Fungsionalisme Struktural
Studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah persoalan sosiologis yang telah menembus karya-karya para penggerak ilmu sosiologi dan para hebat teori kontemporer. Pendekatan ini mempunyai asal-usul sosiologi dalam karya penemunya, yaitu Auguste Comte*. Menurut Comte, sosiologi yaitu studi wacana strata sosial (struktur) dan dinamika sosial (proses/fungsi). Di dalam membahas struktur masyarakat, Comte mendapatkan premis bahwa “masyarakat yaitu laksana organisme hidup”, akan tetapi ia tidak benar-benar berusaha untuk menyebarkan tesis ini. Adalah Herbert Spencer*, spesialis sosiologi Inggris dari pertengahan kala ke-19, yang membahas banyak sekali perbedaan dan kesamaan yang khusus antara sistem biologis dan sistem sosial. Pembahasan Spencer wacana masyarakat sebagai suatu organisme hidup sanggup diringkas dalam butir-butir berikut ini:
1. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan
2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh-sosial (social body) maupun badan organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula; di mana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, menyerupai halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar. Binatang yang lebih kecil, contohnya serpihan yang sanggup dibedakan jikalau dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, contohnya manusia.
3. Tiap serpihan yang tumbuh di dalam badan organisme biologis maupun organisme sosial mempunyai fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan kiprah yang berbeda pula”. Pada manusia, hati mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional mempunyai tujuan yang berbeda dengan sistem politik dan ekonomi
4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu serpihan akan mengakibatkan perubahan pada bagian-bagian lain dan pada risikonya di dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
5. Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur mikro yang sanggup dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan merupakan sentra perhatian para spesialis biologi dan medis, menyerupai halnya sistem politik atau sistem ekonomi merupakan sasaran pengkajian para hebat politik dan ekonomi.
Dengan hati-hati Spencer* menegaskan bahwa apa yang diketengahkannya itu hanya lah merupakan sebuah model atau analogi yang seharusnya tidak diterima begitu saja. Masyarakat tidak benar-benar menyerupai dengan organisme hidup; di antara kedua hal itu terdapat sebuah perbedaan yang sangat penting. Di dalam sistem organisme, bagian-bagian tersebut saling terkait dalam suatu hubungan yang intim; sedang dalam sistem-sosial hubungan yang sangat dekat menyerupai itu tidak begitu terang terlihat, dengan bagian-bagian yang kadang kala sangat terpisah. Asumsi dasar sosiologi dari pemikiran kaum fungsionalis bermula dari Comte* dan dilanjutkan dalam karya Spencer, ialah bahwa masyarakat sanggup dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lain.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang “berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik spesialis sosiolog Prancis, yaitu Emile Durkheim*. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim* sebagai keseluruhan organis yang mempunyai realitas sendiri. Keseluruhan tersebut mempunyai seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya semoga dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak terpenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis”. Sebagai pola dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami fluktuasi yang keras, maka serpihan ini akan mempengaruhi serpihan lain dari sistem itu dan risikonya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah sanggup menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan mengakibatkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada risikonya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali sanggup dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
Fungsionalisme Durkheim* ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang hebat antropologi kala ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown. Bworn dan Malinowski dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka wacana hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya wacana beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer: “Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, menyerupai penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, yaitu merupakan serpihan yang dimainkan dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, lantaran itu, merupakan tunjangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural”.
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme di atas. Para hebat antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada “fakta-fakta antropologis” dan serpihan yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan.
Walaupun menjelang simpulan kala itu Durkheim* yaitu spesialis sosiologi yang kuat di Eropa, akan tetapi karya-karyanya tidak pribadi mempunyai efek besar atas pertumbuhan sosiologi Amerika. Sosiologi di Amerika Serikat pada masa Durkheim* aktif di Prancis, sangat berorientasi pada tindakan dan pembaharuan (reform and action oriented), yang bersahabat dengan pekerjaan sosial dan tugas-tugas pemerintahan. Ketika ia berkembang sebagai disiplin akademis, sosiologi Amerika mengikuti behaviorisme sosial, dengan mencoba menggabungkan studi wacana realitas subjektif dan objektif. Gabungan sosiologi dan psikologi ini bukanlah merupakan tradisi Durkheim*, yang dalam karya intelektualnya mencoba mengatakan kebutuhan akan sosiologi—sebagai kebutuhan yang tidak sanggup dipenuhi oleh psikologi. Baru setelah tahun 1930-an Durkheim mulai mempunyai pengaruhnya yang pribadi atas pertumbuhan sosiologi di Amerika Serikat. Hal tersebut terutama terjadi melalui perjuangan Parson, yang dipengaruhi oleh studinya sendiri bersama hebat antropologi fungsional Malinowski. Pada gilirannya Parsons mempengaruhi sejumlah besar mahasiswa (termasuk Robert K. Merton* yang akan kita bahas pada postingan berikutnya), banyak diantaranya kemudian menjadi ahli-ahli sosiologi terkemuka di Amerika Serikat.
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner* mengingatkan pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme anutan Parson* berkembang. Walaupun kala itu yaitu merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akhir dari Depresi Besar, teori fungsionalime Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat-saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson* itu diperkuat oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya resah dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parson* dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Goludner* (1970:142):"untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan terang mempunyai batas-batas strukturalnya, menyerupai yang dilakukan oleh teori gres Parson*, yaitu tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki".
Walaupun fungsionalisme struktural mempunyai banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar beropini bahwa sosiologi yaitu merupakan suatu studi wacana struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser* dan Rosenberg (1976;490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian yaitu mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologi standar. Struktur menunjuk pada "seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola", atau "suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi". Lembaga-lembaga sosial menyerupai keluarga agama atau pemerintahan, yaitu pola dari struktur atau sistem sosial yang demikian. Masing-masing merupakan serpihan yang saling bergantung (norma-norma mengatur status dan peranan) berdasarkan beberapa pola tertentu. Coser* dan Rosenberg membatasi fungsi sebagai "konsekuensi-konsekuensi dari setiap kegiatan sosial yang tertuju pada pembiasaan atau penyesuaian suatu struktur tertentu dari bagian-bagian komponennya". Dengan demikian fungsi menunjuk kepada proses dinamis yang terjadi di dalam struktur. Hal ini melahirkan persoalan wacana bagaimana banyak sekali norma sosial yang mengatur status-status, ini memungkinkan status-status tersebut saling berafiliasi satu sama lain dan berafiliasi dengan sistem yang lebih luas.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoretis yang lebih banyak didominasi di dalam Sosiologi Amerika Kontemporer. Di tahun 1959 Kingsley Davis*, di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota "American Sosiological Association" bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak sanggup lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak menerima serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka wacana potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
Robert K. Merton*, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari hebat teori lainnya telah menyebarkan pernyataan fundamental dan terang teori-teori fungsionalisme, yaitu seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas pada perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis, ia juga mengakui bahwa fungsionalisme struktural mungkin tidak akan bisa mengatasi seluruh persoalan sosial (Merton 1975:25). Pada dikala yang sama Merton* tetap sebagai pelindung setia dari analisa fungsional, yang dinyatakannya bisa melahirkan "suatu persoalan yang saya anggap menarik dan cara berpikir yang saya anggap lebih efektif dibanding dengan cara berpikir lain yang pernah saya temukan". Di dalam kata-kata Coser* dan Rosenberg model fungsionalisme struktural Merton ini yaitu merupakan "pernyataan yang paling canggih dari pendekatan fungsionalisme yang tersedia remaja ini".
Download di Sini
Sumber.
Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada
1. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan
2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh-sosial (social body) maupun badan organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula; di mana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, menyerupai halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar. Binatang yang lebih kecil, contohnya serpihan yang sanggup dibedakan jikalau dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, contohnya manusia.
3. Tiap serpihan yang tumbuh di dalam badan organisme biologis maupun organisme sosial mempunyai fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan kiprah yang berbeda pula”. Pada manusia, hati mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional mempunyai tujuan yang berbeda dengan sistem politik dan ekonomi
4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu serpihan akan mengakibatkan perubahan pada bagian-bagian lain dan pada risikonya di dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
5. Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur mikro yang sanggup dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan merupakan sentra perhatian para spesialis biologi dan medis, menyerupai halnya sistem politik atau sistem ekonomi merupakan sasaran pengkajian para hebat politik dan ekonomi.
Dengan hati-hati Spencer* menegaskan bahwa apa yang diketengahkannya itu hanya lah merupakan sebuah model atau analogi yang seharusnya tidak diterima begitu saja. Masyarakat tidak benar-benar menyerupai dengan organisme hidup; di antara kedua hal itu terdapat sebuah perbedaan yang sangat penting. Di dalam sistem organisme, bagian-bagian tersebut saling terkait dalam suatu hubungan yang intim; sedang dalam sistem-sosial hubungan yang sangat dekat menyerupai itu tidak begitu terang terlihat, dengan bagian-bagian yang kadang kala sangat terpisah. Asumsi dasar sosiologi dari pemikiran kaum fungsionalis bermula dari Comte* dan dilanjutkan dalam karya Spencer, ialah bahwa masyarakat sanggup dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lain.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang “berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik spesialis sosiolog Prancis, yaitu Emile Durkheim*. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim* sebagai keseluruhan organis yang mempunyai realitas sendiri. Keseluruhan tersebut mempunyai seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya semoga dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak terpenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis”. Sebagai pola dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami fluktuasi yang keras, maka serpihan ini akan mempengaruhi serpihan lain dari sistem itu dan risikonya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah sanggup menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan mengakibatkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada risikonya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali sanggup dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
Fungsionalisme Durkheim* ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang hebat antropologi kala ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown. Bworn dan Malinowski dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka wacana hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya wacana beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer: “Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, menyerupai penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, yaitu merupakan serpihan yang dimainkan dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, lantaran itu, merupakan tunjangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural”.
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme di atas. Para hebat antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada “fakta-fakta antropologis” dan serpihan yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan.
Walaupun menjelang simpulan kala itu Durkheim* yaitu spesialis sosiologi yang kuat di Eropa, akan tetapi karya-karyanya tidak pribadi mempunyai efek besar atas pertumbuhan sosiologi Amerika. Sosiologi di Amerika Serikat pada masa Durkheim* aktif di Prancis, sangat berorientasi pada tindakan dan pembaharuan (reform and action oriented), yang bersahabat dengan pekerjaan sosial dan tugas-tugas pemerintahan. Ketika ia berkembang sebagai disiplin akademis, sosiologi Amerika mengikuti behaviorisme sosial, dengan mencoba menggabungkan studi wacana realitas subjektif dan objektif. Gabungan sosiologi dan psikologi ini bukanlah merupakan tradisi Durkheim*, yang dalam karya intelektualnya mencoba mengatakan kebutuhan akan sosiologi—sebagai kebutuhan yang tidak sanggup dipenuhi oleh psikologi. Baru setelah tahun 1930-an Durkheim mulai mempunyai pengaruhnya yang pribadi atas pertumbuhan sosiologi di Amerika Serikat. Hal tersebut terutama terjadi melalui perjuangan Parson, yang dipengaruhi oleh studinya sendiri bersama hebat antropologi fungsional Malinowski. Pada gilirannya Parsons mempengaruhi sejumlah besar mahasiswa (termasuk Robert K. Merton* yang akan kita bahas pada postingan berikutnya), banyak diantaranya kemudian menjadi ahli-ahli sosiologi terkemuka di Amerika Serikat.
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner* mengingatkan pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme anutan Parson* berkembang. Walaupun kala itu yaitu merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akhir dari Depresi Besar, teori fungsionalime Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat-saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson* itu diperkuat oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya resah dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parson* dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Goludner* (1970:142):"untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan terang mempunyai batas-batas strukturalnya, menyerupai yang dilakukan oleh teori gres Parson*, yaitu tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki".
Walaupun fungsionalisme struktural mempunyai banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar beropini bahwa sosiologi yaitu merupakan suatu studi wacana struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser* dan Rosenberg (1976;490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian yaitu mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologi standar. Struktur menunjuk pada "seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola", atau "suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi". Lembaga-lembaga sosial menyerupai keluarga agama atau pemerintahan, yaitu pola dari struktur atau sistem sosial yang demikian. Masing-masing merupakan serpihan yang saling bergantung (norma-norma mengatur status dan peranan) berdasarkan beberapa pola tertentu. Coser* dan Rosenberg membatasi fungsi sebagai "konsekuensi-konsekuensi dari setiap kegiatan sosial yang tertuju pada pembiasaan atau penyesuaian suatu struktur tertentu dari bagian-bagian komponennya". Dengan demikian fungsi menunjuk kepada proses dinamis yang terjadi di dalam struktur. Hal ini melahirkan persoalan wacana bagaimana banyak sekali norma sosial yang mengatur status-status, ini memungkinkan status-status tersebut saling berafiliasi satu sama lain dan berafiliasi dengan sistem yang lebih luas.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoretis yang lebih banyak didominasi di dalam Sosiologi Amerika Kontemporer. Di tahun 1959 Kingsley Davis*, di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota "American Sosiological Association" bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak sanggup lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak menerima serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka wacana potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
Robert K. Merton*, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari hebat teori lainnya telah menyebarkan pernyataan fundamental dan terang teori-teori fungsionalisme, yaitu seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas pada perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis, ia juga mengakui bahwa fungsionalisme struktural mungkin tidak akan bisa mengatasi seluruh persoalan sosial (Merton 1975:25). Pada dikala yang sama Merton* tetap sebagai pelindung setia dari analisa fungsional, yang dinyatakannya bisa melahirkan "suatu persoalan yang saya anggap menarik dan cara berpikir yang saya anggap lebih efektif dibanding dengan cara berpikir lain yang pernah saya temukan". Di dalam kata-kata Coser* dan Rosenberg model fungsionalisme struktural Merton ini yaitu merupakan "pernyataan yang paling canggih dari pendekatan fungsionalisme yang tersedia remaja ini".
Download di Sini
Sumber.
Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada
Belum ada Komentar untuk "Fungsionalisme Struktural"
Posting Komentar