Makalah Filsafat Pada Masa Modern

A.   Rasionalisme
1.      Pengertian Rasionalisme
Secara etimologis rasionalisme berasal dari bahasa Inggris yaitu rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme yaitu : sebuah pandangan yang berpegangan bahwa kebijaksanaan merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme yaitu merupakan faham atau aliran atau pedoman yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa kebijaksanaan harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan penalaran (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahaun yang diperoleh melalui kebijaksanaan yang memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya digunakan untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.

2.      Pendiri Filsafat Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia jago dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandinganya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri berdasarkan satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar yaitu apa yang terang dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti, lantaran ilmu pasti sanggup dijadikan model cara mengenal secara dinamis. Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat, bahwa sumber pengetahuan yang sanggup mendapatkan amanah yaitu akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat kebijaksanaan lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan kebijaksanaan sanggup diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, mirip yang di contohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme yaitu cita-cita untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima tetapi ternyata tidak bisa menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran dikala itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan. Descartes menginginkan cara yang gres dalam berpikir, maka diperlikan titik tolak pemikiran yang pasti yang sanggup ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berfikir maka saya ada). Jelasya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian. 
Oleh penggagas rasionalisme, DESCARTES, memang dikatakan dengan amat tegas, bahwa insan itu terdiri dari jasmaninya dengan keluasanya (extensio) serta budi dengan kesadaranya. Kesadaran ini rohani dan yang bertindak itu sebenarya budilah. Dalam pengetahuan dan pengenalan misalnya, satu-satunya pengetahuan yang benar itu hanya yang bersumber pada kesadaran. Jiwa dan tubuh memang terhubungkan, akan tetapi kekerabatan ini sejajar, jadi tidak merupakan kesatuan. Ada imbas jiwa kepada badan, akan tetapi imbas ini hanya secara materi, tetaplah kedua hal tersebut berdampingan. Dalam pada itu murid-muridnya melihat persesuaian atau harmoni antara tubuh dan jiwa itu pada pencciptanya. Tuhan dari semula dan dari keabadian sudahlah menyesuaikan dua hal yang bertentangan ini. Sebagai dua buah jam sudahlah jasmani dan rohani dalam insan diadaptasi oleh penciptanya. Seperti kita ketahui dari renungan rasionalistis ini yaitu yang hingga kepada paham panteisme, yaitu SPINOZA.
3.      Tokoh-Tokoh Rasionalisme
Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:
a.       Blaise Pascal
b.      Cristian Wolf
c.       Rene Descartes
d.      Baruch Spinoza
e.       G.W Leibnitz
Pemikiran Pokok Descartes, Spinoza, Dan Leibniz
Mereka yaitu tokoh besar filsafat rasionalisme sebelum itu, pengertian rasionalisme diuraikan lebih dahulu. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafat. Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes yang dibicarakan sehabis ini. Setelah priodermi rasionalisme dikembangkan secara tepat oleh liagu yang kemudian populer sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
A.  Deskartes ( 1596-1650)
     Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. bukunya di caurs deia methode (1537) dan meditations (1642) kedua buku ini saling melengkapisatu sama lain. Didalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang populer itu, metode ini juga sering disebut cogito Descartes, atau metode catigo saja. Ia mengatahui bahwa tidak gampang meyakinkan tokooh-tokoh gereja. Bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal) untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang sangat terkenal.
     Untuk menemukan basis yang berpengaruh bagi filsafat, Descartes mencurigai (lebih dahulu segala sesuatu yang sanggup diragukan). Didalam mimpi seolah olah seorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis mirip tidak mimpi (juga) begitu pula pada pengalaman halusinasi, delusi dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya mirip bukan mimpi.
Benda-benda dalam mimpi, halusinasi, delusi dan insiden dengan roh halus itu, bila dilihat dari posisi kita juga, itu tidak ada. Akan tetapi benda-benda itu sunguh-sunguh ada bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi. Halusinasi. Ilusi dan roh halus
B.   Spinoza ( 1632-1677 M)
      Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M. Nama aslinya Banich SPINOZA. Setelah ia mengucilkan dirinya dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus De Spinoza ia hidup dipinggiran kota dan baik Spinoza maupun Leibniz ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu. Dua tokoh terakhir ini menjadi substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga mengikuti metode Descartes, tiga filosof ini, descartos, spinozo dan leigniz, biasanya dikelompokkan dalam satu mazhab. Yaitu rasionalisme.
C.  Leibniz (1646-1716)
Gotifried Willheim Von Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada tahun 1716. Ia filosofi jerman metamatikawan, menjadi atasan, pembantu pejabat tinggi negara. Pusat metafisikanya yaitu wangsit wacana substansi yang di kembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leigniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza ,alam semesta ini mekanistis dan keseluruhnya bergantung pada sebab, sementara substansi pada leignizadalah tujuan. Penentuan prinsip filsafat (eiguiz ialah prinsip akan yang mencukupi, yang secara sederhana sanggup di rumuskan sesuatu harus memiliki kasus bahkan ilahi harus memiliki kasus untuk setiap yang di ciptaan-nya. Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun filsafat Leigniz.
Masalahnya ialah setiap subtansi itu bebas, dan lantaran itu sesuatu yang lain tidak sanggup melaksanakan sesuatu kepadanya satu sama lainya. Descartes menemui kesulitan dalam menuntaskan hubungan mind dan body. Spinoza, sebagai monis, menuntaskan kasus ini dengan cara yang amat sederhana: lantaran hanya ada satu substansi, maka problem ini tidak ada padanya. Akan tetapi, Leibniz yaitu pluralis; ada lebih dari satu substansi, yang tidak sanggup saling berintraksi. Monad itu tidak memiliki jendela, mereka tidak memahami satu sama lain. Ia mengatakan, “Tidak ada yang sanggup masuk dan keluar”. Dan Leibniz tidak mau mengambil penyelesaian usang bahwa monad-monad itu berkombinasi dan berkombinasi lagi untuk membentuk susunan. Jadi, bagaimana monad berubah? Mereka harus memiliki perubahan tatkala meraka diciptakan tuhan, dalam dirinya sendiri. Jadi, perubahan monad ada secara internal, deprogram oleh ilahi tatkala menciptakanya. Perhatikan, monad itu imaterial, jadi ia “berkembang” tidak sanggup dipahami oleh dunia fisik. Pertumbuhan (termasuk perubahan tentunya) terjadi secara internal, terjadi antarmonad, ini hanya dipahami oleh dunia monad itu. Disini kelihatan bahwa Leibniz seorang idealis.




