Hibridisasi Kultural
[Paradigma Kedua Efek Globalisasi Kultural Setelah Diferensialisme Kultural]
Berbeda dengan konsep diferensialisme kultural, hibridisasi kultural menekankan percampuran budaya sebagai jawaban dari globalisasi dan produksi, di luar penyatuan global dan lokal, banyak sekali budaya hibrida yang unik yang tidak sanggup direduksi sebagai budaya lokal atau pun global. Hal tersebut nengindikasikan berlanjutnya heterogenisasi budaya daripada homogenisasi. Hibridisasi yakni sebuah pandangan yang sangat positif, atau bahkan romantis, terhadap globalisasi sebagai proses yang sangat kreatif yang darinya akan muncul banyak sekali realitas budaya gres dan berlanjutnya, jikalau tidak menyampaikan meningkatnya, heterogenitas di banyak tempat yang berbeda.
Konsep yang menjadi inti dari hibridisasi budaya, dan juga dari apa yang dipikirkan banyak di antara teoretisi yang tertarik pada globalisasi perihal sifat banyak sekali proses transnasional, yakni glokalitas. Glokalisasi sanggup didefinisikan sebagai interpretasi antara global dengan lokal yang menghasilkan akibat-akibat unik di tempat yang berbeda-beda. Jika globalisasi, cenderung dikaitkan dengan persebaran bentuk-bentuk kosong (nothing), glokalisasi cenderung lebih dikaitkan dengan sesuatu (something), sehingga berlawanan setidaknya secara parsial dengan persebaran bentuk-bentuk kosong. Dengan merujuk pada Roland Robertson* (2001), unsur-unsur penting dari perspektif globalisasi yang diterapkan oleh mereka yang menekankan glokalisasi adalah:
1. Dunia sedang berubah menjadi lebih pluralistik. Teori glokalisasi yakni yang paling cermat terhadap banyak sekali perbedaan di dalam dan antara banyak sekali tempat di dunia.
2. Para individu dan semua kelompok lokal memiliki kekuatan yang luar biasa untuk beradaptasi, berinovasi, dan bermanuver di dalam sebuah dunia yang mengalami glokalisasi. Teori glokalisasi memandang individu dan kelompok lokal sebagai biro sosial yang penting dan kreatif.
3. Semua proses sosial bersifat saling berafiliasi dan bergantung satu sama lain.
4. Komoditas dan media tidak dipandang (sepenuhnya) koersif, tetapi tepatnya menyediakan bahan untuk dipakai dalam ciptaan individu atau kelompok di seluruh wilayah dunia yang mengalami globalisasi
Para teoretisi yang menekankan glokalisasi cenderung melihatnya menghalang-halangi globalisasi kosong dan, pada kenyataannya, memandang glokalisasi mengarah pada terciptanya banyak sekali macam bentuk sesuatu yang “glokal” dan baru. Sebaliknya, mereka yang memberi pementingan pada globalisasi memandangnya sebagai kontributor yang sangat ampuh pada tersebarnya bentuk-bentuk kosong di seluruh dunia.
Sebuah pembahasan perihal istilah-istilah yang akrab kaitannya dengan glokalisasi akan sangat membantu dalam memahami konsep ini maupun informasi yang jauh lebih besar, yakni hibridisasi budaya. Tentu saja, hibridisasi yakni sebuah istilah yang menekankan meningkatnya keragaman terkait dengan perpaduan yang unik antara global dan lokal yang berlawanan dengan keseragaman yang dikaitkan dengan globalisasi. Perpaduan budaya akan melibatkan penggabungan dua atau lebih unsur dari banyak sekali kebudayaan atau bab dunia. Beberapa teladan hibridisasi contohnya yakni sejumlah turis dari Uganda yang mengunjungi Amsterdam untuk menonton pertunjukan Thai boxing yang dimainkan oleh dua orang wanita Maroko, orang Argentina yang menyaksikan penampilan musik rap Asia yang dimainkan oleh sebuah grup musik dari Amerika Selatan di sebuah klub malam di London yang dimiliki oleh orang Saudi Arabia, dan pengalaman yang remeh yang dirasakan oleh orang Amerika dikala merasakan masakan campuran, menyerupai bangel Irlandia, taco China, dan pizza kosher. Tidak diragukan bahwa perpaduan semacam itu semakin meningkat jumlahnya dengan meningkatnya hibridisasi. Lawan dari realitas tersebut tentunya yakni pengalaman yang seragam, menyerupai makan burger di Amerika Serikat, quiche di Prancis, atau sushi di Jepang.
Konsep lain yang akrab kaitannya dengan glokalisasi yakni kreolisasi (Hannerz, 1987). Istilah kreol secara umum mengacu pada orang yang berasal dari ras campuran, tetapi telah diperluas pada pedoman perihal kreolisasi bahasa dan budaya, yang melibatkan penggabungan bahasa dan budaya yang sebelumnya tidak sanggup dipahami satu sama lain.
Baca Juga
1. Diferensialisme Kultural
2. Konvergensi Kultural
Download di Sini
Sumber,
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Berbeda dengan konsep diferensialisme kultural, hibridisasi kultural menekankan percampuran budaya sebagai jawaban dari globalisasi dan produksi, di luar penyatuan global dan lokal, banyak sekali budaya hibrida yang unik yang tidak sanggup direduksi sebagai budaya lokal atau pun global. Hal tersebut nengindikasikan berlanjutnya heterogenisasi budaya daripada homogenisasi. Hibridisasi yakni sebuah pandangan yang sangat positif, atau bahkan romantis, terhadap globalisasi sebagai proses yang sangat kreatif yang darinya akan muncul banyak sekali realitas budaya gres dan berlanjutnya, jikalau tidak menyampaikan meningkatnya, heterogenitas di banyak tempat yang berbeda.
Konsep yang menjadi inti dari hibridisasi budaya, dan juga dari apa yang dipikirkan banyak di antara teoretisi yang tertarik pada globalisasi perihal sifat banyak sekali proses transnasional, yakni glokalitas. Glokalisasi sanggup didefinisikan sebagai interpretasi antara global dengan lokal yang menghasilkan akibat-akibat unik di tempat yang berbeda-beda. Jika globalisasi, cenderung dikaitkan dengan persebaran bentuk-bentuk kosong (nothing), glokalisasi cenderung lebih dikaitkan dengan sesuatu (something), sehingga berlawanan setidaknya secara parsial dengan persebaran bentuk-bentuk kosong. Dengan merujuk pada Roland Robertson* (2001), unsur-unsur penting dari perspektif globalisasi yang diterapkan oleh mereka yang menekankan glokalisasi adalah:
1. Dunia sedang berubah menjadi lebih pluralistik. Teori glokalisasi yakni yang paling cermat terhadap banyak sekali perbedaan di dalam dan antara banyak sekali tempat di dunia.
2. Para individu dan semua kelompok lokal memiliki kekuatan yang luar biasa untuk beradaptasi, berinovasi, dan bermanuver di dalam sebuah dunia yang mengalami glokalisasi. Teori glokalisasi memandang individu dan kelompok lokal sebagai biro sosial yang penting dan kreatif.
3. Semua proses sosial bersifat saling berafiliasi dan bergantung satu sama lain.
4. Komoditas dan media tidak dipandang (sepenuhnya) koersif, tetapi tepatnya menyediakan bahan untuk dipakai dalam ciptaan individu atau kelompok di seluruh wilayah dunia yang mengalami globalisasi
Para teoretisi yang menekankan glokalisasi cenderung melihatnya menghalang-halangi globalisasi kosong dan, pada kenyataannya, memandang glokalisasi mengarah pada terciptanya banyak sekali macam bentuk sesuatu yang “glokal” dan baru. Sebaliknya, mereka yang memberi pementingan pada globalisasi memandangnya sebagai kontributor yang sangat ampuh pada tersebarnya bentuk-bentuk kosong di seluruh dunia.
Sebuah pembahasan perihal istilah-istilah yang akrab kaitannya dengan glokalisasi akan sangat membantu dalam memahami konsep ini maupun informasi yang jauh lebih besar, yakni hibridisasi budaya. Tentu saja, hibridisasi yakni sebuah istilah yang menekankan meningkatnya keragaman terkait dengan perpaduan yang unik antara global dan lokal yang berlawanan dengan keseragaman yang dikaitkan dengan globalisasi. Perpaduan budaya akan melibatkan penggabungan dua atau lebih unsur dari banyak sekali kebudayaan atau bab dunia. Beberapa teladan hibridisasi contohnya yakni sejumlah turis dari Uganda yang mengunjungi Amsterdam untuk menonton pertunjukan Thai boxing yang dimainkan oleh dua orang wanita Maroko, orang Argentina yang menyaksikan penampilan musik rap Asia yang dimainkan oleh sebuah grup musik dari Amerika Selatan di sebuah klub malam di London yang dimiliki oleh orang Saudi Arabia, dan pengalaman yang remeh yang dirasakan oleh orang Amerika dikala merasakan masakan campuran, menyerupai bangel Irlandia, taco China, dan pizza kosher. Tidak diragukan bahwa perpaduan semacam itu semakin meningkat jumlahnya dengan meningkatnya hibridisasi. Lawan dari realitas tersebut tentunya yakni pengalaman yang seragam, menyerupai makan burger di Amerika Serikat, quiche di Prancis, atau sushi di Jepang.
Konsep lain yang akrab kaitannya dengan glokalisasi yakni kreolisasi (Hannerz, 1987). Istilah kreol secara umum mengacu pada orang yang berasal dari ras campuran, tetapi telah diperluas pada pedoman perihal kreolisasi bahasa dan budaya, yang melibatkan penggabungan bahasa dan budaya yang sebelumnya tidak sanggup dipahami satu sama lain.
Baca Juga
1. Diferensialisme Kultural
2. Konvergensi Kultural
Download di Sini
Sumber,
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Belum ada Komentar untuk "Hibridisasi Kultural"
Posting Komentar