Rorty Dan Kesudahan Epistemologi
Langkah itu sebuah langkah epistemologis, dan diambil oleh seorang pragmatis Amerika, Richard Rorty*. Berbeda dari para pasca-strukturalis, dalam bukunya yang termasyhur, Philosophy and the Mirror of Nature, beliau ingin menyudahi apa yang disebutnya epistemology centered philosophy atau tradisi Cartesian-Lockean-Kantian. Epistemologi didefinisikan sebagai berikut:
“... sebagai pencarian, yang dirintis oleh Descartes*, untuk menemukan hal-hal yang istimewa dalam wilayah kesadaran yang merupakan kerikil penjuru kebenaran”.
Epistemologi, jikalau demikian, ialah suatu pencarian fondasi kenyataan, dan Rorty* berusaha mengambarkan bahwa pencarian semacam itu keliru lantaran mendasarkan diri kepada perkiraan bahwa filsafat sanggup mencerminkan alam (mirror of nature). Menurutnya, remaja ini ialah “the end of philosophy (as epistemology)”.
Untuk memusnahkan epistemologi, beliau menggunakan istilah Gadamer*, yaitu “hermeneutik”. Hermenutik baginya, bukan suatu disiplin metode alternatif bagi epistemologi, ataupun jadwal riset, melainkan”... suatu ungkapan pengharapan bahwa ruang kultural yang disisakan oleh kesudahan epistemologi tidak akan terisi.
Kekosongan itu ialah ketidaan fondasi atau kerangka permanen. Jika demikian, hermeneutik tidak mengandaikan “rasionalitas atau fondasi bersama” yang akan mendasari konsensus, lantaran baginya setiap proteksi dalam diskursus bersifat incommensurable (tak terbandingkan). Tanpa fondasi itu, kita hanya sanggup berharap akan terjadinya konsensus, atau setidaknya disensus yang kreatif. Dengan alasan-alasan ini, Rorty* membela apa yang disebutnya edifying philosophers, yaitu mereka yang bukan mencari fondasi selesai pengetahuan, melainkan meneruskan conversation of mankind. Mereka antara lain ialah John Dewey*, Nietzsche*, Wittgenstein*, Heidegger*, Gadamer*, dan Derrida*. Mereka ini tidak melakukan—meminjamkan istilah Kuhn—“diskursus normal”, melainkan “diskursus abnormal” yang kesudahannya merentang dari nonsense hingga revolusi intelektual tak terduga. Epistemologi melaksanakan diskursus normal, lantaran mengandaikan adanya konvensi-konvensi tetap, sedangkan hermeneutik melaksanakan diskursus abnormal, lantaran menyingkirkan konvensi-konvensi itu.
Download
Sumber
Hardiman, Budi. F. 2002. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Richard Rorty. Biografi dan Karya
2. Richard Rorty. Pragmatisme Politik
3. Richard Rorty. Pemikiran Filsafat
4. Richard Rorty. Diskursus Postmodernisme
“... sebagai pencarian, yang dirintis oleh Descartes*, untuk menemukan hal-hal yang istimewa dalam wilayah kesadaran yang merupakan kerikil penjuru kebenaran”.
Epistemologi, jikalau demikian, ialah suatu pencarian fondasi kenyataan, dan Rorty* berusaha mengambarkan bahwa pencarian semacam itu keliru lantaran mendasarkan diri kepada perkiraan bahwa filsafat sanggup mencerminkan alam (mirror of nature). Menurutnya, remaja ini ialah “the end of philosophy (as epistemology)”.
Untuk memusnahkan epistemologi, beliau menggunakan istilah Gadamer*, yaitu “hermeneutik”. Hermenutik baginya, bukan suatu disiplin metode alternatif bagi epistemologi, ataupun jadwal riset, melainkan”... suatu ungkapan pengharapan bahwa ruang kultural yang disisakan oleh kesudahan epistemologi tidak akan terisi.
Download
Sumber
Hardiman, Budi. F. 2002. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Richard Rorty. Biografi dan Karya
2. Richard Rorty. Pragmatisme Politik
3. Richard Rorty. Pemikiran Filsafat
4. Richard Rorty. Diskursus Postmodernisme
Belum ada Komentar untuk "Rorty Dan Kesudahan Epistemologi"
Posting Komentar