A.  Empirisme
1.    Pengertian empirisme
Empirisme yaitu salah satu aliran dalam filosof yang menekankan kiprah pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengertian itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu empeiria  yang berarti coba-coba atau pengalaman. Filsafat empirisme wacana teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivism) dan filsafat  Ludwig  wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus di pahami lewat penafsiran pengalaman.
Empirisme beropini bahwa pengetahuan wacana kebenaran yang tepat tidak di peroleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indra manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran yaitu sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Para penganut aliran empiris dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut rasionalisme. Mereka menentang pendapat-pendapat para penganut rasionalisme yang di dasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Menurut pendapat penganut empirisme, metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat apriori tetapi posteriori. Yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.
Bagi para empirisme sumber pengetahuan yang menandai itu yaitu pengalaman. Yang dimaksud pengalaman disini yaitu pengalaman lahir yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan kebijaksanaan insan hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data yang di peroleh melalui pengalaman. Penganut  empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio.
Jonh locke (1632-1704) salah seorang penganut empirisme, yang juga “bapak empirisme” menyampaikan bahwa pada waktu insan dilahirkan, keadaan  akalnya masih higienis menyerupai kertas yang kosong yang belum tertuliskan apapun (tabula rasa). Selain jonh locke pada era modern, muncul pula George barkeley (1685-1753) yang berpandangan bahwa seluruh gagasan dalam pikiran atau idea tiba dari pengalaman. Oleh lantaran itu, tidak ada jatah bagi gagasan  yang lepas begitu saja dari pengalaman dan idea tiba dari pengalaman.
Empirisme dan rasionalisme berkembang pesat, hingga melahirkan positivme. Aliran ini di perkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang di lahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama  katholik.karya utama Auguste Comte yaitu coursed philosophie positive, yaitu “khusus wacana filsafat positif” (1830-1842).
2.    Tokoh–tokoh empirisme
Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah:
Francis Bacon (1210-1292)
Menurutnya pengetahuan yang gotong royong yaitu pengetahuan yang di terima orang melalui persentuhan indrawi dan dunia fakta. Dari dogma-dogma di ambil kesimpulan, berdasarkan Bacon ilmu yang benar yaitu ilmu yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, di perkuat sentuhan kemudian indrawi.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Tokoh ini di lahirkan sebelum waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh bahaya penyerbuan armada Spanyol ke Inggris. Hobbes  belajar di universitas Oxford, kemudian menjadi pengajar pada suatu keluarga yang terpandang. Hubungan dengan keluarga tersebut memberi kesempatan kepadanya untuk membaca buku-buku, bepergian ke negeri gila dan berjumpa dengan tokoh-tokoh penting. Karya utamanya dalam filsafat yaitu  leviathan  (1651), mengeks-presikan pandangannya wacana kekerabatan antara alam, manusia, dan masyarakat.
Menurut Hobbes, seluruh dunia, termasuk juga manusia, merupakan suatu proses yang berlangsung dengan tiada henti-hentinya atas dasar hukum-hukum prosedur saja. Adapun belahan pedoman Hobbes termasyhur  yaitu pendapatnya wacana filsafat politik. Hal tersebut mengakibatkan suatu egoisme radikal: homo homini lupus  (manusia yaitu insan bagi manusia). Akan tetapi, dalam keadaan demikian, insan justru tidak bisa mempertahankan adanya, itulah sebabnya, insan mengadakan perjanjian, yaitu bahwa mereka akan takluk pada suatu kewibawaan.
Filsafat hobbes mewujudkan suatu system yang lengkap mengenai keterangan wacana “yang ada” secara mekanis. Dengan demikian, ia merupakan seorang materialis di bidang pedoman wacana antropologi serta seorang absolute di bidang pedoman wacana negara.

John Locke (1632-1704 M)
Ia yaitu filsof inggris yang banyak mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke sanggup di katakana anti metafisika, bahkan locke menolak juga kebijaksanaan (reason). Ia hanya mendapatkan pemikiran sistematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi. Buku locke, essay concerning human understanding (1689M), di tulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan tiba dari pengalaman. Locke menolak adanya innate idea termasuk apa yang di ajarkan oleh Descartes, clear and distinct idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari leibniz, semuanya di tolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada.
George Berkeley (1665-1753 M)
Lahir di irlandia, ia menjadi uskup anglikan di cloyne (irlandia). Sebagai penganut empirisme, barkeley mencanangkan teori yang di namakan immaterialisme atas dasar prinsip-prinsip empirisme. Barkeley beropini bahwa sama sekali tidak ada substansi-substansi material, yang ada hanyalah pengalaman dalam ruh saja. Esse estrepcipi (being is being perceived), yang artinya dalam dunia material sama saja dengan ide-ide yang saya alami. Sebagai mana dalam bioskop, gambar-gambar film pada layar putih di lihat para penonton sebagai benda-benda yang riil dan hidup. Ia juga mengakui adanya Allah, alasannya yaitu Allah- lah yang merupakan asal undangan ide-ide yang saya lihat.
David Hume (1711-1776 M)
Menurut para penulis sejarah filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume alasannya yaitu ia memakai prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal, terutama pengertian substansi dan kausalitas (hubungan alasannya yaitu akibat) yang menjadi objek kritiknya. Buku hume, Treatise of Human Nature (1739 M), di tulisnya tatkala ia masih muda, yaitu berumur 20 tahunan. Ia menulis buku yang memang yang memang terkenal, An Enquiry concerning human understanding. Baik Treatise maupun Enquiry, keduanya memakai metode empirisme, sama dengan John Locke.


Herbert Spencer (1820-1903)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Sembilan tahun sebelum terbit karya Darwin yang terkenal, The Origen of Spesies (1859 M), berdasarkan Spencer, kita hanya sanggup mengenali fenomena-fenomena atau gejala-gejala. Kita mendeduksi materi menjadi atom-atom, kemudian atom kita bagi menjadi lebih kecil hingga kesudahannya pada unsur  yang tidak sanggup di bagi lagi lantaran kecilnya. Akan tetapi, belahan yang terkecil itu tidak sanggup di pahami. Jadi, ruang dan waktu pada kesudahannya yaitu dua objek yang tidak sanggup kita ketahui. Gerakpun demikian lantaran gerak itu berada di ruang dan waktu.
3.        Jenis – jenis empirisme yaitu :
a.       Empirisme Kritisme
Disebut juga machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistic. Aliran ini di dirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini sanggup di katakan sebagai kebangkitan kembali wangsit Barkeley dan Hume tetapi secara sembunyi-sembunyi, lantaran di tuntut oleh tuntutan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
b.      Empirisme Logis
Analisis logis modern sanggup di terapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
·           Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak sanggup di buktikan dengan mengacu pada pengalaman.
·           Semua proposisi yang benar sanggup dapat dijabarkan (di reduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.
·           Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam intinya tidak mengandung makna.

c.       Empirisme Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan sanggup dilacak hingga pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak sanggup di lacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau kasus kekeliruan melawan kebenaran telah mengakibatkan banyak kontradiksi dalam filsafat.
Ada pihak yang belum sanggup mendapatkan pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya sanggup menunjukkan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (probable). Mereka menyampaikan bahwa pernyataan–pernyataan empiris, sanggup di terima sebagai pasti jikalau tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: saya merasa yakin (I feel certain), tetapi saya yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti lantaran terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti–bukti tidak sanggup di timba hingga habis sama sekali.






BAB III

PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari apa yang telah kami uraikan diatas maka kami sanggup menyimpulkan sebagai berikut:
Rasionalisme yaitu paham yang mengangap bahwa pikiran dan kebijaksanaan merupakan dasar satu-satunya untuk memecahkan kebenaran lepas dari jangkauan indra Descartes, spinoza dan Leibniz mereka yaitu tokoh besar dalam filsafat rasionalisme. Resionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme yaitu lawan autoritas. Dalam bidang filsafat rasionalisme yaitu lawan empirisme.
Empirisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme beropini bahwa pengetahuan wacana kebenaran yang tepat tidak di peroleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari aneka macam macam kasus yang unik khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum.





DAFTAR PUSTAKA

 Ahmad Tafsir,Filsafat Umum,Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2000.
 Asmoro Achmad,Filsafat Umum,Jakarta,PT RajaGrafindo Persada,1995.
 Poedjawijatna,Pembimbing kearah Alam Filsafat,Jakarta,Rineka Cipta,1997.
  Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, PT Bumi Aksara,2005.
  Amma06.blogspot.com/2009/02/tokoh-tokoh-filsafat-modern.html
Hakim, Abdul, Atang, Drs., dan Drs.Beni, Ahmad, Saebani,M.Si.,filsafat umumdari mitologi hingga teofisolofi,Bandung,Pustaka Setia,2008.







Belum ada Komentar untuk "Makalah Filsafat Pada Masa Modern"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel