Takdir Insan Dalam Islam

Godaan untuk melaksanakan perbuatan jelek sangatlah besar sehingga Tuhan mengingatkan insan dari waktu ke waktu supaya mereka tidak terjerumus. Setan selalu ada, siap untuk menggodanya supaya melaksanakan kejahatan yang akan membuatnya gagal dalam cobaan. Dalam dongeng Adam dan setan, al-Qur’an menceritakan: “Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya hingga waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kau termasuk mereka yang diberi tangguh”. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS. Al-A’raaf: 14-17).

Menurut Fazlur Rahman, kehidupan insan yaitu “suatu usaha moral yang tiada henti”. Jika beliau mengabaikan usaha ini sesaat saja, beliau sanggup dengan gampang terperangkap oleh setan. Hak istimewa yang berupa kebebasan menentukan dan berkehendak yang diberikan Tuhan kepadanya menempatkannya ke dalam ancaman atas kesalahan dalam menentukan alasannya yaitu godaan untuk menentukan pilihan yang salah ada di mana-mana. Hal ini dikarenakan insan terbuat dari tanah dan oleh balasannya beliau cenderung terbujuk oleh godaan kehidupan keduniaan dan mengikutinya. Kehidupan spiritual yaitu sesuatu yang sulit baginya, dan beliau harus mengatasi daya tarik nafsu dan godaan-godaan duniawi yang lain.

Menurut pendapat spesialis filsafat, Al-Razi*, pada awalnya jiwa merasa senang dengan bentuknya sendiri, tapi kemudian beliau menolak. Kemudian Tuhan membuat badan manusia, sehingga jiwa sanggup mewujudkan keinginannya. Tetapi, tinggal di dalam badan membuat jiwa melupakan tempatnya yang sesungguhnya ibarat dunia immaterial. Kemudian Tuhan mengirimkan orang bakir untuk mengingatkan jiwa wacana tempatnya sesungguhnya berada. Menerima dongeng ini sebagai mitos, sanggup dipahami bahwa para andal filsafat mengartikan keberadaan insan sebagai usaha untuk melepaskan jiwa dari belitan nafsu yang bersifat materi.

Menurut para andal aturan dan andal agama, hal ini sanggup diartikan sebagai taklif, sebagai kewajiban keagamaan yang mengagumkan. Dengan kewajiban ini insan dibimbing ke jalan yang benar: menginginkan hal yang bersifat ketuhanan dan mengesampingkan godaan nafsu.

Dengan godaan yang demikian besar, Tuhan, yang menginginkan khalifah-Nya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak membiarkan insan sendirian mengatasi permasalahannya. Disebutkan di satu ayat bahwa Tuhan menawarkan petunjuk kepada insan pertama, meskipun beliau telah melaksanakan kesalahan, alasannya yaitu Dia telah memilihnya. “Kemudian Tuhan memilihnya (Adam) untuk tidak mengabaikannya dan membimbingnya” (QS. Thaha: 122). Oleh alasannya yaitu itu, Tuhan telah dan akan selalu menawarkan derma dan kasih-Nya, asalkan insan memperlihatkan usaha untuk melaksanakan hal yang benar.

Konsep kaum Mu’tazillah* wacana lutf (kasih sayang Tuhan) yaitu serupa dengan yang telah didefinisikan oleh ‘Adl al-Jabbar sebagai “sesuatu yang ada kepada siapa insan bertanggungjawab atas kewajiban keagamaannya, yang menentukan untuk memenuhi kewajibannya tanpa ada impian untuk mengabaikan mereka” (maa ‘indahuu yakhtaar al-mukkallaf maa kallafahuu, wa lawlaah yukhill bih), yang diberikan kepada seorang hamba ketika beliau telah melaksanakan kebaikan. Menurut Clukh Bouamrana “La rasion d’etre de l’assisstance est de faciliter a l’homme vertueux le choix de l’acte bon; elle l’aide a se deteumer de l’acte mouvais”. Dengan kata lain, ketika seorang individu berusaha melaksanakan kebaikan, Tuhan memberinya kekuatan lebih untuk mengatasi segala kesulitan.

Orang Indonesia memiliki kebiasaan memberi arti spiritual terhadap sesuatu yang bersifat material, atau cenderung mengambil istilah tertentu yang ditemukan untuk suatu tujuan untuk sesuatu yang lain yang mengubah satu atau dua aspek dari makna aslinya. Hal ini secara terang menandakan bahwa dalam situasi normal komunikasi secara pribadi lebih baik daripada komunikasi secara tak langsung, seorang Kyai yang secara lancar membaca Alfiyya dari Ibn Malik dengan sungguh-sungguh mengutip, “wa fi khtiyarin la yaji’ al munfasil idha ta’atta an yaji’ al-muttasil”. Ayat ini berarti bahwa dalam bahasa Arab, Anda tidak sanggup memakai kata ganti tidak pribadi bila Anda sanggup memakai yang langsung, tetapi Kyai tersebut tidak ragu-ragu menggunakannya di luar pelajaran tata bahasa.

Dalam hal mengartikan kehidupan manusia, salah seorang Indonesia mengutip kategori yang sah dalam perbuatan: diharuskan (wajib), dianjurkan (mandub), diperbolehkan (mubah), tidak disukai (makruh), dan dihentikan (haram). Baginya insan sanggup pula dikelompokkan menurut sistem pengelompokan ini. Ada orang yang keberadaannya penting alasannya yaitu tanpa mereka, tidak akan ada kebaikan di kehidupan dunia ini. Ada orang yang melaksanakan kebaikan di kehidupan dunia, tapi kalau beliau tidak melakukannya tak seorang pun yang merasa dirugikan. Ada pula orang yang hidup tanpa berarti apa pun bagi orang lain. Ada lagi yang oleh masyarakat dianggap hanya menimbulkan kesulitan dan akan lebih baik kalau mereka tidak ada. Ada juga orang yang selalu membuat kekacauan dan kerusakan.

Demikianlah makna takdir manusia: beliau harus memberi arti bagi hidup dan keberadaannya.

Sumber
Machasin. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta


Download

Belum ada Komentar untuk "Takdir Insan Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel