Makalah Sejarah Anutan Positifisme Dan Materialisme Dalam Filsafat

A.    Positivisme
Filsafat positifisme lahir pada era ke-19. Titik tolak pemikirannya, segala yang diketahui yakni yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Positif yakni segala tanda-tanda dan segala yang tampak menyerupai apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk sanggup memperlihatkan perkiraan (proyeksi ke masa depan).
a.      Pengertian Positivisme
Positivisme dalam bahasa Inggris, yaitu: positivism, dalam bahasa Latin positivus, ponere yang berarti meletakkan. Positifisme kini merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau dengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Menurut Ahmad Syadah dan Mudzakir menyampaikan Positivisme yakni aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.

b.      Pembagian Aliran Positivisme
Positivisme sanggup dibagi menjadi dua, yaitu positivisme ligis dan positivisme moral.
1.      Positivisme Logis
Positivisme logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang sanggup dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi dan kekerabatan antara istilah-istilah. Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan yang kedua khusus untuk filsafat. Menurut positivisme logis, filsafat ilmu murni mungkin hanya sebagai suatu analisis logis wacana bahasa ilmu. Fungsi analisis ini di satu pihak mengurangi metafisika, yaitu filsafat dalam arti tradisional, dan di lain pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.
a.       Ajaran Pokok
Positivismmme logis empunyai beberapa pedoman pokok, diantaranya:
1.      Penerimaan prinsip verifiabilitas, yang merupakan kriteria untuk memilih bahwa suatu pernyataan mempunyai arti kognitif. Arti kognitif suatu pernyataan tergantung pada apakah pernyataan itu sanggup diverifikasi atau tidak.
2.      Semua pernyataan dalam matematika dan kecerdikan bersifat analitis ( tautologi) dan benar per definisi. Konsep-konsep matematika dan kecerdikan tidak di verifikasi tetapi merupakan janji defisional yang diterapkan pada realitas.
3.      Metode ilmiah merupakan sumber pengetahuan satu-satunya yang tepat wacana realitas.
4.      Filafat merupakan analisis dan penjelasan makna dengan kecerdikan dan metode ilmiah. (beberapa jago positivisme logis berupaya untuk menghilangkan semua filsafat yang tidak tersusun segabai ilmu-ilmu logika-matematik).
5.      Bahasa pasa hakikatnya merupakan suatu kalkulus. Dengan formalisasi bahasa sanggup ditangani sebagai suatu kalkulus, yaitu dalam memecahkan masalah-masalah filosofis ( atau memperlihatkan yang mana darimasalah-masalah itu merupakan yang semu) dan dalam hal menjelaskan dasar-dasar ilmu.
6.      Pernyataan-pernyataan metafisik tidak bermakna. Pernyataan-pernyataan itu tidak sanggup diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk memilih kebenarannya atau kesalahannyadengan mengacu pada pengalaman, menyerupai ucapan “ Yang tiada itu sendiri tiada”, yang dipelopori oleh martin Heidegger, “ yang mutlak mengatasi waktu “, “Allah yakni sempurna“, ada murni tidak mempunyai cirri “, pernyataan-pernyataan metafisik yakni pernyataan semu.
7.      Dalam bentuk positivisme ekstrim, pernyataan-pernyataan wacana eksisitensi dunia luar dan pikiran luar yang bebas dari pikiran kita sendiri, dianggap tidak bermakna, lantaran tidak ada cara empiris untuk mengadakan verifikasi terhadapnaya.
8.      Penerimaan terhadap teori emotif dalam aksiologi. Nilai-nilai tidak ada apabila tidak bergantung pada kemampuan insan untuk memutuskan nilai-nilai. Nilai-nilai tidak merupakan objek-objek di dunia, tidak sanggup ditemukan dengan percccobaan, dan tidak sanggup diperiksa, atau dialami sebagaimana kita mengalami atau mengadakan verifikasi terhadap keberadaan objek-objek.
2.      Positivisme Moral
Positivisme etika menegaskan bahwa nilai-nilai didasarkan pada kebudayaan dan perkambangannya sesuai dengan variasi-variasi waktu dan tempat. Oleh karenaitu, kebaikan atau nilai etika kegiatan insan tidak terikat secara pasti dan secara tidak berubah dengan hakikat pribadi manusia, tetapi sama sekali tunduk kepada semua variasi yang mungkin.
Bukti utama bagi positivisme etika yakni kesaksian sejarah. Setiap bangsa dan setiap kebudayaan mengembangakan nilai moralnya sendiri dan nilai-nilai sering ditemukan bertentangan. Apa yang sebelumnya diperbolehkan seperti pada suatu generasi kemudian kurang menerima penghargaan dari insan atau bahkan malah bersifat tidak sopan.

c.       Tokoh dan Pemikirannya.
1.      Auguste Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia menerima pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan usang hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte yakni mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole setelah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian, perhatian yang sebenarnya yakni pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial.
Tahun 1844, dua tahun setelah ia menuntaskan enam jilid karya besarnya yang berjudul course of positive Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya saat bertemu dengan komte pertama kalinya, comte eksklusif mengetahui bahwa peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak terlalu meluap-luap menyerupai comte. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap korelasi itu yakni persaudaraan saja.
Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux mendapatkan menjalin korelasi intim suami isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan kesehatan mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan setelah bertemu dengan comte, ia meninggal. Kehidupan comte kemudian bergoncang, ia bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu.
Auguste Comte juga mempunyai pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan pedoman comte sebagai kelanjutan dari ajarannya wacana tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”.
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya sanggup dicapai bila semua orang sanggup mendapatkan altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa insan menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan gres dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya sanggup dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini yakni cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan.
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas berdasarkan Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog, sebagai cowok menjadi metafisis dan sebagai orang sampaumur ia yakni seorang positivis.
Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran insan secara personal maupun bangsa melewati tiga zaman yaitu :
1.      Zaman Teologis
Zaman Teologis yaitu zaman dimana insan mempercayai bahwa dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa adlkodrati yang mengatur fungsi tersebut. Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu :
a.       Periode Pertama dimana benda-benda dianggap berjiwa (animisme)
b.      Periode Kedua insan mempercayai dewa-dewa (politeisme)
c.       Periode Ketiga insan percaya pada satu Tuhan
2.      Zaman Metafisis
Zaman Metafisi, kekuatan yang adlkodrati digantikan dengan ketentuan abstrak
3.      Zaman Positif
Zaman Positif yaitu zaman orang yang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan wacana hal yang mutlak, namun mencari hukum-hukum dari fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman serta akalnya. Tujuan utama zaman ini akan terpenuhi bila gejala-gejala sanggup disusun dan diatur dibawah satu fakta yang bersifat umum.
Hukum tahap ini tidak berlaku untuk seluruh rohani umat manusia, tetapi berlaku perorangan. Perkembangan ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga satu ilmu yang mengandalkan ilmu-ilmu sebelmunya. Dengan demikian Comte menempatkan formasi ilmu pengetahuan dengan urutan : ilmu pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.
2.      John Stuart Mill
John Stuart Mill memperlihatkan landasan psikoogis terhadap filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.

B.     Materialisme
Materialisme yakni paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang sanggup dikatakan benar-benar ada yakni materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena yakni hasil interaksi material. Materi yakni satu-satunya substansi. Sebagai teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memperlihatkan penjelasan tunggal wacana realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.

a.      Pengertian Materialisme
Pengertian yang terang mengenai ”materi” sanggup diperoleh berdasarkan sejumlah kategori yang ditetapkan secara empiris, menyerupai kesinambungan, eksistensi, kegiatan sebab-akibat, yang dihubungkan dengan fakta-fakta empiris yang terperinci mengenai struktur, gerak-gerik dan daya efek dalam kerangka ruang-ruang tertentu, kategori-kategori semcam ini diperoleh dengan cara memahami secara kecerdikan sembari kerja atas dasar tangkapan inderawi dan kesadaran diri.
Materialisme yakni paham yang menyatakan bahwa alam terdiri dari unsur-unsur yang disebut materi. Sebelum dikembangkannya fisika modern, ataom merupakan substansi renik yang keras, tidak sanggup ditembus. Setelah berkembangnya fisika modern ternyata ditemukan unsur yang lebih kecil didalam atom. Hal demikianlah yang disebut mater.
Kamu materialis pada masa lampau memandang alam semesta tersusun dari zat zat renik serta sanggup diterngkan dengan hukum-hukum dinamika. Dari pendapat itulah para materialis modern menemukan rumus fisika modern yaitu E=mc², yang menyatakan bahwa tenaga E posisinya sanggup saling dipertukarkan dengan massa m.
Menurut kaum materialis sampaumur ini dengan salah satu cara yang sudah diadaptasi berdasarkan penemuan-penemuan ilmu positif yang gres (Red.TW), menyampaikan bahwa substansi yang paling dalam yakni materi. Dengan demikian pernyataan yang mengungkapkan bahwa “kenyataan dianggap material” dipandang bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (I) dalam babak terakhir berasar dari materi atau (e) berasal dari gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi.
Dewasa ini yang dianut materialisme gres bahu-membahu yang ada permulaannya yakni materi. Materialisme modern menyatakan contoh anorganis ada terlebih dahulu dari pada organisme yang hidup. Sistem material organis tersusun secara tinggi serta berliku-liku. Sedangkan sistem material anorganis tersusun lebih rendah dan sederhana dibandingkan sistem organis. Materi yang tersusun secamam itu membua jlan bagi tingkatan susunan yang secara keseluruhan merupakan kebulatan yang ciri pengenalnya ialah keadaannya yang diatur oleh hukum-hukum yang berbeda.

b.      Pembagian Aliran Materialisme
Aliran-aliran dalam materialisme
1.      Materialisme Mekanik
Materialisme mekanik yakni aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan metodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan gerak dan berubah, geraknya itu yakni gerakan yang mekanis artinya, gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang (endless loop) menyerupai mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan secara kualitatif.
Materialisme mekanik tersistematis saat ilmu wacana meknika mulai berkembang dengan pesat, tokoh-tokoh yang populer sebagai pengusung materialisme pada waktu itu ialah Demokritus (± 460-370 SM), Heraklitus (± 500 SM) kedua pemikir Yunanai ini beropini bahwa kegiatan psikik hanya merupakan gerakan atom-atom yang sangat lembut dan gampang bergerak.
Mulai era ke-4 sebelum masehi pandangan materialisme primitif ini mulai menurun pengaruhnya digantikan dengan pandangan idealisme yang diusung oleh Plato dan Aristoteles. Sejak itu, ± 1700 tahun lamanya dunia filsafat dikuasai oleh filsafat idealisme.
Baru pada final jaman feodal, sekitar era ke-17 saat kaum borjuis sebagai klas gres dengan cara produksinya yang baru, materialisme mekanik muncul dalam bentuk yang lebih modern lantaran ilmu pengetahuan telah maju sedemikian pesatnya. Pada waktu itu ilmu materialisme ini menjadi senjata moril / idiologis bagi usaha klas borjuis melawan klas feodal yang masih berkuasa saat itu. Perkembangan materialisme ini meluas dengan adanya revolusi industri, di negeri-negeri Eropa. Wakil-wakil dari filsafat materialis pada era ke-17 yakni Thomas Hobbes(1588-1679 M), Benedictus Spinoza (1632-1677 M) dsb. Aliran filsafat materialisme mekanik mencapai titik puncaknya saat terjadi Revolusi Perancis pada era ke-18 yang diwakili oleh Paul de Holbach (1723-1789 M), Lamettrie (1709-1751 M) yang disebut juga materialisme Perancis.
2.      Materialisme metafisik
Materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya seandainya materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi lantaran faktor luar atau kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar. selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya.
Materialisme metafisik diwakili oleh Ludwig Feurbach, pandangan materialisme ini mengakui bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel , adanya terlebih dahulu “kategori-kategori logis” sebelum dunia ada, yakni tidak lain sisa-sisa khayalan dari kepercayaan wacana adanya pencipta diluar dunia; bahwa dunia materil yang sanggup dirasakan oleh panca indera kita yakni satu-satunya realitet.
Tetapi materialisme metafisik melihat segala sesuatu tidak secara keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, atau segala sesuatu itu bangun sendiri. Dan segala sesuatu yang real itu tidak bergerak, diam.
Pandangan ini mengidamkan seorang insan suci atau seorang resi suci yang penuh cinta kasih. Feurbach berusaha memindahkan agama usang yang menekankan korelasi insan dengan Tuhan menjadi sebuah agama gres yaitu korelasi cinta kelamin antara insan dengan manusia. Seperti kata Feurbach: “Tuhan yakni bayangan insan dalam cermin”, Feurbach menentang teologi, dalam filsafatnya atau “agama baru”-nya Feurbach mengganti kedudukan Tuhan dengan manusia, pendeknya insan itu Tuhan. Feurbach tidak melihat tugas aktif dari wangsit dalam perkembangan materi, yang materi bagi Feurbach yakni misalnya, insan (baca: materi, pen) sedangkan dunia dimana insan itu tinggal tidak ada baginya, atau menganggap sepi ativitet yang dilakukan manusia/materi tersebut.
Materialisme metafisik menganggap pertentangan sebagai hal yang irasionil bukan sebagai hal yang nyata, disinilah letak dari idealisme Feurbach. Pandangannya bertolak daripada materialisme tetapi metode penyelidikan yang digunakan ialah metafisis. Metode metafisis inilah yang menjadi kelemahan terbesar bagi materialisme Feurbach.
3.      Materialisme dialektis
Materialisme dialektis yakni aliran filsafat yang bersandar pada matter (benda) dan metodenya dialektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi, dan saling bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu yakni gerakan yang dialektis yaitu pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih maju menyerupai spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini yakni Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M).
Gerakan materi itu yakni gerak intern, yaitu bergerak atau berubah lantaran dorongan dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “diam” itu hanya sepertinya atau bentuknya, alasannya yakni hakikat dari tanda-tanda yang sepertinya atau bentuknya “diam” itu isinya tetap gerak, jadi “diam” itu juga suatu bentuk gerak.
Metode yang digunakan yakni dialektika Hegel, Marx mengakui bahwa orang Yunani-lah yang pertama kali menemukan metode dialektika, tetapi Hegel-lah yang mensistematiskan metode tersebut. Tetapi oleh Marx dijungkir balikkan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan temannya Engels mengambil materialisme Feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari filsafatnya. Dan menggunakan dialektika sebagai metode dan membuang pandangan idealis Hegel.
Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang selama beabad-abad menguasai lapangan filsafat. Hegel menyampaikan “yang penting dalam filsafat yakni metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”. Ia memperlihatkan kelemahan-kelemahan metafisika :
1.      Kaum metafisis memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, tetapi dipandangnya sebagai sesuatu yang bangun sendiri, sedangkan Hegel memandang dunia sebagai tubuh kesatuan, segala sesuatu didalamnya terdapat saling korelasi organik.
2.      Kaum metafisis melihat segala sesuatu tidak dari geraknya, melainkan sebagai yang diam, mati dan tidak berubah-ubah, sedang Hegel melihat segala sesuatu dari perkembangannya, dan perkembangannya itu disebabkan pertentangan internal, kaum metafisik beropini bahwa: “segala yang bertentangan yakni irasionil”. Mereka tidak tahu bahwa kecerdikan (reason) itu sendiri yakni pertentangan.
3.      Sumbangan Hegel yang terpenting yakni kritiknya wacana evolusi vulgar, yang pada saat itu sangat merajalela, dengan mengemukakan teorinya wacana “lompatan” (sprong) dalam proses perkembangan. Sebelum Hegel sudah banyak filsuf yang mengakui bahwa dunia ini berkembang, dan meninjau sesuatu dari proses perkembangannya, tetapi perkembangannya hanya terbatas pada perubahan yang berangsur-angsur (perubahan evolusioner) saja. Sedang Hegel beropini dalam proses perlembangan itu pertentangan intern makin mendalam dan meruncing dan pada suati tingkat tertentu perubahan berangsur-angsur terhenti dan terjadilah “lompatan”. Setelah “lompatan” itu terjadi, maka kwalitas sesuatu itu mengalami perubahan.

c.       Tokoh dan Pemikirannya
Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain :
1.      Epikuros
Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini yakni Epikuros . Ia merupakan salah satu filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filsuf lain yang juga turut mengembangakan aliran filsafat ini yakni Demokritos, Thales, Anximanoros, Horaklitos dan Lucretius Carus Pendapat mereka wacana materialisme, sanggup kita samakan dengan materialisme yang berkembang di Prancis pada masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup populer mewakili paham ini yakni L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan).
2.      Baron von Holbach
Dalam waktu yang sama, di daerah lain muncul seorang Baron von holbach yang mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa  sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19 muncul filsuf-filsuf materialisme asal Jerman menyerupai Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel Merekalah yang kemudian meneruskan keberadaan materialisme.
3.      Karl Marx (1818-1883)
Dasar filsafat Marx yakni bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang fundamental. Yang menjadi dilema bukan cita-xita politik atau teologi yang berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu usaha kelas, usaha kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang berdasarkan Marx yakni masyarakat komunis.
4.      Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh lantaran keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
5.      Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme yakni theory, belief, that only material thing exist (teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
6.      Van Der Welj (2000)
Van Der Welj menyampaikan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya insan sangat dimungkinkan berasal dari himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otakyang bersifat sangat organik-materialistis.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Positivisme yakni aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
2.      Pembagian aliran Positivisme
a.       Positivisme logis
b.      Positivisme moral
3.      Tokoh-tokoh:
a.       August Comte
b.      John Stuart Mill
4.      Materialisme yakni paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang sanggup dikatakan benar-benar ada yakni materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena yakni hasil interaksi material.
5.      Pembagian aliran Materialisme
a.       Materialisme mekanik
b.      Materialisme metafisik
c.       Materialisme dialektif
6.      Tokoh-tokoh:
a.       Epikuros
b.      Baron von holbach
c.       Karl marx
d.      Thomas Hobben
e.       Hornby
f.       Van der welj





DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung : Penerbit CV. Pustaka Setia, 1997.
Achmad, Asmoro,  Filsafat Umum Edisi Revisi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Abdul Rozak, Isep Zainal Arifin, Filsafat Umum, Bandung: Gema Media Pusakatama, 2002.

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Belum ada Komentar untuk "Makalah Sejarah Anutan Positifisme Dan Materialisme Dalam Filsafat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel