Ikhwan Ash-Shafa’. Filsafat Alam

Sebagaimana Al-Farabi*, Ikhwan Ash-Shafa’ juga menganut paham penciptaan alam oleh Tuhan melalui cara emanasi. Akan tetapi, paham emanasi mereka berbeda dengan paham emanasi Al-Farabi*. Menurut mereka, Tuhan memancarkan nalar universal atau nalar aktif. Akal universal memancarkan jiwa universal. Jiwa universal memancarkan materi pertama, yaitu bentuk dan jiwa. Dari materi pertama muncul tabiat-tabiat yang menyatu dengan jiwa. Jiwa universal dengan pertolongan nalar universal menggerakkan materi pertama sehingga mengambil bentuk yang mempunyai dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Dengan demikian, terwujud badan yang mutlak. Dengan badan mutlak itu tersusun alam falak/langit dan unsur yang empat (tanah, air, udara, dan api). Karena dampak gerakan langit yang berputar, terjadi percampuran unsur yang empat sehingga sanggup muncul mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
Di alam langit, yang lebih dahulu muncul yaitu wujud yang mulia (akal universal, kemudian jiwa universal, dan seterusnya). Adapun di bumi, yang paling simpulan muncul yaitu yang paling mulia (didahului oleh mineral, tumbuhan, hewan, dan manusia). Apabila diurutkan, kemunculan wujud itu dari yang pertama hingga yang terakhir, urutannya adalah: (1) Tuhan; (2) nalar universal; (3) jiwa universal; (4) materi pertama dan bentuk; (5) tabiat; (6) badan mutlak; (7) falak/langit; (8) unsur yang empat (tanah, air, udara, dan api); (9) yang dilahirkan dari empat unsur dan/tanpa jiwa; mulai dari benda-benda mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia. Jika berdasarkan Al-Farabi, penciptaan alam merupakan akhir acara Tuhan berpikir ihwal diri-Nya, pada filsafat Ikhwan Ash-Shafa’ penciptaan alam oleh Tuhan merupakan manifestasi kepemurahan Tuhan. Tuhan membuat segenap alam rohani dan potensi alam raga yang tersusun. Ia membuat segenap alam rohani sekaligus, sedangkan alam raga yang tersusun diciptakan-Nya berangsur-angsur dengan mengubahnya dari keberadaan potensial pada keberadaan aktual. Keberadaan seorang ayah secara konkret lebih dahulu daripada keberadaan anak secara aktual, tetapi keberadaan keduanya secara potensial yaitu sama. Tuhan berperan sebagai lantaran pertama dan pribadi bagi keberadaan nalar universal, tetapi hanya sebagai lantaran pertama dan tidak pribadi bagi keberadaan dan terjadinya perubahan pada segenap ciptaan-Nya yang lain.

Tuhan yaitu Wujud Yang Maha Sempurna. Sejak azali, pada dirinya terdapat bentuk-bentuk dari (pengetahuan tentang) segala wujud yang ada. Bentuk-bentuk dari segala yang ada itu, dilimpahkan-Nya pada nalar universal secara langsung, dan pada jiwa universal melalui nalar universal. Oleh lantaran itulah, dikatakan bahwa Tuhan yaitu guru nalar universal, nalar universal yaitu guru jiwa universal, jiwa universal yaitu guru para malaikat, para malaikat yaitu guru para nabi dan filsuf, sedangkan para nabi dan filsuf yaitu guru segenap manusia. Pada jiwa manusia, bentuk atau segenap pengetahuan itu, pada mulanya belum secara aktual, tetapi secara potensial saja. Melalui banyak sekali jalan (tangkapan indra, pedoman nalar instingtif, nalar yang diupayakan, atau melalui ide dan wahyu) pengetahuan itu mengaktual dalam jiwa insan secara bertahap.

Baca Juga

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Ikhwan Ash-Shafa’
2. Karya Filsafat Ikhwan Ash-Shafa’
3. Ikhwan Ash-Shafa’. Pemikiran Filsafat
4. Ikhwan Ash-Shafa’. Filsafat dan Angka 
5. Ikhwan Ash-Shafa’. Manusia dan Jiwa

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Ikhwan Ash-Shafa’. Filsafat Alam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel