialah insan harus mendapatkan terlebih dahulu bentuk objek pikirannya. Jika di depan insan tidak ada objek sama sekali, dia tentu tidak akan berpikir. Sebab, syarat berpikir ialah harus terdapat objek sehingga klausul I tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Klausul II merupakan syarat dari klausul I. Objek harus bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan manusia. Kalau tidak merasa perlu memikirkan objek—sekalipun sudah berada di hadapannya—maka dia tidak akan memikirkannya sehingga klausul II tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Klausul III ialah hasil dari klausul II. Seperti yang disebutkan pada teladan insan yang tidak mempunyai kapasitas kewirausahaan akan melihat objek sebagaimana adanya. Ia tidak akan memikirkan apa pun wacana objek tersebut sehingga klausul III tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
Ilmu Penyelidikan Jiwa Aristoteles
Perhatian!
Lebih luas wacana biografi dan fatwa Aristoteles Klik di Sini
Beberapa fakultas jiwa tersebut membentuk semacam hierarki. Makhluk yang mempunyai persepsi akan mempunyai kemampuan untuk mencari nutrisi. Adapun makhluk yang mempunyai pikiran dan persepsi tidak hanya bisa mencari nutrisi, tetapi juga mereproduksinya.
Mungkin orang bertanya, apakah Aristoteles* tidak mengindahkan adanya kehendak dan imajinasi bagi makhluk hidup? Menurut Aristoteles, kehendak merupakan sifat bawaan makhluk yang mempunyai fakultas persepsi. Di sisi lain, imajinasi merupakan sifat bawaan makhluk yang mempunyai fakultas persepsi dan pikiran. Hanya saja, kehendak antara binatang (mempunyai fakultas persepsi) berbeda dengan insan yang mempunyai fakultas persepsi dan pikiran. Kehendak pada manusia—dalam tingkatan tertentu—lebih tinggi daripada hewan.
a. Nutrisi
Fakultas nutrisi dimiliki oleh semua makhluk hidup. Mengapa nutrisi dimasukkan ke dalam fakultas jiwa? Hal ini disebabkan lantaran jiwa hanya dimiliki oleh makhluk hidup. Syarat makhluk dikatakan hidup ialah harus mempunyai nutrisi. Jika tidak mempunyai nutrisi maka makhluk niscaya akan mati. Ketika sudah mati, makhluk tidak mempunyai jiwa sehingga tidak berbeda dengan benda mati. Oleh lantaran itu, nutrisi harus menjadi fakultas jiwa.
Nutrisi mempunyai tiga komponen, yaitu memelihara, dipelihara, dan pemelihara. Nutrisi memelihara jiwa dan dipelihara oleh tubuh. Adapun pemelihara nutrisi ialah makanan. Dari sini, sanggup disimpulkan kalau makhluk ingin mempunyai jiwa (dalam arti bisa hidup) maka dia harus makan. Hubungan makhluk hidup dengan nutrisi—dengan demikian—tidak sanggup dipisahkan. Makhluk hidup ialah semacam hal yang sanggup mencari nutrisi. Di sisi lain, nutrisi ialah semacam hal yang dipakai untuk mempertahankan makhluk hidup.
b. Persepsi
Persepsi ialah fakultas jiwa yang membedakan binatang dengan tumbuhan. Adapun persepsi sendiri didefinisikan sebagai kemampuan dalam mengidentifikasikan segala sesuatu yang sanggup diindra. Dalam arti luas, binatang harus mempunyai persepsi kalau ingin tetap hidup. Hal ini disebabkan persepsi merupakan prasyarat fakultas jiwa bagi hewan. Untuk bertahan hidup, binatang harus mencari nutrisi yang hanya sanggup dilakukan apabila mempunyai persepsi.
Persepsi tentu saja harus menyertakan subjek (pihak yang memersepsi) serta objek (sesuatu yang dipersepsi). Sebagai contoh, subjek yang mempunyai persepsi ialah binatang sedangkan nutrisi kedudukannya sebagai objek. Dalam hal kekerabatan subjek (S) dan objek (O), Aristoteles menyampaikan tiga klausul berikut.
S mempresepsi O kalau dan hanya jika:
a) Klausul I
S mempunyai kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang masuk akal
b) Klausul II
O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S
c) Klausul II
Kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O
Klausul I dimaksudkan untuk membedakan kapasitas aktif binatang dari kapasitas pasif flora atau bahan tak bernyawa. Maksud penggalan kalimat “bentuk O yang masuk akal” ialah objek yang dipersepsi harus masuk akal. Misalnya, tahu yang diberi bawang ialah tahu beraroma bawang, bukan bawang itu sendiri. Jika binatang suka makan tahu dan benci makan bawang, dia tidak akan makan tahu lantaran dipersepsikan sebagai bawang. Jika si binatang memakan tahu itu lantaran bukan bawang dan hanya beraroma bawang maka dia dikatakan “memiliki kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang masuk akal”. Syaratnya, si binatang mengetahui bahwa makan tahu bawang itu enak. Sebab, rasanya lebih lezat daripada tahu biasa, apalagi bawang saja.
Klausul II merupakan syarat dari klausul I. Maksud dari klausul II ialah nutrisi yang dipersepsikan binatang harus sesuai dengan kapasitas yang diperlukan. Sebagai contoh, binatang pemakan rumput tidak akan memakan daging. Dalam kasus ini, O tidak bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S. Jika binatang pemakan rumput itu memersepsikan rumput maka dia akan memakannya. Dalam kasus ini, “O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S”.
Klausul III ialah hasil dari klausul II. Maksud “kapasitas yang relevan menjadi isomorfik” ialah nutrisi harus mengundang selera hewan. Misalnya, binatang melihat tahu bawang dalam keadaan kenyang. Dalam kondisi demikian, dia tidak tertarik untuk memakan tahu tersebut lantaran perutnya sudah penuh. Dalam teladan lain, binatang melihat kuliner yang tidak disukainya. Maka, sanggup dipastikan binatang itu tidak akan memakannya. Dalam kasus ini, kapasitas S yang relevan tidak isomorfik dengan bentuk O. Jika kuliner yang dipersepsikan sesuai dengan selera dan keadaan perut binatang sehingga mau memakannya, dalam hal ini “kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O”.
c. Pikiran
Aristoteles menjelaskan pikiran (nous) sebagai potongan dari jiwa yang dia tahu dan mengerti. Hal ini menegaskan bahwa pikiran merupakan fakultas jiwa manusia. Sebab, dengan pikiran, insan sanggup mengetahui dan memahami sesuatu serta menginginkan pengetahuan dan pemahaman. Aristoteles* menyampaikan bahwa fakultas pikiran sangat penting bagi makhluk hidup yang menghendaki dirinya “menjadi manusia”.
Aristoteles membedakan pikiran menjadi dua, yaitu mudah dan teoretis. Pikiran mudah dimiliki insan dikala dia menciptakan rencana dan taktik bertindak. Adapun pikiran teoretis dimiliki insan dikala merenung sehingga sanggup mengetahui dan memahami sesuatu tersebut.
Baik pikiran mudah maupun teoretis akan menjadi aktif dengan satu syarat, yakni objek harus diterima oleh fakultas pikiran sesuai kualifikasi. Misalnya, orang yang tidak mempunyai kualifikasi kewirausahaan dikala melihat tahu bawang tidak akan mempunyai rencana dan taktik untuk membuka perjuangan tahu bawang yang sedikit dimodifikasi. Pada teladan lain, orang yang tidak mempunyai kualifikasi sebagai pemikir, dikala menghadapi pertanyaan-pertanyaan filosofis akan mengabaikan atau bahkan menertawakannya. Dalam hal insan (S) dan objek pikirannya (O), Aristoteles* menyampaikan tiga klausul menyerupai berikut:
S memikirkan O kalau dan hanya jika:
a. Klausul I
S mempunyai kapasitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan bentuk O yang sanggup dimengerti.
b. Klausul II
O bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan S
c. Klausul III
Kapasitas S yang relevan menjadi isomorfik dengan bentuk O
Maksud klausul I ialah insan harus mendapatkan terlebih dahulu bentuk objek pikirannya. Jika di depan insan tidak ada objek sama sekali, dia tentu tidak akan berpikir. Sebab, syarat berpikir ialah harus terdapat objek sehingga klausul I tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Klausul II merupakan syarat dari klausul I. Objek harus bertindak atas kapasitas yang dibutuhkan manusia. Kalau tidak merasa perlu memikirkan objek—sekalipun sudah berada di hadapannya—maka dia tidak akan memikirkannya sehingga klausul II tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Klausul III ialah hasil dari klausul II. Seperti yang disebutkan pada teladan insan yang tidak mempunyai kapasitas kewirausahaan akan melihat objek sebagaimana adanya. Ia tidak akan memikirkan apa pun wacana objek tersebut sehingga klausul III tidak berlaku. Begitu pun sebaliknya.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
Ilmu Penyelidikan Jiwa Aristoteles
Perhatian!
Lebih luas wacana biografi dan fatwa Aristoteles Klik di Sini
Belum ada Komentar untuk "Aristoteles Wacana Fakultas Jiwa"
Posting Komentar