Makalah Pengertian Filsafat, Ciri-Ciri Filsafat, Visi Dan Misi Filsafat Dan Ruang Lingkup Filsafat

1.1  Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu andal filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan andal filsafat itu sendiri. Pengartian filsafat sanggup ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
Secara etimologi, kata filsafat yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “falsafah” dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “ philosophy” yakni berasal dari bahasa yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philos yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijakasanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf yakni pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (496-582 SM). Arti filsafat pada dikala itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas menyerupai yang banyak kini ini dan juga digunaka oleh Socrates (399-470 SM) dan filsuf lainnya.[1]
Hatta mengemukakan bergotong-royong pengertian filsafat itu sebaiknya tidak dibicarakan lebih dahulu. Nanti, bila orang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat berdasarkan konotasi filsafat yang ditangkapnya. Langeveld juga berpendapat: “setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, dan semakin ia berfilsafat ia akan semakin mengerti apa filsafat itu”.[2]
Secara terminologi yakni arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai citra perlu diperkenalkan oleh beberapa ahli, antaralain yaitu:[3]

Pythagoras (497-572 SM): Menurut tradisi filsafati dari zaman yunani kuno, pyhtagoras yakni orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia, kata yang berasal dari bahasa yunani yang kelak dikenal dengan istilah filsafat. Ia menunjukkan definisi filsafat sebagai “ the love of wisdom”. Manusia yang paling tinggi nilainya yakni insan pencipta kebijakan (lover of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom yakni acara melaksanakan perenungan wacana Tuhan. Pythagoras sendiri menganggap dirinya seorang pylosophos (pencinta kebijakan), baginya kebijakan yag sesungguhnya hanyalah dimiiki semata-mata oleh Tuhan.
 Socrates (469-399 SM): ia yakni seorang filsuf dalam bidang moral yang terkemuka sesudah Thales pada zaman yunani kuno. Socrates memahami bahwa filsafat yakni suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan senang (principles of the just and happy life).
Plato (427-347 SM): seorang sobat dan murid socrates ini telah mengubah pengertian kearifan (sophia) yang semula bertalian dengan soal-soal simpel dalam kehidupan menjadi pemahaman intelektual. Menurutnya, filsafat yakni pengetahuan yang berminat mencari kebenaran asli. Dalam karya tulisnya “Republic Plato” ia menengaskan bahwa para filsuf yakni pencipta pandangan wacana kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian terhadap kebenaran tersebut, hanya filsuf yang sanggup menemukan dan menangkap pengetahuan mengenai wangsit yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan wacana seluruh kebenaran. Filsafat plato tersebut kemudian dikenal denga filsafat spekulatif.
Aristoteles (384-322 SM): Aristoteles yakni salah seorang murid Plato yang terkemuka. Menurut pendapatnya, sophia (kearifan) merupakan kebijakan intelektual tertinggi, sedangkan philosophia merupakan padanan kata dari episteme dalam arti suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai. Menurutnya juga, filsafat yakni pengetahuan yag mencakup kebenara yang didalamnya tergabung metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.
Aliran Stoicisme: Aliran filsafat ini berkembang sesudah lahirnya kerajaan romawi kuno. Pada dasarnya filsafat yakni suatu sistem etika untuk mencapai kebahagiaan dalam diri masing-masing orang dengan mengusahakan keselarasan antara insan dengan alam semesta. Keselarasan itu sanggup tercapai dengan hidup sesuai alam dengan mengikuti petunjuk kebijaksanaan sebagai asas tertinggi sifat manusiawi. Bagi para filsuf Stoic, filsafat yakni suatu pencarian terhadap asas-asas rasional yang mempertalikan alam semesta dan kehidupan insan dalam suatu kebulatan tunggal yang logis.
Al-Kindi (801-873 M): ia yakni seorang filosof muslim pertama. Menurutnya filsafat yakni pengetahuan wacana hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, lantaran tujuan para filosof dalam berteori yakni mencari kebenaran, maka dalam prakteknya pun harus menyesuaikan kebenaran pula.
Al-Farabi (870-950 M): Menurutnya, filsafat yakni pengetahuan wacana bagaimana hakikat alam wujud yang sebenarnya.
Francis Bacon (1561-1626 M): Seorang filsuf inggris ini mengemukakan metode induksi yang berdasarkan pengamatan dan percobaan menemukan kebenaran dalam ilmu penetahuan. Ia menyebutkan filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Henry Sidgwick (1839-1900 M): Dalam bukunya philosophy “Its scope and Relations: An Introductory Course of Lecture Henry Sidgwick menyebutkan bahwa filsafat sebagai scientia scientarium (ilmu wacana ilmu)”, lantaran filsafat menyelidiki pengertian-pengertian khusus, asas-asas pokok, metode khas, dan kesimpulan-kesimpulan utama dalam suatu ilmu apapun dengan maksud untuk mengkoordinasikan semuanya dengan hal-hal yang serupa dari ilmu-ilmu lainnya.
Bertrand Russel (1872-1970 M): seorang filsuf inggris lainnya yang berjulukan lengkap Bertrand Arthur William Russel ini menganggap filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan, lantaran filsafat menyelidiki secara kritis asas-asas yag digunakan dalam ilmu dan dalam kehidupan sehari-hari, dan mencari sesuatu yang tidak selaras yang terkandung dalam asas-asas itu.
J.A. Leighton: ia menengaskan bahwa filsafat mencari suatu kebulatan dan keselarasan pemahaman yang beralasan wacana sifat alami dan makna dari semua segi pokok kenyataan. Suatu filsafat yang lengkap mencakup sebuah pandangan dunia atau konsepsi yang beralasan wacana seluruh alam semesta dan sebuah pandangan hidup atau aliran wacana banyak sekali nilai, makna, dan tujuan kehidupan manusia.
John Dewey (1858-1952 M): Dalam karangannya “Role of Philosophy in The History of Civilizations (Proceedings of The Sixht International congress of Phylosophy)”, ia menganggap filsafat sebagai suatu sarana untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian antara  hal-hal yang usang dengan yang gres dalam pembiasaan suatu kebudayaan. Filsafat merupakan suatu pengungkapan dari perjuangan-perjuangan insan dalam usaha terus menerus untuk menyesuaikan kumpulan tradisi yang usang dengan banyak sekali kecenderungan ilmiah dan impian politik yang baru.
Poedjawijatna (1974 M): ia menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata arab yang berafiliasi rapat dengan kata yunani, bahkan asalnya memang dari kata yunani. Kata yunaninya yakni philosopia, dalam bahasa yunani kata philisophia merupakan kata beragam yang terdiri atas philo dan sophia. Philo artinya cinta dalam arti yang luas yaitu ingin, dan lantaran itu selalu berusaha untuk mencapai yang diinginkannya itu. Sophia artinya kebijakan atau pintar dalam pengertian yang mendalam. Kaprikornus menurutnya, filsafat bisa diartikan ingin mencapai kepandaian, cinta pada kebijakan. Ia juga mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari lantaran yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan otonom yang perlu dikaji oleh insan lantaran ia dikarunai akal. Al-Qur’an mewajibkan insan berfilsafat untuk menambah dan memperkuat keimanan kepada Tuhan.
Jadi, filsafat yakni pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga sanggup diartikan sebagai suatu sifat seseorang yang sadar dan remaja dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Filsafat yakni akar dari segala pengetahuan insan baik pengetahuan ilmiah maupun nonilmiah.[4]
Filsafat kalau dilihat dari fungsinya secara simpel yakni sebagai sarana bagi insan untuk sanggup memecahkan banyak sekali problematikan kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dalam pendidikan. Oleh lantaran itu sanggup disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi ilmu yag pada hakikatnya merupakan balasan dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.

1.2  Ciri-ciri Filsafat
Menurut Clarence I. Lewis spesialis logika menyampaikan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi yakni banyak sekali acara atau problema kehidupan manusia. Dalam acara problema tersebut terdapat beberapa ciri yang sanggup mencapai derajat pemikiran filsafat yaitu:
a.     Sangat umum dan universal
Pemikiran filsafat memiliki kecenderungan sangat umum dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum. Misalnya wacana manusia, wacana keadilan, wacana kebebasan dan lainnya.
b.      Tidak factual
Pengertian factual kata lainnya yakni spekulatif yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk kebijaksanaan mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan ada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmiah. 



c.       Bersangkutan dengan nilai
C.J. Ducasse menyampaikan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam evaluasi yakni wacana yang baik dan yang buruk, yang susila dan asusila dan alhasil filsafat sebagai suatu usaha mempertahankan nilai.
d.      Berkaitan dengan arti
Diatas telah dikemukakan bahwa nilai selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu didalamya penuh dengan arti dan makna. Agar upaya filosof dalam mengungkapkan ide-idenya bersyarat dengan arti, maka para filosof harus sanggup membuat kalimat-kalimat yang logis dan bahasa yang tepat (ilmiah), kesemuanya itu berkhasiat untuk menghindari adanya kesalahan.
e.       Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akibat logis), dan dari implikasi tersebut diperlukan akan bisa melahirkan pemikiran baru, sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis: dari tesis ke anti tesis kemudian sintesis, dan seterusnya, sehingga tiada habis-habisnya. Pemikiran yang implikatif akan sanggup menyuburkan intelektual.
Sedangkan berdasarkan Suyadi M.P. pemikiran kefilsafatan memiliki katakteristik sendiri, yaitu:[5]
a)      Menyeluruh
Artinya, pemikiran yang luas lantaran tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandangan tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui kekerabatan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu lain, kekerabatan ilmu dengan moral, seni, dan tujuan hidup.
b)      Mendasar
Artinya, pemikiran yang dalam hingga kepada hasil yang mendasar atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga sanggup dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi hingga tembus ke kedalamannya.

c)      Spekulatif
Artinya, pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimasudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, lantaran tidak pernah mencapai pemyelesaian.

1.3 Visi dan Misi Filsafat
Visi filsafat:
Ø  Pencegah (memberikan suatu citra yang niscaya mengenai ilmu filsafat)
Ø  Pengasah (mengasah diri kita untuk berpikir secara realitas)
Ø  Penggerak (menggerakkan diri kita untuk melaksanakan sesuatu hal yang bernilai positif dan bermanfaat)
Misi filfasat:
Ø  Mengembangkan ilmu filsafat dan teologi
Ø  Menyelenggarakan pendidikan akademik yang unggul dibidang filsafat dan teologi dalam obrolan dalam ilmu-ilmu yang terkait
Ø  Menjadi sentra pengembangan pemikiran yang sanggup dipertanggung jawabkan
Ø  Melibatkan diri dalam kehidupan intelektual, cultural, dan spiritual bangsa
Tujuan filsafat:
Ø  Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita sanggup memenuhi sumber, hakikat, dan tujuan ilmu
Ø  Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu diberbagai bidang, sehingga kita sanggup citra wacana proses ilmu kontemporer secara histories
Ø  Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami study diperguruan tinggi, terutama membedakan kasus yang alamiah dan nonalamiah
Ø  Mendorong pada calon ilmuan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya
Ø  Mempertengas dalam kasus sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

1.4  Lapangan Filsafat
Dalam lapangan filsafat ada tiga kasus pokok yang dibahas yaitu:[6]
1.      Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan wacana hakikat yang tersimpul dibelakang dunia fenomena. Objek kajian metafisika berdasarkan Aristoteles ada dua yaitu: (1) ada belahan yag ada maksudnya, pengetahuan yang mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, yang bisa ditangkap pancaindra; dan (2) ada sebagian yang Ilahi yaitu, keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung pada lain yakni Tuhan (illahi berarti tidak sanggup ditangkap oleh pancaindra).
2.      Epistimologi
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji wacana asal, sifat,  struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Epistimologi juga disebut sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge) barasal dari kata yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”,”pengetahuan ilmiah”, dan logos atau teori. Epistimologi sanggup didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya yakni “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistimologi pertanyaan pokoknya yakni “apa yang sanggup saya ketahui?”.
3.      Aksiologi
Aksiologi barasal dari kata axios yakni dari bahasa yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian, maka aksiologi yakni “teori wacana nilai”. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi terbagi dalam tiga bagian: pertama; moral conduct yaitu tindakan moral yang melahirkan etika. Kedua; esthetic expression yaitu ekspresi keindahan. Ketiga; sosiopolitical life yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosialpolitik.
Dari uraian diatas, sanggup disimpulkan bahwa lapangan filsafat yakni semua lapangan pemikiran insan yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmateial (abstrak). Kaprikornus objek filsafat itu tidak terbatas.

1.5     Urgensi Filsafat
Pada umumnya sanggup dikatakan bahwa dengan berguru filsafat semakin mengakibatkan orang bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar insan yang tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus. Jadi, filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan asasi insan wacana makna realitas dan ruang lingkupnya.
Kegunaan filsafat sanggup dibagi menjadi dua, yakni kegunaan secara umum dan secara khusus. Kegunaan secara umum dimasudkan manfaat yang sanggup diambil oleh orang berguru filsafat dengan mendalam sehingga bisa memecahkan masalah-masalah secara kritis wacana segala sesuatu. Kegunaan secara khusus dimasudkan manfaat khusus yang bisa diambil untuk memecahkan khususnya suatu objek di indonesia. Jadi, secara khusus diartikan terikat oleh ruang dan waktu, sedangkan umum dimasudkan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Menurut sebagian para filsuf, kegunaan secara umum dari filsafat adalah:
a.       Plato mencicipi bahwa berfikir dan memikiran yakni hal yang nikmat luar biasa sehingga filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga.
b.      Rene Descartes yang termashur sebagai penggagas filsafat modern dan penggagas pembaruan dalam masa ke 17 populer dengan ucapannya cogito ergo sum (karena berpikir maka saya ada).
c.       Alfred North Whitehead seorang filsuf modern merumuskan filsafat sebagai berikut: “filsafat yakni kesadaran dan pandangan jauh kedepan dan suatu kesadaran akan hidup, dan kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha peradaban”.
d.      Maurice Marleau Ponty seorang filsuf modern eksistensialisme mengatakan: “jasa dari filsafat yakni terletak pada sumber penyelidikannya, sumber itu yakni eksistensi   dan dengan sumber itu kita bisa berpikir wacana manusia”.
Disamping kegunaan secara umum, filsafat juga sanggup digunakan secara khusus dalam lingkungan sosial budaya indonesia. Franz Magnis Suseno (1991) menyebutkan ada lima kegunaan, yaitu sebagai berikut:[7]
1.      Bangsa indonesia berada ditengah-tengah dinamika proses modernisasi yang mencakup banyak bidang dan sebagian sanggup dikemudikan melalui kebijakan pembangunan. Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan pandangan hidup, nilai dan norma itu filsafat membantu untuk mengambil perilaku sekaligus terbuka dan kritis.
2.      Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi, dan filsafat indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani tidak hanya secara verbalistik, melainkan secara evaluatif, kritis dan refleksi sehingga kekayaan rohani bangsa sanggup menjadi modal dalam pembentukan terus-menerus identitas modern bangsa indonesia.
3.      Sebagai kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendetektif dan membuka kedok ideologis banyak sekali bentuk ketidak sosial dan pelanggaran terhadap martabat dan hak asasi insan yang masih terjadi.
4.      Filsafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan intelektual bangsa pada umumnya dan dalam kehidupan intelektual di universitas dan lingkungan akademik khususnya.

5.      Filsafat menyediakan dasar dan sarana sekaligus lahan untuk berdialog diantara agama yang ada di indonesia pada umumnya dan secara khusus dalam rangka kolaborasi antaragama dalam membanguan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pansasila.



























BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Arti filsafat secara harfiah yakni cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Subjek filsafat yakni seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Ciri-ciri filsafat yakni universal, tidak factual, berkaitan dengan nilai, berkaitan dengan arti, mendasar, menyeluruh,dan lain-lainnya. Tujuan filsafat yakni Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita sanggup memenuhi sumber, hakikat, dan tujuan ilmu. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu diberbagai bidang, sehingga kita sanggup citra wacana proses ilmu kontemporer secara histories. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami study diperguruan tinggi, terutama membedakan kasus yang alamiah dan nonalamiah. Mendorong pada calon ilmuan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. Mempertegas dalam kasus sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

1.2  Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun tentunya mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan baik dalam ejaan, pilihan kata, sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang kurang di pahami, Seperti ada pepatah menyampaikan : “ Tak ada gading yang tak retak”, Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, dikarenakan kami masih dalam tahap pembelajaran. Maka dari itu kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun biar kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah berikutnya sehingga makalah berikutnya lebih tepat dari pada makalah sebelumnya.






[1] Drs. Surajiyo, dalam buku “Ilmu Filsafat”, hal: 1
[2] Ahmad Tafsir, dalam buku “Filsafat umum”, hal: 9
[3] Ahmad Tafsir, dalam buku “filsafat umum”, hal: 10-15.
[4] Aceng Rahmat, dalam  buku “Filsafat Ilmu Lanjutan”, hal: 20
[5] Drs. Surajiyo, dalam buku “Ilmu Filsafat”. Hal: 13
[6] Aceng Rahmat, dalam buku “Filsafat Ilmu Lanjutan”, hal:139-162.
[7] Drs. Surajiyo, dalam buku “Ilmu Filsafat”, hal: 17-18

Belum ada Komentar untuk "Makalah Pengertian Filsafat, Ciri-Ciri Filsafat, Visi Dan Misi Filsafat Dan Ruang Lingkup Filsafat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel