Makalah Bimbingan Konseling Makalah Landasan Filosofis Bimbingan Konseling

A.    Makna, Fungsi, Prinsip-Prinsip Filosofis Bimbingan dan Konseling
“Landasan” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (pusat bahasa diknas.go.id) diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, kita sanggup memahami bahwa landasan ialah suatu bantalan atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi daerah berdirinya sesuatu hal.
“Filosofis” , berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap budi Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan.
Sikun Pribadi mengartikan filsafat sebagai suatu “usaha insan untuk memperoleh pandangan atau konsepsi wacana segala yang ada, dan apa makna hidup insan di alam semesta ini”. Dapat diartikan juga sebagai perenungan atau pemikiran wacana kebenaran, keadilan, kebaikan, religi, serta sosial-budaya.[1]
Berarti landasan filosofis bimbingan dan konseling adalah perkiraan filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek bimbingan dan konseling, perkiraan tersebut ialah tanggapan menyangkut pertanyaan wacana apakah makna hidup itu? Dari mana asal insan dan ke mana perginya?, Siapa insan itu? Dan pertanyaan sulit lainnya.
Fungsi filsafat dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa (1) setiap insan harus mengambil keputusan atau tindakan, (2) keputusan yang diambil ialah keputusan diri sendiri, (3) dengan berfilsafat sanggup mengurangi salah faham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah. Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga sanggup mengambil keputusan yang tepat. Keputusan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu yang harus dihadapi secara penuh tanggung jawab. Oleh lantaran itu, keputusan yang diambil akan terhindar dari kemungkinan konflik dengan pihak lain, bahkan sebaliknya sanggup mendatangkan kenyamanan atau kesejahteraan hidup bersama, walaupun berada dalam iklim kehidupan yang serba kompleks.
Makna dan fungsi filsafat dalam kaitanya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan pendapat Belkin (1975) yaitu bahwa, “Pelayanan bimbingan dan konseling mencakup kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tidakan yang bijaksana. Untuk itu diharapkan pemikiran filsafat wacana aneka macam hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.[1]
John J. Pietrofesa et.al. (1980: 30-31) mengemukakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang berkaitan dengan landasan filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut.
Objective Viewing. Dalam hal ini konselor membantu klien semoga memperoleh suatu perspektif wacana persoalan khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk menilai atau mengkaji aneka macam alternatifi atau taktik kegiatan yang memungkinkan klien bisa merespon interes, minat atau keinginannya secara konstruktif.
The Counselor must have the best interest of the client at heart. Dalam hal ini konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor memakai keterampilan untuk membantu klien dalam upaya menyebarkan keterampilan klien dalam mengatasi persoalan (coping) dan keterampilan hidupnya (life skills).[1]
John J. Pietrofesa et.al. (1980) dalam (Yusuf, 2010) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin wacana prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai berikut.
  1. Bimbingan hendaknya didasarkan pada ratifikasi akan keilmuan dan harga diri individu (klien) dan atas hak-haknya untuk menerima bantuan.
  2. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya bimbingan merupakan cuilan integral dalam pendidikan.
  3. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta pinjaman atau pelayanan.
  4. Bimbingan bukan prerogratif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan dilaaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.
  5. Fokus bimbingan ialah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya.
  6. Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi, personalisasi dan sosialisasi.

B.     Hakikat Manusia
Beberapa pendapat para andal atau mazhab konseling wacana hakikat insan diantaranya sanggup dipaparkan sebagai berikut:
  1. Viktor E.Frankl mengemukakan bahwa hakikat insan itu sebagai berikut.
1)   Manusia, selain mempunyai dimensi fisik dan psikologis, juga mempunyai dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila insan itu hendak dipahami dengan sebaik-baiknya. Melalui dimensi spiritualnya itulah insan bisa mencapai hal-hal yang berada di luar dirinya dan mewujudkan ide-idenya.
2)   Manusia ialah unik, dalam arti bahwa insan mengarahkan kehidupannya sendiri.
3)   Manusia ialah bebas merdeka dalam aneka macam keterbatasannya untuk menciptakan pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan insan berubah dan menentukan siapa bantu-membantu diri insan itu sendiri.

  1. Sigmund Freud mengemukakan sebagai berikut.
1)   Manusia intinya bersifat pesimistis, deserministik, mekanistik, dan reduksionistik.
2)   Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
3)   Dinammika kepribadian berlangsung melalui pembagian enerji psikis kepada Id, Ego dan Superego yang bersifat saling mendominasi.
4)   Manusia mempunyai naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif, naluri kehidupan (eros) dan final hidup (tanatos).
5)   Manusia bertingkah laris dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).

  1. Passons (Robert L.Gibson dan Marianne H. Mitchel, 1986: 121) mengemukakan delapan perkiraan wacana hakikat insan berdasarkan kerangka kerja teori konseling Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls (1884-1970) sebagai berikut.
1)   Individu mempunyai kepribadian yang utuh, menyeluruh, bukan terdiri dari bagian-bagian badan, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi. Individu sanggup dipahami apabila dilihat dari keterpaduan semua bagian-bagian tersebut.
2)   Individu merupakan cuilan dari lingkungannya. Oleh lantaran itu individu gres sanggup dipahami apabila memperhatikan konteks lingkungannya.
3)   Individu menentukan bagaimana beliau merespon rangsangan internal maupun eksternal. Individu ialah pemain drama bukan reaktor.
4)   Individu kemampuan potensial untuk menyadari secara penuh semua sensasi, pikiran, emosi, dan persepsinya.
5)   Individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pilihan, lantaran beliau menyadarinya.
6)   Individu mempunyai kapasitas untuk membangun kehidupannya secara efektif.
7)   Individu tidak sanggup mengalami masa kemudian dan masa yang akan datang, tetapi beliau hanya sanggup mengalami masa sekarang.
8)   Individu intinya tidak sanggup dikatakan baik atau buruk.

  1. Beck (Blocher, 1974) mengemukakan beberapa perkiraan eksistensialis wacana hakikat manusia, yaitu sebagai berikut.
1)   Manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Dia punya pilihan dan harus melaksanakan pilihan untuk dirinya sendiri.
2)   Manusia harus memandang atau memperhatikan orang lain sebagai cuilan dari dirinya, dan perhatiannya ini direfleksikan dalam pergaulan dengan warga masyarakat yang lebih luas.
3)   Manusia eksis di duni nyata, dan kekerabatan dengan dunianya di satu sisi merupakan bahaya yang dalam banyak hal tidak sanggup merubahnya.
4)   Hidup yang bermakna harus menghilang bahaya yang dihadapi, baik fisik maupun psikis. Tujuannya ialah untuk membebaskan insan dari ancaman, sehingga sanggup mencapai perkembangan yang optimum.
5)   Setiap insan mempunyai pembawaan dan pengalaman yang unik, sehingga memungkinkan berperilaku yang berbeda satu sama lainnya.
6)   Manusia berperilaku sesuai dengan pandangan subjektifnya wacana realitas.
7)   Secara alami insan tidak sanggup dikatakan “baik” atau “buruk” (jahat).
8)   Manusia mereaksi situasi secara menyeluruh tidak bersifat serpihan (seperti hanya intelektual atau emosional).
  1. B.F Skinner dan Watson (Gerald Corey, terjemahan E. Koeswara, 1988) mengemukakan tenntang hakikat insan sebagai berikut.
1)   Manusia dipandang mempunyai kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama.
2)   Manusia intinya dibuat dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama keberadaan manusia.
3)   Segenap tingkah laris insan itu dipelajari.
4)   Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.

  1. Albert Ellis aktivis terapi rasional-emotif beropini bahwa hakikat insan adalah:
1)   Manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat.
2)   Manusia mempunyai kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir, mencintai, bergabung dengan orag lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri.
3)   Manusia juga mempunyai kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, meratapi kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.
4)   Manusia dilahirkan dengan kecwenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan, tuntutan, hasrat dan kebutuhan dalam dirinya, kalau tidak segera mencapai apa yang diinginkannya insan mempersalahkan dirinya sendiri ataupu orang lain.
5)   Manusia berpikir, beremosi dan bertindak secara simultan. Jarang insan beremosi tanpa berpikir, lantaran perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas sesuatu situasi yang spesifik.

  1. Aliran Humanistik mempunyai pandangan yang optimistik terhadap hakikat manusia. Para andal teori humanistik mempunyai keyakinan sebagai berikut.
1)   Manusia mempunyai dorongan bawaan untuk menyebarkan diri.
2)   Manusia mempunyai kebebasan untuk merancang atau menyebarkan tingkah lakunya, yang dalam hal ini insan bukan poin yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan.
3)   Manusia ialah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional atau konflik.

  1. Aliran Realitas beropini bahwa insan membutuhkan identitas dan bisa menyebarkan “identitas keberhasilan” maupun “identitas kegagalan”. Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik.
Menurut Pancasila dalam sila ke-dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kemanusiaan ialah prinsip yang berisi keharusan untuk bersesuaian dengan hakikat manusia. Hakikat insan berdasarkan pancasila ialah insan seutuhnya, yaitu monopluralisme, insan ialah dari keseluruhan unsur-unsur hakiki yang berpasangan, monodualis raga jiwa, monodualis individu sosial, makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Yang kesemua unsur tersebut berstu secara organis, serasi dan dinamis.
Dengan memahami hakikat insan tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat wacana insan itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus bisa melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh insan dengan aneka macam dimensinya.[1]
C.    Tugas dan Tujuan Kehidupan Manusia Serta implikasi terhadap Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Secara naluriah insan mempunyai kebutuhan untuk hidup bahagia,sejahtera, nyaman dan menyenangkan. Prayitno dan Erman (dalam yusuf, 2010) mengemukakan model witney sweeney wacana kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya menyebarkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5 kategori kiprah kehidupan, yaitu:
a.       Spiritualitas; Agama sebagai sumber inti bagi hidup  sehat. Dimensi  dari aspek spiritual adalah; kemampuan insan memperlihatkan arti  kepada  kehidupannya, optimisme terhadap  kejadian-kejadian yang akan tiba dan diterapkannya nilai-nilai dalam kekerabatan antar orang serta  dalam pembuatan keputusan.

b.      Pengaturan diri; Seseorang yang  mengamalkan hidup  sehat pada dirinya terdapat sejumlah ciri, termasuk rasa diri berguna,  pengendalian diri,  pandangan   realistik,  spontanitas  dan  kepekaan  emosional, kemampuan rekayasa intelektual, pemecahan masalah, dan kreativitas, kemampuan berhumor, kebugaran jasmani   dan   kebiasaan   hidup  sehat,  maka  orang  mampu   mengkoordinasikan hidupnya  dengan  pola  tingkah  laris yang bertujuan,  melalui  pengarahan, pengendalian dan pengelolan diri sendiri.

c.       Bekerja; Dengan  bekerja  orang  akan  memperoleh  keuntungan  ekonomis,  psikologis  ( percaya diri, merasa  mempunyai kegunaan ),  dan   sosial  (  tempat   bertemu   orang    lain,  persahabatan,   dan  status ) kesemuanya akan menunjang kehidupan yang sehat bagi diri sendiri dan orang lain.


d.      Persahabatan ; Persahabatan memperlihatkan 3 kautamaan kepada hidup yang sehat, yaitu :
-       Dukungan emosional, kedekatan , perlindungan, rasa aman, kegembiraan.
-       Dukungan keberadaan, penyediaan kebutuhan fisik, pinjaman keuangan.
-       Dukungan informasi, pemberian data yang diperlukan, petunjuk peringatan, nasehat.

e.    Cinta; Dengan  cinta  hubungan  seseorang  dengan  orang lain cenderung menjadi sangat intim, saling  mempercayai,  saling  terbuka,  saling  bekerjasama, dan  saling  memberikan  komitmen  yang  kuat.
Paparan wacana hakikat, tujuan, dan kiprah kehidupan insan di atas sebagai hasil olah pikir para ahli, mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling, dalam hal ini terutama terkait dengan perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara pandang konselor terhadap konseli yang sebaiknya didasarkan pada harkat dan martabat manusia.

Sedangkan berdasarkan Sukmadinata, 2007 Aliran filsafat juga mempunyai pandangan wacana hakikat manusia, tujuan hidup insan dan implikasinya terhadap bimbingan konseling yaitu sebagai berikut:

a.      Idealisme
Idealisme merupakan faham filsafat yang mengakui adanya dunia inspirasi di samping dunia riil dimana kini kita berada. Dunia inspirasi ini merupakan dunia rohani, spiritual yang bersifat abadi, sedang dunia riil merupakan dunia materi yang sanggup diamati dengan indra, dunia ini bersifat fana. Kehidupan di dunia riil bersifat sementara, serta terbatas. Sedang dunia inspirasi bersifat kekal, tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu.
Para idealis mengakui adanya nilai-nilai kekal yang bersifat mutlak, baik nilai nilai moral (etika) maupun nilai nilai kultural (estetika). Tujuan kehidupan insan ialah mencari kebenaran dan kebahagiaan spiritual yang kekal yakni dunia ide.
Bimbingan konseling diarahkan pada pengembangan anak dan sampaumur semoga menguasai nilai-nilai, hidup sejalan dengan nilai-nilai moral dan estetika. Bimbingan dan Konseling berfungsi membantu bawah umur dan sampaumur dalam memahami kebahagiaan abadi, membantu menyiapkan diri dalam mencapai kehidupan abadi.

b.   Realisme
Realisme merupakan faham filsafat yang lebih menekankan dunia nyata, kenyataan tunduk pada aturan alam yang bersifat universal. Manusia berusaha menemukan aturan universal melalui penelitian empiris dan fakta yang telah dibuktikan dalam penelitian menjadi pola dalam kehidupan manusia.
Nilai merupakan standar yang telah dirumuskan secara ilmiah, etika merupakan tuntutan moral yang didasarkan pada pemikiran ilmiah. Keindahan atau estetika ada pada alam dan kekerabatan yang bersifat ilmiah.
Manusia harus mengerti aturan universal tersebut, tujuan kehidupan insan ialah mengembangkn dan menyempurnakan pemahamannya wacana alam melalui kajian dan penelitian ilmiah.
Bimbingan dan konseling diarahkan pada pengembangan pengetahuan dan kemampuan siswa pada alam, tuntutan, prinsip dan aturan alam.

c.    Pragmatisme
Pragmatisme memandang kenyataan atau kehidupan selalu berubah. Dalam kehidupan insan selalu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi ini yang membut insan berubah atau lingkungannya yang berubah.
Pragmatisme tidak mengakui kebenaran yang universal atau kebenaran mutlak. Kebenaran hanyalah generalisasi atau prinsip tentatif yang menjadi pegangan dalam berinteraksi dengan lingkungan yang akan diuji dalam penelitian selanjutnya. Konsep pragmatisme wacana nilai sangat situasional.

d.   Eksistensialisme
Konsep eksistensialisme lebih menekankan pada aspek pribadi dan sosial. Pendidikan dan bimbingan diarahkan pada mengakibatkan perubahan-perubahn pribadi dan sosial. Bimbingan dan konseling diarahkan pada pengembangan kepribadian anak semoga mempunyai secara pribadi maupun sosial. Pemberian layanan bimbingan ditujukan semoga siswa mempunyai pemahaman terhadap segala potensi dan kekuatan dirinya, segala tuntutan dan persoalan yang dihadapinya. Tugas para pembimbing ialah pengembangan semua potensi dan kekuatan anak, semoga mereka menjadi insan yang sehat dan produktif.
Bagi bangsa indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan dan konseling ialah pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan fitrah insan sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Maka pembuatan aktivitas bimbingan dan konseling harus merujuk kepada nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila pancasila tersebut. Pancasila sebagai landasan bimbingan dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut:
1.      Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila. Dengan demikian tujuan bimbingan dan konseling ialah memfasilitasi penerima didik semoga bisa ; (1) menyebarkan potensi, fitrah dan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan Yang maha Esa dengan cara mengimani, memahami dan mengamalkan ajaranNya. (2) menyebarkan sikap-sikap yang positif menyerupai respek terhadap harkat dan martabat sendiri dan orang lain, dan bersikap empati. (3) menyebarkan sikap-sikap kooperatif, kolaboratif, toleransi dan altruis (ta’awun bil ma’ruf) (4) mengembagkan sikap demokratis, menghargai pendapat orang lain, dan bersikap mengayomi masyarakat. (5). Mengembangkan kesadaran untuk membangun bangsa dan negara yang sejahtera dan berkeadilan dalam aneka macam aspek kehidupan (ekonomi, hukum, pendidikan, dan pekerjaan).
2.      Konselor seyogyanya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa, bersikap respek terhadap orang lain, mau bekerja sama dengan orang lain. Bersikap demokratis, dan bersikap adil terhadap para siswa.
Perlu melaksanakan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang mendukung twrwujudnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat pada umumnya. Upaya itu diantaranya:
1.      menata kehidupan lingkungan yang hijau berbunga, higienis dari polusi
2.      mencegah dan memberantas kriminalitas
3.      menghentikan tayangan televisi yang merusak nilai pancasila, menyerupai tayangan yang merusak akidah, moral masyarakat
4.      mengontrol secara ketat penjualan alat kontrasepsi
5.      memberantas korupsi dan melaksanakan clean government.[1]

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan sanggup ditarik kesimpulan bahwa landasan filosofis memperlihatkan pemikiran-pemikiran wacana hakikat dan tujuan hidup insan untuk menemukan hakikat insan secara utuh mengingat bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan insan sebagai objeknya.
Pemikiran wacana hakikat manusia, Tujuan dan Tugas kehidupan insan diharapkan akan berimplikasi positif terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling, yakni konselor akan mempunyai pedoman yang akurat dalam melaksanakan layanan bimbingan, konseling dilaksanakan dan diarahkan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan manusia.


















DAFTAR PUSTAKA


Sukmadinata, Nana, Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wreksosuhardjo, sunarjo.2005. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogjakarta: Andi


Belum ada Komentar untuk "Makalah Bimbingan Konseling Makalah Landasan Filosofis Bimbingan Konseling"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel