Robert K. Merton. Fungsionalisme Struktural

Model analisa fungsional Merton* merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh ihwal ahli-ahli teori klasik. Ia memakai penulis-penulis besar menyerupai Max Weber*, William I. Thomas* dan E. Durkheim* sebagai dasar bagi karyanya. Di permukaan mungkin terlihat bahwa Merton sendiri tidak mempunyai suatu teori yang bulat, mengingat ia hanya menulis esei-esei yang mencoba menyempurnakan banyak sekali aspek tulisan-tulisan klasik. Akan tetapi di dalam keseluruhan tulisan-tulisannya kita menemukan suatu tema yang menonjol yaitu, “arti penting memusatkan perhatian pada struktur sosial dalam analisa sosiologis”.

Karya awal Merton* sangat dipengaruhi Weber*, menyerupai yang terlihat dalam disertasi doktoralnya yang menganalisa perkembangan ilmu pada era ke-17 di Inggris.

Di sini Merton* meneliti kekerabatan antara Protestanisme dan perkembangan ilmu, yang dalam banyak hal sama dengan karya klasik Weber* ketika ia memperlihatkan kekerabatan antara Etika Protestan dan perkembangan kapitalisme. Di dalam menganalisa banyak sekali goresan pena dari “British Royal Society” Merton* memperlihatkan bahwa “beberapa elemen susila protestan terkandung di dalam dunia acara keilmuan dan sangat membekas pada sikap-sikap para ilmuwan terhadap pekerjaan mereka”.

Baca Juga

Pengaruh Weber* sanggup dilihat dalam batasan Merton* ihwal birokrasi. Mengikuti Weber, Merton* mengamati beberapa hal berikut ini dalam organisasi birokrasi modern.
1. Birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal
2. Ia mencakup suatu pola acara yang mempunyai batas-batas yang jelas
3. Kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal bekerjasama dengan tujuan-tujuan organisasi
4. Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokratis
5. Status-status dalam birokrasi tersusun ke dalam susunan yang bersifat hierarkis
6. Berbagai kewajiban serta hak-hak di dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terbatas serta terperinci
7. Otoritas pada jabatan, bukan pada orang
8. Hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal

Organisasi-organisasi berskala besar, termasuk universitas atau akademi, memperlihatkan gambaran yang baik ihwal model birokrasi yang diuraikan oleh Weber* dan Merton.

Merton* tidak berhenti dengan deskripsi ihwal struktur, akan tetapi terus membahas kepribadian sebagai produk organisasi struktural tersebut. Struktur birokratis memberi tekanan terhadap individu sehingga mereka menjadi “disiplin, bijaksana, metodis”. Tetapi tekanan ini kadang kala menjurus pada kepatuhan mengikuti peraturan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan tujuan dan fungsi-fungsi untuk apa aturan-aturan tersebut pada mulanya dibuat. Walaupun aturan-aturan tersebut sanggup berfungsi bagi efisiensi organisasi, tetapi aturan-aturan yang demikian sanggup juga memperlihatkan fungsi yang negatif dengan mengakibatkan kepatuhan yang berlebih-lebihan. Hal ini bisa menjurus pada konflik atau ketegangan antara birokrat dengan orang-orang yang harus mereka layani. Setiap mahasiswa sangat mungkin sudah pernah menghadapi beberapa duduk kasus birokrasi di dalam lembaga-lembaga mereka. Ambillah referensi seorang mahasiswa yang mencoba meminjam buku cadangan yang hanya bisa dibaca di perpustakaan, pada ketika perpustakaan tersebut akan tutup dan berjanji akan mengembalikan pada hari berikutnya pada ketika perpustakaan sudah buka kembali. Pegawai perpustakaan, yang menolak seruan itu, harus tunduk pada peraturan bahwa buku tersebut tidak diedarkan di luar perpustakaan. Sang mahasiswa menjadi bingung, alasannya ia tahu benar bahwa tak seorang pun akan membaca buku itu sesudah perpustakaan tutup. Akan tetapi peraturan tetap peraturan, dan pegawai menganggap bahwa mereka harus mematuhinya. Struktur birokratis sanggup melahirkan tipe kepribadian yang lebih mematuhi peraturan-peraturan tertulis daripada semangat untuk apa peraturan tersebut ditetapkan. Merton* mengusulkan suatu penelitian empiris mengenai dampak birokrasi terhadap kepribadian yang akan memperlihatkan saling ketergantungan.

Pengaruh forum atau struktur terhadap sikap seseorang yakni merupakan tema yang merasuk ke dalam karya-karya Merton*. Tema ini selanjutnya diilustrasikan oleh goresan pena lain yang sering dikutip oleh Merton, yaitu “ramalan yang terpenuhi lantaran kekuatannya sendiri (The self fulfilling prophecy), yang merupakan penyempurnaan pernyataan klasik dari W.I Thomas*: “bila orang menganggap situasi yang ia hadapi sebagai hal yang riil, maka konsekuensinya pun akan menjadi riil pula”. Merton* menyatakan,”pada mulanya The self fulfilling prophecy yakni merupakan anggapan yang keliru ihwal definisi situasi yang kemudian mengakibatkan suatu sikap gres dengan akhir konsepsi yang pada mulanya keliru itu risikonya menjadi kenyataan. Sekali lagi, strukturlah yang bertanggungjawab atas sikap orang. Kegagalan bank selama zaman melaise tahun 1929, misalnya, untuk sebagian disebabkan oleh lantaran definisi situasi yang mengakibatkan orang meninggalkan bank yang risikonya diikuti dengan bangkrutnya bank tersebut. Merton* meluaskan prinsip yang sama dalam menilai kelompok-kelompok etnis dan imbas sosial penilaian ini oleh kelompok dalam (in-group) atas kelompok luar (out-group). Seperti halnya dengan Federal Deposit Insurance Corporation dan perundang-undangan bank lainnya yang bisa menenangkan kegelisahan masyarakat dan merintangi kemungkinan kegagalan lebih lanjut dari bank tersebut, pengendalian-pengendalian kelembagaan pun sanggup juga digunakan untuk mengatur pertikaian di antara kelompok etnis. Menurut Merton The Self-fulfilling prophecy “hanya berlaku bilamana pengendalian kelembagaan (institutional control) tersebut tidak ada”.

Tema dampak forum terhadap kehidupan anggotanya juga dikemukakan Merton dalam buku “Social Structure and Anomie” (1938).

Di sini Merton* berusaha memperlihatkan “bagaimana sejumlah struktur sosial memperlihatkan tekanan yang terang pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih memperlihatkan kelakuan non konfromis ketimbang konfromis (Merton 1938:672). Anomie (suatu konsep yang diambil dari karya Durkheim*) yakni hasil dari keadaan yang tidak harmonis antara tujuan-tujuan kultural dan sarana kelembagaan yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Di dalam masyarakat kita sukses keuangan sebagaimana ditunjukkan oleh konsumsi glamor dan berlebihan sanggup dianggap sebagai tujuan kultural. Sedang sarana yang sudah melembaga (institusionalized) sanggup berupa pekerjaan dengan honor yang tinggi. Menurut Merton*, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural tersebut. Yang kita alami bisanya yakni situasi konformitas di mana sarana yang sah digunakan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Tetapi apabila tujuan kultural dan sarana kelembagaan tidak sejalan, maka hasilnya yakni anomie dan non-konformitas.

Banyak dari yang kita sebut kejahatan yakni hasil dari anomie. Anak muda kelas bawah yang menjadi pengedar morfin dengan maksud untuk membeli busana glamor dan kendaraan beroda empat baru, pemegang buku melaksanakan penggelapan untuk membeli rumah glamor demi keluarganya, dan mahasiswi “panggilan” yang terbisa menganggap kemewahan yang diperoleh melalui profesi melanggar aturan sebagai potongan dari kehidupannya, yakni beberapa referensi dari situasi non-konformis. “Tujuan” yang diinginkan oleh si anak muda pemegang buku, dan sang mahasiswi, dianjurkan setiap hari melalui advertensi-advertensi media massa. “Sarana-sarana” untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut dilihat sebagai tindak kejahatan. Dengan demikian anomie bukan merupakan konsep psikologis yang sanggup dijelaskan lewat teori psikologi; konsep ini lebih merupakan duduk kasus struktural dan kultural yang menuntut klarifikasi sosiologis.

Walaupun perhatian sosiologis Merton* berubah-ubah, kita telah memperlihatkan bahwa banyak dari esai-esainya menaruh perhatian sangat besar di seputar masalah-masalah struktural. Penafsiran mengenai jago teori klasik dengan fokus struktur sosial terang memperlihatkan orientasi strukturalnya. Postingan berikutnya yakni paradigma klasik analisa fungsional dari Robert K. Merton*.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret. M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT. RajaGrafindo Perkasa


Baca Juga
1. Robert K. Merton. Biografi
2. Robert K. Merton. Paradigma Analisa Fungsional 
3. Robert K. Merton. Anomie Theory (Teori Anomi)
4. Fungsionalisme Struktural
5. Teori-Teori Perilaku Menyimpang
6. Membership Group dan Reference Group

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Robert K. Merton. Fungsionalisme Struktural"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel