Ibnu Rusyd. Wacana Qadim-Nya Alam

Untuk menangkis serangan Al-Ghazali* terhadap paham qadim-nya alam, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa paham qadim-nya alam itu tidak bertentangan dengan fatwa Al-Qur’an. Menurutnya, pendapat para teolog yang menyampaikan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an. Ibnu Rusyd menegaskan bahwa dari ayat-ayat Al-Qur’an (Q.S. 11:7;41:11;21:30) sanggup diambil kesimpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada (al-‘adam), melainkan dari sesuatu yang telah ada. Selain itu, ia mengingatkan bahwa paham qadim-nya alam tidak harus membawa pada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau tidak dijadikan oleh Tuhan.
Bagi para filsuf Muslim, alam dikatakan qadim lantaran diciptakan Tuhan, yaitu semenjak qidam/azali. Karena diciptakan-Nya semenjak qidam, alam menjadi qidam pula. Bagaimanapun, Tuhan dan alam tidak sama lantaran Tuhan ialah qadim yang mencipta, sedangkan alam ialah qadim yang dicipta.

Ibnu Rusyd mendasarkan pemikiran ihwal alam itu abadi ialah surat Ibrahim ayat 47-48 berikut: ”Maka lantaran itu jangan sekali-kali kau mengira bahwa Allah mengingkari janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Sungguh, Allah Mahaperkasa dan memiliki pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa”. (Q.S. Ibrahim [14]: 47-48).

Dalam ayat ini terang bahwa bumi dan langit ditukar dengan bumi dan langit yang lain. Sesudah alam bahan kini ada alam bahan lain. Oleh lantaran itu, Ibnu Rusyd dengan berpegang pada ayat ini, beropini bahwa alam ini benar diwujudkan, tetapi diwujudkan terus-menerus. Dengan kata lain, alam ialah kekal. Dengan demikian, pendapat para filsuf ihwal kekekalan alam tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat Qur’an; apalagi tidak ada ayat yang dengan terang dan tegas menyampaikan bahwa alam diadakan dari tiada.

Selanjutnya, Ibnu Rusyd melihat adanya perbedaan antara kaum teolog dan kaum filsuf dalam mengartikan kata al-ihdas (mewujudkan). Bagi kaum teolog, al-ihdas mengandung arti “mewujudkan dari tiada”, sedangkan bagi kau filsuf, kata itu mengandung arti “mewujudkan yang tidak bermula dan tidak berakhir”. Demikian pula, terdapat perbedaan paham antara kedua golongan itu ihwal qadim. Bagi kaum teolog, qadim mengandung arti “sesuatu yang berwujud tanpa sebab, sedangkan bagi kaum filsuf, qadim tidak hanya mengandung arti hanya “sesuatu yang berwujud tanpa sebab”, tetapi boleh juga berarti “sesuatu yang berwujud dengan sebab”. Dengan kata lain, sekalipun ia disebabkan ia boleh bersifat qadim, yaitu tidak memiliki permulaan dalam wujudnya. Dengan demikian, qadim ialah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian kekal, “kejadian terus-menerus, yaitu kejadian yang tak bermula dan tak berakhir”.

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Ibnu Rusyd. Riwayat Hidup
2. Ibnu Rusyd. Karya Filsafat
3. Ibnu Rusyd. Pemikiran Filsafat
4. Ibnu Rusyd. Tentang Kebangkitan Jasmani 
5. Ibnu Rusyd. Tentang Pengetahuan Tuhan

Belum ada Komentar untuk "Ibnu Rusyd. Wacana Qadim-Nya Alam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel