Immanuel Kant. Fakta Nalar Budi
Masih ada pertanyaan yang sangat fundamental yang perlu dijawab: apakah moralitas yang dikembangkan Kant secara apriori dari paham “baik tanpa segala pembatasan” itu nyata? Apakah ada kehendak otonom? Apakah ada kebebasan? Apakah pedoman Kant lebih dari sebuah spekulasi atau main-main belaka, tanpa relevansi terhadap kenyataan kita? Pertanyaan itu lebih mendesak alasannya yaitu Kant dalam filsafat teoretisnya menolak kemungkinan pengetahuan objektif di luar bidang indriawi, padahal bidang moralitas diklaim sebagai tidak indriawi. Kewajiban untuk menaati kewajiban semata-mata demi kewajiban: bagaimana mau dibuktikan?
Pembuktian kenyataan moralitas berdasarkan Kant tidak bersifat teoretis, melainkan praktis. Etika bukan teori abstrak, melainkan refleksi atas suatu pengalaman yang tidak sanggup disangkal, yaitu kesadaran moral. Apa itu kesadaran moral? Kesadaran adab yaitu kesadaran adanya kewajiban mutlak.
Bahwa ada kewajiban mutlak tidak berdasarkan suatu bukti teoretis, melainkan selalu sudah diketahui dan dirasakan. Kita tidak sanggup mendeduksikannya; kita hanya sanggup menunjuk kepadanya. Kesadaran itu suatu Fakta, tetapi bukan fakta empiris. Suatu fakta empiris sanggup dibuktikan lepas dari kesadaran kita, tetapi fakta moralitas hanya ada dalam kesadaran kita. Kant bicara ihwal Fakta Akal Budi.
Yang dimaksud Kant yaitu apa yang dalam bahasa biasa kita sebut bunyi hati atau hati nurani. Hati nurani tidak sanggup dibuktikan; kita hanya sanggup menunjuk kepadanya. Kita sanggup menguraikan segi-segi yang nyata-nyata ada dalam kesadaran itu. Itulah yang disebut Kant. Dari situ Kant hingga ke kesadaran adanya kemutlakan, adanya paham kebaikan tanpa batas, yang implikasi-implikasinya kemudian dijelaskan secara deduktif.
Kalau orang mau menyangkal bunyi hati, silakan. Tidak ada kemungkinan untuk “memaksa” beliau mengakuinya. Namun, kita sanggup bertanya apakah ia sanggup menyangkalnya tanpa masuk ke dalam kontradiksi. Ia hanya sanggup mengharapkan kita untuk mempercayai penyangkalannya apabila kita mengandaikan bahwa ia tidak akan berbohong apa pun kondisinya, dan hal itu mengandaikan ia sadar bahwa ada kewajiban mutlak untuk tidak berbohong.
Kant sendiri menggunakan cara lain. Ia bertanya apakah mungkin seseorang yang diancam akan eksklusif dieksekusi mati, kecuali jikalau ia bersedia menunjukkan kesaksian palsu mengenai orang lain yang tidak bersalah, mengatasi cinta kepada hidup dan tetap menolak menunjukkan kesaksian palsu? Kant menjawab bahwa itu mungkin. Dari situ ia menarik kesimpulan bahwa orang itu sadar bahwa ia mempunyai kesadaran untuk melaksanakan sesuatu yang merupakan kewajiban mutlak. Jadi, meskipun kita akan memahami jikalau orang itu menunjukkan kesaksian palsu, kita tetap akan menilai kesaksian palsu itu sebagai ketidakadilan moral. Contoh itu menunjukkan kita mempunyai kesadaran bahwa kita berada di bawah aturan moral.
Sumber
Suseno, Franz Magnis. 1996. 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius. Jogjakarta
Download
Baca Juga
1. Immanuel Kant
2. Immanuel Kant (1724-1804 M)
3. Immanuel Kant. Pengandaian-pengandaian filosofis
4. Immanuel Kant. Apa itu Moralitas?
5. Immanuel Kant. Imperatif Kategoris
6. Immanuel Kant. Otonomi Kehendak
7. Immanuel Kant. Postulat-Postulat
Pembuktian kenyataan moralitas berdasarkan Kant tidak bersifat teoretis, melainkan praktis. Etika bukan teori abstrak, melainkan refleksi atas suatu pengalaman yang tidak sanggup disangkal, yaitu kesadaran moral. Apa itu kesadaran moral? Kesadaran adab yaitu kesadaran adanya kewajiban mutlak.
Bahwa ada kewajiban mutlak tidak berdasarkan suatu bukti teoretis, melainkan selalu sudah diketahui dan dirasakan. Kita tidak sanggup mendeduksikannya; kita hanya sanggup menunjuk kepadanya. Kesadaran itu suatu Fakta, tetapi bukan fakta empiris. Suatu fakta empiris sanggup dibuktikan lepas dari kesadaran kita, tetapi fakta moralitas hanya ada dalam kesadaran kita. Kant bicara ihwal Fakta Akal Budi.
Yang dimaksud Kant yaitu apa yang dalam bahasa biasa kita sebut bunyi hati atau hati nurani. Hati nurani tidak sanggup dibuktikan; kita hanya sanggup menunjuk kepadanya. Kita sanggup menguraikan segi-segi yang nyata-nyata ada dalam kesadaran itu. Itulah yang disebut Kant. Dari situ Kant hingga ke kesadaran adanya kemutlakan, adanya paham kebaikan tanpa batas, yang implikasi-implikasinya kemudian dijelaskan secara deduktif.
Kalau orang mau menyangkal bunyi hati, silakan. Tidak ada kemungkinan untuk “memaksa” beliau mengakuinya. Namun, kita sanggup bertanya apakah ia sanggup menyangkalnya tanpa masuk ke dalam kontradiksi. Ia hanya sanggup mengharapkan kita untuk mempercayai penyangkalannya apabila kita mengandaikan bahwa ia tidak akan berbohong apa pun kondisinya, dan hal itu mengandaikan ia sadar bahwa ada kewajiban mutlak untuk tidak berbohong.
Kant sendiri menggunakan cara lain. Ia bertanya apakah mungkin seseorang yang diancam akan eksklusif dieksekusi mati, kecuali jikalau ia bersedia menunjukkan kesaksian palsu mengenai orang lain yang tidak bersalah, mengatasi cinta kepada hidup dan tetap menolak menunjukkan kesaksian palsu? Kant menjawab bahwa itu mungkin. Dari situ ia menarik kesimpulan bahwa orang itu sadar bahwa ia mempunyai kesadaran untuk melaksanakan sesuatu yang merupakan kewajiban mutlak. Jadi, meskipun kita akan memahami jikalau orang itu menunjukkan kesaksian palsu, kita tetap akan menilai kesaksian palsu itu sebagai ketidakadilan moral. Contoh itu menunjukkan kita mempunyai kesadaran bahwa kita berada di bawah aturan moral.
Sumber
Suseno, Franz Magnis. 1996. 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius. Jogjakarta
Download
Baca Juga
1. Immanuel Kant
2. Immanuel Kant (1724-1804 M)
3. Immanuel Kant. Pengandaian-pengandaian filosofis
4. Immanuel Kant. Apa itu Moralitas?
5. Immanuel Kant. Imperatif Kategoris
6. Immanuel Kant. Otonomi Kehendak
7. Immanuel Kant. Postulat-Postulat
Belum ada Komentar untuk "Immanuel Kant. Fakta Nalar Budi"
Posting Komentar