David Ausubel. Variabel Yang Mempengaruhi Penerimaan Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi berguru bermakna berdasarkan Ausubel (1963) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif memilih validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul dikala warta gres masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi terjadi.
Jika struktur kognitif itu stabil, jelas, dan diatur dengan baik, arti-arti yang sahih dan terperinci atau tidak mencurigai akan timbul dan cenderung bertahan. Akan tetapi sebaliknya, kalau struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, struktur kognitif itu cenderung menghambat berguru dan retensi.
Prasyarat-prasyarat berguru bermakna yaitu sebagai berikut.
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b. Anak yang akan berguru atau siswa harus bertujuan untuk melakukan berguru bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk berguru bermakna. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam berguru bermakna. Banyak siswa mengikuti pelajaran-pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada dikala itu. Dalam pelajaran-pelajaran demikian, bahan pelajaran dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatannya sanggup memperlihatkan balasan yang benar tanpa menghubungkan bahan itu pada aspek-aspek lain dalam struktur kognitif mereka.
Kebermaknaan bahan pelajaran secara potensial bergantung pada dua faktor, yaitu sebagai berikut.
a. Materi itu harus mempunyai kebermaknaan logis
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa
Materi yang mempunyai kebermaknaan logis merupakan bahan yang nonarbitrer dan substantif. Materi yang nonarbitrer yaitu bahan yang serupa dengan apa yang telah diketahui. Sebagai contoh, anak yang sudah mempelajari konsep-konsep segiempat dan bujur kandang sanggup memasukkan kedua konsep ini secara nonarbitrer ke dalam penjabaran yang lebih luas, yaitu kuadrilateral (persegi empat) lantaran konsep segi empat dan bujur kandang yang sudah dipelajari.
Materi itu harus substantif yang berarti bahan itu sanggup dinyatakan dalam aneka macam cara, tanpa mengubah artinya. Misalnya, definisi “Suatu segitiga ekuilateral yaitu segitiga yang mempunyai tiga sisi yang sama” sanggup diubah menjadi “Bila sebuah segitiga mempunyai sisi yang sama, segitiga itu ialah segitiga ekuilateral”. Dengan mengubah urutan kata-kata, kita tidak mengubah artinya; pernyataan-pernyataan itu ekuivalen.
Walaupun nomor-nomor telepon atau nomor-nomor kendaraan beroda empat kerap kali tidak mempunyai kesubstantifan, jadi harus dihafalkan, dengan ditemukannya suatu hubungan nomor-nomor itu, kiprah untuk mempelajari dan mengingat warta ini menjadi lebih mudah.
Aspek kedua kebermaknaan potensial ialah bahwa dalam struktur kognitif siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan mereka, inteligensi, dan usia. Isi pelajaran harus dipelajari secara hafalan bila bawah umur itu tidak mempunyai pengalaman yang diharapkan mereka untuk mengaitkan atau menghubungkan isi pelajaran.
Oleh lantaran itu, biar terjadi berguru bermakna, bahan pelajaran harus bermakna secara logis. Siswa harus bertujuan untuk memasukkan bahan itu ke dalam struktur kognitifnya dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan bahan gres secara nonarbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, bahan itu dipelajari secara hafalan (Rosser, 1984).
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
1. David Ausubel. Biografi Psikolog
2. Teori Belajar dari Ausubel
3. David Ausubel. Belajar Bermakna
4. David Ausubel. Subsumsi-subsumsi Obliteratif
Prasyarat-prasyarat berguru bermakna yaitu sebagai berikut.
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b. Anak yang akan berguru atau siswa harus bertujuan untuk melakukan berguru bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk berguru bermakna. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam berguru bermakna. Banyak siswa mengikuti pelajaran-pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada dikala itu. Dalam pelajaran-pelajaran demikian, bahan pelajaran dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatannya sanggup memperlihatkan balasan yang benar tanpa menghubungkan bahan itu pada aspek-aspek lain dalam struktur kognitif mereka.
Kebermaknaan bahan pelajaran secara potensial bergantung pada dua faktor, yaitu sebagai berikut.
a. Materi itu harus mempunyai kebermaknaan logis
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa
Materi yang mempunyai kebermaknaan logis merupakan bahan yang nonarbitrer dan substantif. Materi yang nonarbitrer yaitu bahan yang serupa dengan apa yang telah diketahui. Sebagai contoh, anak yang sudah mempelajari konsep-konsep segiempat dan bujur kandang sanggup memasukkan kedua konsep ini secara nonarbitrer ke dalam penjabaran yang lebih luas, yaitu kuadrilateral (persegi empat) lantaran konsep segi empat dan bujur kandang yang sudah dipelajari.
Materi itu harus substantif yang berarti bahan itu sanggup dinyatakan dalam aneka macam cara, tanpa mengubah artinya. Misalnya, definisi “Suatu segitiga ekuilateral yaitu segitiga yang mempunyai tiga sisi yang sama” sanggup diubah menjadi “Bila sebuah segitiga mempunyai sisi yang sama, segitiga itu ialah segitiga ekuilateral”. Dengan mengubah urutan kata-kata, kita tidak mengubah artinya; pernyataan-pernyataan itu ekuivalen.
Walaupun nomor-nomor telepon atau nomor-nomor kendaraan beroda empat kerap kali tidak mempunyai kesubstantifan, jadi harus dihafalkan, dengan ditemukannya suatu hubungan nomor-nomor itu, kiprah untuk mempelajari dan mengingat warta ini menjadi lebih mudah.
Aspek kedua kebermaknaan potensial ialah bahwa dalam struktur kognitif siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan mereka, inteligensi, dan usia. Isi pelajaran harus dipelajari secara hafalan bila bawah umur itu tidak mempunyai pengalaman yang diharapkan mereka untuk mengaitkan atau menghubungkan isi pelajaran.
Oleh lantaran itu, biar terjadi berguru bermakna, bahan pelajaran harus bermakna secara logis. Siswa harus bertujuan untuk memasukkan bahan itu ke dalam struktur kognitifnya dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan bahan gres secara nonarbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, bahan itu dipelajari secara hafalan (Rosser, 1984).
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
1. David Ausubel. Biografi Psikolog
2. Teori Belajar dari Ausubel
3. David Ausubel. Belajar Bermakna
4. David Ausubel. Subsumsi-subsumsi Obliteratif
Belum ada Komentar untuk "David Ausubel. Variabel Yang Mempengaruhi Penerimaan Bermakna"
Posting Komentar