Zeno

Riwayat Hidup
Zeno lahir di Elea sekitar tahun 490. Ia ialah murid setia Parmenides. Sebagaimana gurunya, ia pun memiliki peranan dalam politik kota Elea. Ia mengarang beberapa buku yang semua sudah hilang. Plato* menceritakan bahwa bukunya yang populer dikarang pada usia muda. Dalam buku ini ia membela pedoman gurunya Parmenides*, agaknya melawan kaum Pythagorean*.

Ajaran
Aristoteles menyampaikan bahwa Zeno menemukan dialektika. Istilah dialektika itu termasuk kata yang menerima banyak sekali arti sepanjang sejarah filsafat. Aristoteles memaksudkan dengannya suatu cabang logika yang mempelajari wacana argumentasi yang bertitik tolak dari suatu hipotesis atau pengandaian. Dan memang itulah cara yang digunakan dalam peri argumentasi Zeno. Ia mulai dengan mengemukakan suatu hipotesis, yaitu salah satu anggapan yang dianut pelawan-pelawan Parmenides*.

Lalu ia mengambarkan bahwa dari hipotesis itu harus ditarik kesimpulan-kesimpulan yang mustahil. Jadi, ternyata hipotesis semula tidak benar. Dan itu berarti bahwa kebalikannya harus dianggap benar. Menurut metode ini Zeno membuktikan bahwa adanya ruang kosong, pluralitas dan gerak sama-sama mustahil.

Argumentasi melawan ruang kosong
Andaikan saja, bahwa ruang kosong ada. Kalau begitu, ruang itu memiliki tempatnya dalam ruang lain, yang harus ditempatkan dalam ruang lain lagi dan seterusnya hingga tak terhingga. Hal itu mustahil. Dari alasannya ialah itu mesti disimpulkan bahwa ruang kosong tidak ada (maksudnya sama dengan Parmenides*: "yang ada" tidak ditempatkan dalam suatu yang lain).

Argumentasi melawan pluralitas
Jika suatu potongan garis terdiri dari titik-titik (jadi, kalau kita mendapatkan adanya pluralitas), maka potongan garis itu sanggup dibagi-bagi. Karena setiap bab sekurang-kurangnya memiliki dua titik (yaitu titik pangkal dan titik akhir), pembagian sanggup diteruskan hingga tak terhingga. Jadi, potongan garis itu terdiri dari titik-titik yang jumlahnya tak berhingga. Nah, titik-titik ini memiliki panjang tertentu atau tidak. Kalau titik-titik memiliki panjang tertentu, harus disimpulkan bahwa potongan garis itu tak berhingga panjangnya. Kalau titik-titik tidak memiliki panjang tertentu, harus disimpulkan bahwa potongan garis itu tak berhingga pendeknya; dengan kata lain, sama dengan nol. Nah, kedua kesimpulan itu sama mustahilnya, lantaran ternyata suatu potongan garis memiliki panjang yang tak berhingga. Dari alasannya ialah itu hipotesis semula tidak sanggup diterima, yaitu bahwa suatu potongan garis terdiri dari titik-titik. Atau dengan kata lain, pluralitas tidak mungkin.

Argumentasi melawan gerak
Untuk membuktikan bahwa gerak tidak mungkin, Zeno memberi empat argumen. Inilah ajarannya yang paling masyhur. Aristoteles merupakan sumber utama untuk memilih bab pedoman ini. Disini pedoman pikiran Zeno sama dengan argumentasi-argumentasi di atas. Ia mulai dengan mendapatkan pengandaian bahwa gerak memang ada, sebagaimana disaksikan pula oleh pancaindera. Dari situ ia menarik kesimpulan-kesimpulan yang mustahil. Dari alasannya ialah itu pengandaian semula tidak sanggup dipertahankan dan kesaksian pancaindera dihentikan dipercayai.
a) Pelari dalam stadion
Seorang pelari mau mencapai finis. Lebih dahulu ia harus menjalani setengah jarak stadion. Lalu setengah sisanya dan demikian terus-menerus hingga tak berhingga. Karena pelari harus menempuh bab yang jumlahnya tak berhingga, maka tidak pernah ia akan hingga pada finis.

b) Akhilles dan kura-kura
Akhilles, ahli lari dari mitologi Yunani, tidak sanggup melewati kura-kura, hewan yang paling lambat, betapapun cepat larinya. Karena kura-kura berangkat sebelum Akhilles, maka lebih dahulu Akhilles harus mencapai titik dimana kura-kura berada sesaat ia berangkat. Setibanya di situ kura-kura sudah lebih jauh lagi dan seterusnya. Jarak antara Akhilles dan kura-kura selalu berkurang, tetapi tidak pernah habis.

c) Anak panah
Sesudah dipanahkan dari busurnya, anak panah tidak bergerak, tetapi diam. Karena pada tiap-tiap ketika ia berada pada kawasan tertentu, yang persis sama dengan panjangnya. Ia selalu berada antara kedua ujungnya dan lantaran itu senantiasa dalam keadaan diam. Pada ketika berikutnya ia berada lebih jauh, tetapi disitu juga ia tidak bergerak, melainkan diam. Jadi, gerak semu itu tidak lain daripada suatu seri perhentian-perhentian.


d) Tiga gugusan yang berjalan
Dalam bentuk yang disampaikan kepada kita oleh Aristoteles* argumentasi keempat ini tidak simpel dimengerti. Maksudnya barangkali sanggup diterangkan sebagai berikut. Coba kita mengandaikan tiga gugusan titik-titik; semua titik berdampingan satu dengan yang lain, sehingga tidak ada lowongan diantaranya (gambar 1). Deretan A tidak bergerak. Deretan B dan gugusan C bergerak dalam arah yang berlawanan, tetapi dengan kecepatan yang sama, yakni demikian rupa sehingga pada satu ketika atau bagian-waktu dijalani satu titik atau bagian-ruang. Satu ketika setelah gerak mulai, baik B1 maupun C1 telah menjalani satu titik dan masing-masing bangun terhadap A4 dan A3 (gambar II). Jadi, B1 dan C1 sudah saling berlalu. Karena itu lebih dahulu mesti terdapat suatu ketika lain, apabila B1 dan C1 persis berhadapan satu sama lain. Dengan demikian kita mendapati suatu ketika gres yang lamanya ialah setengah dari ketika yang tersebut tadi. Namun, berdasarkan pengandaian semula, situasi yang dilukiskan oleh gambar II terjadi setelah ketika pertama gerak itu. Dari alasannya ialah itu kita harus menyimpulkan: 1/2 = 1. Atau dengan perkataan lain: sebelum ketika pertama masih ada ketika lain; ketika pertama itu bukanlah ketika yang pertama.  



Download di Sini

Sumber.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. Yogyakarta

Belum ada Komentar untuk "Zeno"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel