Ibn Khaldun. Peradaban Ummat Insan Secara Umum
PEMBICARAAN PENDAHULUAN YANG PERTAMA
Sesungguhnya organisasi kemasyarakatan (ijtima' insani. Ar) umat insan ialah satu keharusan. Para filosof (al-hukama'. Ar) telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka : "Manusia ialah bersifat politis berdasarkan tabiatnya" (al-insanu mada niyyun biath-thab'i. Ar). Ini berarti, ia memerlukan satu organisasi kemasyarakatan, yang berdasarkan para filosof dinamakan "kota" (al-madinah. Ar, politis . L). Dan itulah yang dimaksud dengan peradaban ('umran. Ar).
Keharusan adanya organisasi kemasyarakatan insan atau peradaban itu sanggup diterangkan oleh kenyataan, bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah membuat dan menyusun manusia itu berdasarkan satu bentuk yang hanya dapat tumbuh dan mempertahankan hidupnya dengan pinjaman makanan. la memberi petunjuk kepada insan itu atas keperluan makan berdasarkan watak dan memberi padanya kodrat kesanggupan untuk memperoleh makanan itu. Tetapi, kodrat insan tidak cukup hanya untuk memperoleh makanan. Sekalipun jumlah masakan itu ditekan sesedikit sedikitnya, sekedar cukup untuk makan sehari-hari saja, contohnya sedikit gandum, namun diharapkan perjuangan yang banyak juga. Misalnya, menggiling, meramas, dan memasak . Masing-masing pekerjaan membutuhkan sejumlah alat, dan hal ini pun menuntut pekerjaan tangan lebih banyak lagi dari yang telah disebutkan di atas.
Adalah di luar kemampuan insan untuk melaksanakan semua itu, ataupun sebagiannya, kalau hanya sendirian saja. Jelaslah bahwa ia tidak sanggup berbuat banyak tanpa bergabung dengan beberapa tenaga lain dari sesama manusia, kalau ia hendak memperoleh masakan bagi dirinya dan sesamanya. Dengan sebenarnya (ta'awun. Ar) maka kebutuhan manusia, kendati beberapa kali lebih banyak dari jumlah mereka, sanggup dipenuhi. Demikian pula, setiap orang membutuhkan bantuan orang lain untuk pertahanan dirinya. Ketika Tuhan mengatur watak binatang-binatang, dan membagi-bagikan kemampuan di antara mereka, banyaklah binatang bisu yang diberi kemampuan tenaga lebih besar daripada manusia. Tenaga seekor kuda, misalnya, lebih besar dari tenaga seorang manusia. Demikian pula tenaga seekor keledai atau seekor sapi. Tenaga seekor singa, atau seekor gajah, berkali-kali lipat lebih besar daripada tenaga manusia.
Dan lantaran permusuhan ialah watak hewan, Tuhan memberi anggota tertentu kepada mereka masing-masing sebagai alat pertahanan diri dari serangan. Dan kepada insan sebagai pengganti dari semua itu diberi kemampuan atau kesanggupan untuk berpikir, dan diberi dua belah tangan. Dibantu oleh pikiran, tangan itu sanggup bekerja untuk pelbagai kepentingan keahlian. Keahlian tangan ini, pada gilirannya, menghasilkan alat-alat pengganti badan yang dimiliki binatang untuk mempertahankan diri. Lembing, misalnya, menggantikan tanduk yang mempunyai kegunaan untuk menyeruduk, menebuk dan menembus, pedang menggantikan kuku atau cakar untuk melukai, perisai menggantikan kulit yang tebal, dan begitulah seterusnya. Banyak yang lain-lain yang serupa dengan itu, ibarat juga telah disebut-sebut oleh Galenus di dalam bukunya De usu partium.
Tenaga seorang insan tidak akan sanggup menahan tenaga seekor binatang mana pun, terutama binatang buas. Pada umumnya insan tidak sanggup mempertahankan diri dari serangan binatang buas seorang diri. Dan tenaganya pun tidak akan cukup untuk menjalankan alat-alat pertahanan yang ada, lantaran alat semacam itu aneka macam adanya, dan meminta aneka macam perjuangan tangan dan benda-benda yang diperlukan. Maka dihentikan tidak, insan sangat perlu sebenarnya dengan sesamanya. Selama gotong-royong itu tidak ada, ia akan memperoleh kesulitan, mendapatkan masakan atau santapan apa pun, dan kehidupannya tidak cukup memenuhi kebutuhannya . Karena Allah telah menciptakannya begitu rupa, betapa pun, ia selalu berhajat kepada masakan kalau ia hendak hidup. Dan ia pun tidak akan sanggup mempertahankan diri lantaran tidak adanya senjata. Karena itu, jadilah ia mangsa binatang. Dalam keadaan-keadaan ibarat itu, bangsa insan (naw 'ul basyar. Ar) tentulah akan lenyap. Tetapi, kalau ia bergotong-royong, insan memperoleh masakan buat santapannya, dan senjata-senjata buat pertahanan dirinya. Dengan demikian, terpenuhilah hikmat Tuhan biar insan hidup berkelanjutan dan jenis bangsa insan terpelihara.
Oleh lantaran itu, organisasi masyarakat menjadi suatu keharusan bagi insan (al-ijtimaa' dharuuriyyun Ii an-naw'i al-insaani. Ar). Tanpa organisasi itu eksistensi insan tidak akan sempurna. Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusia, dan menyebabkan mereka khalifah di permukaan bumi ini tentulah tidak akan terbukti. Inilah arti yang sebenarnya dari peradaban ('umran. Ar.) yang kami jadikan pokok pembicaraan ilmu pengetahuan yang sedang kita perbincangkan .
Dalam pembicaraan di atas terdapat bentuk cara untuk tetapkan pembicaraan sesuai dengan bidang yang menjadi objek. Seorang sarjana tidak diharuskan melaksanakan penetapan objek pembicaraannya, lantaran budi mendapatkan bahwa dalam ilmu parsial seorang sarjana tidak berhak memilih kepriadaan objek pembicaraannya di dalam bidang ilmu tersebut. Namun, di lain waktu, para andal budi tidak melarang melaksanakan penetapan objek ter sebut. Maka penetapan objek sedemikian rupa, ibarat yang saya lakukan, termasuk sumbangan sukarela.
Allah, dengan kemuliaan-Nya, memberi jalan bagi kesuksesan
(taufiq).
Ketika umat insan telah mencapai organisasi kemasyarakatan ibarat kita sebutkan itu, dan saat peradaban dunia telah menjadi kenyataan, umat insan pun memerlukan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka, lantaran permusuhan dan kezaliman ialah pula merupakan watak hewani yang dimiliki oleh manusia. Senjata yang dibuat insan untuk pertahanan dari serangan binatang tidaklah mencukupi bagi pertahanan terhadap serangan sesama manusia. Dan ini tidaklah mungkin tiba dari luar. Maka dengan sendirinya orang yang akan melaksanakan kewibawaan itu haruslah salah seorang di antara mereka sendiri. Ia harus menguasai mereka, dan mempunyai kekuatan dan wibawa melebihi mereka, sehingga tak seorang pun di antara mereka sanggup menyerang lainnya. Dan inilah yang dinamakan kekuasaan (mulk. Ar), atau kedaulatan.
Dari sini nyata, bahwa kekuasaan wibawa (mulk) itu merupakan watak (tabiat) khusus insan yang secara mutlak perlu sekali. Para filosof malah berpendapat, watak itu juga dimiliki oleh beberapa jenis binatang ibarat lebah dan belalang. Di kalangan lebah dan belalang terdapat hukum, kepemimpinan, serta ketaatan kepada pemimpin yang berasal dari salah satu di antara mereka yang menonjol, baik dari segi tindakan maupun bentuk tubuhnya. Namun, semuanya itu dimiliki oleh makhluk selain insan berkat fitrah dan hidayah Tuhan, dan bukan sebagai fikrah (kemampuan berpikir) dan syasah (politik) "Dia-lah yang telah menunjukkan kepada tiap sesuatu insiden masing-masing, kemudian la beri petunjuk" Para filosof malah berangkat lebih jauh lagi. Mereka berusaha memberi dalil logis wacana nubuwwah, dan bahwa nubuwwah itu merupakan salah satu watak khas manusia. Dalam relasi ini mereka menarik argumen hingga ke ujungnya, dan menyampaikan bahwa makhluk insan secara mutlak memerlukan otoritas untuk melaksanakan kewibawaan. Kemudian mereka menyatakan, otoritas ibarat itu terdapat pada syari'at Islam yang diwajibkan Allah, dan telah disampaikan oleh seorang manusia, yang sungguh berbeda dari seluruh insan lainnya oleh keistimewaan hidayah Allah, sehingga karenanya, insan lain sama mengalah diri kepadanya, dan siap mendapatkan segala sesuatu yang tiba daripadanya. Oleh lantaran itu, adanya aturan di kalangan mereka dan di atas mereka tidak sanggup diingkari atau ditolak.
Pernyataan para filosof ini nampaknya tidak logis, ibarat Anda lihat, lantaran eksistensi dan kehidupan umat manusia sanggup juga ada tanpa adanya nubuwwah itu. Yaitu lewat peraturan-peraturan yang dibentuk oleh seorang berkuasa sesukanya, atau dengan pinjaman solidaritas sosial (al- 'ashabiyah} yang memungkinkan baginya untuk memaksa orang lain biar mengikutinya ke mana saja mereka ia bawa. Rakyat yang memiliki Kitab Suci dan yang mengikuti nabi-nabi sedikit jumlahnya dibandingkan dengan kaum Majusi yang tidak mempunyai Kitab Suci. Yang tersebut belakangan ini merupakan bab terbesar penduduk dunia. Malah mereka juga mempunyai kerajaan-kerajaan dan monumen-monumen. Hingga kini mereka masih mempunyai segalanya itu di daerah-daerah sejuk di utara dan di selatan. Ini bertentangan dengan penghidupan insan dalam keadaan anarki, di mana tak seorang pun yang akan melaksanakan kewibawaan itu sama sekali. Hal ibarat ini tidaklah mungkin.
Karena itu jelaslah bagi Anda, bahwa para filosof itu telah melaksanakan kesalahan saat mereka mengatakan, bahwa nubuwwah itu ialah suatu keharusan, tidak sesuai dan diterima oleh logika. Hal ini diindikasikan oleh aturan syari'at, ibarat dinyatakan oleh mazhab Salaf .
Allah pemberi taufiq dan hidayah .
Download di Sini
Sumber.
Khaldun, Ibn. 1986. Muqaddimah. Pustaka Pirdaus. Jakarta
Sesungguhnya organisasi kemasyarakatan (ijtima' insani. Ar) umat insan ialah satu keharusan. Para filosof (al-hukama'. Ar) telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka : "Manusia ialah bersifat politis berdasarkan tabiatnya" (al-insanu mada niyyun biath-thab'i. Ar). Ini berarti, ia memerlukan satu organisasi kemasyarakatan, yang berdasarkan para filosof dinamakan "kota" (al-madinah. Ar, politis . L). Dan itulah yang dimaksud dengan peradaban ('umran. Ar).
Keharusan adanya organisasi kemasyarakatan insan atau peradaban itu sanggup diterangkan oleh kenyataan, bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah membuat dan menyusun manusia itu berdasarkan satu bentuk yang hanya dapat tumbuh dan mempertahankan hidupnya dengan pinjaman makanan. la memberi petunjuk kepada insan itu atas keperluan makan berdasarkan watak dan memberi padanya kodrat kesanggupan untuk memperoleh makanan itu. Tetapi, kodrat insan tidak cukup hanya untuk memperoleh makanan. Sekalipun jumlah masakan itu ditekan sesedikit sedikitnya, sekedar cukup untuk makan sehari-hari saja, contohnya sedikit gandum, namun diharapkan perjuangan yang banyak juga. Misalnya, menggiling, meramas, dan memasak . Masing-masing pekerjaan membutuhkan sejumlah alat, dan hal ini pun menuntut pekerjaan tangan lebih banyak lagi dari yang telah disebutkan di atas.
Adalah di luar kemampuan insan untuk melaksanakan semua itu, ataupun sebagiannya, kalau hanya sendirian saja. Jelaslah bahwa ia tidak sanggup berbuat banyak tanpa bergabung dengan beberapa tenaga lain dari sesama manusia, kalau ia hendak memperoleh masakan bagi dirinya dan sesamanya. Dengan sebenarnya (ta'awun. Ar) maka kebutuhan manusia, kendati beberapa kali lebih banyak dari jumlah mereka, sanggup dipenuhi. Demikian pula, setiap orang membutuhkan bantuan orang lain untuk pertahanan dirinya. Ketika Tuhan mengatur watak binatang-binatang, dan membagi-bagikan kemampuan di antara mereka, banyaklah binatang bisu yang diberi kemampuan tenaga lebih besar daripada manusia. Tenaga seekor kuda, misalnya, lebih besar dari tenaga seorang manusia. Demikian pula tenaga seekor keledai atau seekor sapi. Tenaga seekor singa, atau seekor gajah, berkali-kali lipat lebih besar daripada tenaga manusia.
Dan lantaran permusuhan ialah watak hewan, Tuhan memberi anggota tertentu kepada mereka masing-masing sebagai alat pertahanan diri dari serangan. Dan kepada insan sebagai pengganti dari semua itu diberi kemampuan atau kesanggupan untuk berpikir, dan diberi dua belah tangan. Dibantu oleh pikiran, tangan itu sanggup bekerja untuk pelbagai kepentingan keahlian. Keahlian tangan ini, pada gilirannya, menghasilkan alat-alat pengganti badan yang dimiliki binatang untuk mempertahankan diri. Lembing, misalnya, menggantikan tanduk yang mempunyai kegunaan untuk menyeruduk, menebuk dan menembus, pedang menggantikan kuku atau cakar untuk melukai, perisai menggantikan kulit yang tebal, dan begitulah seterusnya. Banyak yang lain-lain yang serupa dengan itu, ibarat juga telah disebut-sebut oleh Galenus di dalam bukunya De usu partium.
Tenaga seorang insan tidak akan sanggup menahan tenaga seekor binatang mana pun, terutama binatang buas. Pada umumnya insan tidak sanggup mempertahankan diri dari serangan binatang buas seorang diri. Dan tenaganya pun tidak akan cukup untuk menjalankan alat-alat pertahanan yang ada, lantaran alat semacam itu aneka macam adanya, dan meminta aneka macam perjuangan tangan dan benda-benda yang diperlukan. Maka dihentikan tidak, insan sangat perlu sebenarnya dengan sesamanya. Selama gotong-royong itu tidak ada, ia akan memperoleh kesulitan, mendapatkan masakan atau santapan apa pun, dan kehidupannya tidak cukup memenuhi kebutuhannya . Karena Allah telah menciptakannya begitu rupa, betapa pun, ia selalu berhajat kepada masakan kalau ia hendak hidup. Dan ia pun tidak akan sanggup mempertahankan diri lantaran tidak adanya senjata. Karena itu, jadilah ia mangsa binatang. Dalam keadaan-keadaan ibarat itu, bangsa insan (naw 'ul basyar. Ar) tentulah akan lenyap. Tetapi, kalau ia bergotong-royong, insan memperoleh masakan buat santapannya, dan senjata-senjata buat pertahanan dirinya. Dengan demikian, terpenuhilah hikmat Tuhan biar insan hidup berkelanjutan dan jenis bangsa insan terpelihara.
Oleh lantaran itu, organisasi masyarakat menjadi suatu keharusan bagi insan (al-ijtimaa' dharuuriyyun Ii an-naw'i al-insaani. Ar). Tanpa organisasi itu eksistensi insan tidak akan sempurna. Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusia, dan menyebabkan mereka khalifah di permukaan bumi ini tentulah tidak akan terbukti. Inilah arti yang sebenarnya dari peradaban ('umran. Ar.) yang kami jadikan pokok pembicaraan ilmu pengetahuan yang sedang kita perbincangkan .
Dalam pembicaraan di atas terdapat bentuk cara untuk tetapkan pembicaraan sesuai dengan bidang yang menjadi objek. Seorang sarjana tidak diharuskan melaksanakan penetapan objek pembicaraannya, lantaran budi mendapatkan bahwa dalam ilmu parsial seorang sarjana tidak berhak memilih kepriadaan objek pembicaraannya di dalam bidang ilmu tersebut. Namun, di lain waktu, para andal budi tidak melarang melaksanakan penetapan objek ter sebut. Maka penetapan objek sedemikian rupa, ibarat yang saya lakukan, termasuk sumbangan sukarela.
Allah, dengan kemuliaan-Nya, memberi jalan bagi kesuksesan
(taufiq).
Ketika umat insan telah mencapai organisasi kemasyarakatan ibarat kita sebutkan itu, dan saat peradaban dunia telah menjadi kenyataan, umat insan pun memerlukan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka, lantaran permusuhan dan kezaliman ialah pula merupakan watak hewani yang dimiliki oleh manusia. Senjata yang dibuat insan untuk pertahanan dari serangan binatang tidaklah mencukupi bagi pertahanan terhadap serangan sesama manusia. Dan ini tidaklah mungkin tiba dari luar. Maka dengan sendirinya orang yang akan melaksanakan kewibawaan itu haruslah salah seorang di antara mereka sendiri. Ia harus menguasai mereka, dan mempunyai kekuatan dan wibawa melebihi mereka, sehingga tak seorang pun di antara mereka sanggup menyerang lainnya. Dan inilah yang dinamakan kekuasaan (mulk. Ar), atau kedaulatan.
Dari sini nyata, bahwa kekuasaan wibawa (mulk) itu merupakan watak (tabiat) khusus insan yang secara mutlak perlu sekali. Para filosof malah berpendapat, watak itu juga dimiliki oleh beberapa jenis binatang ibarat lebah dan belalang. Di kalangan lebah dan belalang terdapat hukum, kepemimpinan, serta ketaatan kepada pemimpin yang berasal dari salah satu di antara mereka yang menonjol, baik dari segi tindakan maupun bentuk tubuhnya. Namun, semuanya itu dimiliki oleh makhluk selain insan berkat fitrah dan hidayah Tuhan, dan bukan sebagai fikrah (kemampuan berpikir) dan syasah (politik) "Dia-lah yang telah menunjukkan kepada tiap sesuatu insiden masing-masing, kemudian la beri petunjuk" Para filosof malah berangkat lebih jauh lagi. Mereka berusaha memberi dalil logis wacana nubuwwah, dan bahwa nubuwwah itu merupakan salah satu watak khas manusia. Dalam relasi ini mereka menarik argumen hingga ke ujungnya, dan menyampaikan bahwa makhluk insan secara mutlak memerlukan otoritas untuk melaksanakan kewibawaan. Kemudian mereka menyatakan, otoritas ibarat itu terdapat pada syari'at Islam yang diwajibkan Allah, dan telah disampaikan oleh seorang manusia, yang sungguh berbeda dari seluruh insan lainnya oleh keistimewaan hidayah Allah, sehingga karenanya, insan lain sama mengalah diri kepadanya, dan siap mendapatkan segala sesuatu yang tiba daripadanya. Oleh lantaran itu, adanya aturan di kalangan mereka dan di atas mereka tidak sanggup diingkari atau ditolak.
Pernyataan para filosof ini nampaknya tidak logis, ibarat Anda lihat, lantaran eksistensi dan kehidupan umat manusia sanggup juga ada tanpa adanya nubuwwah itu. Yaitu lewat peraturan-peraturan yang dibentuk oleh seorang berkuasa sesukanya, atau dengan pinjaman solidaritas sosial (al- 'ashabiyah} yang memungkinkan baginya untuk memaksa orang lain biar mengikutinya ke mana saja mereka ia bawa. Rakyat yang memiliki Kitab Suci dan yang mengikuti nabi-nabi sedikit jumlahnya dibandingkan dengan kaum Majusi yang tidak mempunyai Kitab Suci. Yang tersebut belakangan ini merupakan bab terbesar penduduk dunia. Malah mereka juga mempunyai kerajaan-kerajaan dan monumen-monumen. Hingga kini mereka masih mempunyai segalanya itu di daerah-daerah sejuk di utara dan di selatan. Ini bertentangan dengan penghidupan insan dalam keadaan anarki, di mana tak seorang pun yang akan melaksanakan kewibawaan itu sama sekali. Hal ibarat ini tidaklah mungkin.
Karena itu jelaslah bagi Anda, bahwa para filosof itu telah melaksanakan kesalahan saat mereka mengatakan, bahwa nubuwwah itu ialah suatu keharusan, tidak sesuai dan diterima oleh logika. Hal ini diindikasikan oleh aturan syari'at, ibarat dinyatakan oleh mazhab Salaf .
Allah pemberi taufiq dan hidayah .
Download di Sini
Sumber.
Khaldun, Ibn. 1986. Muqaddimah. Pustaka Pirdaus. Jakarta
Belum ada Komentar untuk "Ibn Khaldun. Peradaban Ummat Insan Secara Umum"
Posting Komentar