Al-Farabi. Filsafat Praktis
Kesatuan antara ilmu-ilmu teoretis metafisika dan psikologi yang telah dibangun Al-Farabi juga tercermin dalam filsafat politiknya, bersama logika, merupakan fokus utama karya-karya filsafatnya. Sementara potongan lain dari filsafat Al-Farabi berkarakter Aristotelian, yang dilengkapi dengan unsur-unsur Neoplatonik. Filsafat politik Al-Farabi sangat Platonik, dan mencerminkan gambaran ideal filsafat politik Plato yang didasarkan pada landasan-landasan metafisika. Oleh sebab itu, dua karya utama Al-Farabi dalam filsafat politik—Siyasah Madaniyyah dan Madinah Fadilah—sarat dengan ungkapan-ungkapan metafisikanya.
Meskipun Al-Farabi mencurahkan sebagian perhatiannya pada karya-karya ini dan karya-karya lainnya wacana filsafat mudah sampai masalah-masalah etis, ibarat sifat kecerdikan praktis, kebijakan dan pertimbangan moral, perhatian utamanya tetaplah filsafat politik, khususnya mengenai syarat-syarat negara ideal dan penguasanya, serta duduk kasus kekerabatan antara filsafat dan agama dalam negara.
Dalam karyanya, Tahshil Al-Sa’ddah, Al-Farabi menawarkan keidentikan real dan konseptual dari gagasan para filsuf, mahir hukum, dan imam, dan mengklaim bahwa keragaman label religius dan filosofis hanyalah mencerminkan pementingan yang berbeda atas aspek-aspek tertentu dari realitas yang sama. Ini berarti, dengan gaya Platonik yang bagus, orang yang tidak berupaya menerapkan kesempurnaan teoretisnya untuk pencarian mudah dan politik tidak sanggup mengklaim dirinya sebagai filsuf. Menurut Al-Farabi, orang tersebut hanyalah filsuf yang “sia-sia” atau gagal. Mengingat perlunya mengomunikasikan filsafat kepada khalayak awam, filsuf semacam itu selayaknya mempunyai kemampuan retorik, puitik, dan imajinatif. Dengan demikian, dia juga memenuhi syarat-syarat kenabian ibarat yang diuraikan dalam bagian-bagian psikologis karya-karya politik Al-Farabi.
Al-Farabi mengakui bahwa kombinasi ideal kenabian dan filsafat, kepemimpinan religius dan politik, kebajikan moral, dan intelektual dalam diri seorang penguasa sukar terlaksana dalam praktik politik. Akibatnya, keselarasan antara doktrin filsafat dan agama yang secara teoretis mungkin, mensyaratkan perkembangan historis yang sangat khusus dan pemenuhan syarat-syarat ideal ini, menjadi sulit, jikalau bukan mustahil, untuk direalisasikan dalam kenyataan (Al-Farabi 1969b:152-7). Oleh sebab itu, kedua risalah politik utama Al-Farabi juga menguraikan keragaman penyimpangan dari keadaan ideal yang mungkin terjadi, mengikuti gaya pembahasan Plato* mengenai rezim politik yang baik dan yang jahat dalam Republic.
Pemahaman filsafat mudah Al-Farabi sanggup terlihat dikala dia membandingkan antara kota fasik, kota jahat, dan kota sesat. Negara fasik dan kota sesat yaitu kota-kota yang warganya mempunyai beberapa pengetahuan wacana tujuan kemanusiaan yang benar, tetapi gagal mengikuti pengetahuan tersebut. Kota jahat yaitu kota yang warganya secara sengaja meninggalkan tujuan yang baik demi tujuan yang lain, sedangkan kota sesat yaitu kota yang pemimpinnya secara langsung mempunyai pengetahuan yang benar wacana tujuan seharusnya yang harus diikuti oleh kota ini, tetapi pemimpin itu menipu warganya dengan mengemukakan citra-citra dan gambaran-gambaran menyesatkan dari tujuan tersebut (Al-Farabi, 1964:74-108).
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Farabi. Riwayat Hidup
2. Al-Farabi. Karya Filsafat
3. Al-Farabi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Farabi. Metafisika
5. Al-Farabi. Filsafat Kenegaraan
6. Al-Farabi. Logika dan Filsafat Bahasa
Dalam karyanya, Tahshil Al-Sa’ddah, Al-Farabi menawarkan keidentikan real dan konseptual dari gagasan para filsuf, mahir hukum, dan imam, dan mengklaim bahwa keragaman label religius dan filosofis hanyalah mencerminkan pementingan yang berbeda atas aspek-aspek tertentu dari realitas yang sama. Ini berarti, dengan gaya Platonik yang bagus, orang yang tidak berupaya menerapkan kesempurnaan teoretisnya untuk pencarian mudah dan politik tidak sanggup mengklaim dirinya sebagai filsuf. Menurut Al-Farabi, orang tersebut hanyalah filsuf yang “sia-sia” atau gagal. Mengingat perlunya mengomunikasikan filsafat kepada khalayak awam, filsuf semacam itu selayaknya mempunyai kemampuan retorik, puitik, dan imajinatif. Dengan demikian, dia juga memenuhi syarat-syarat kenabian ibarat yang diuraikan dalam bagian-bagian psikologis karya-karya politik Al-Farabi.
Al-Farabi mengakui bahwa kombinasi ideal kenabian dan filsafat, kepemimpinan religius dan politik, kebajikan moral, dan intelektual dalam diri seorang penguasa sukar terlaksana dalam praktik politik. Akibatnya, keselarasan antara doktrin filsafat dan agama yang secara teoretis mungkin, mensyaratkan perkembangan historis yang sangat khusus dan pemenuhan syarat-syarat ideal ini, menjadi sulit, jikalau bukan mustahil, untuk direalisasikan dalam kenyataan (Al-Farabi 1969b:152-7). Oleh sebab itu, kedua risalah politik utama Al-Farabi juga menguraikan keragaman penyimpangan dari keadaan ideal yang mungkin terjadi, mengikuti gaya pembahasan Plato* mengenai rezim politik yang baik dan yang jahat dalam Republic.
Pemahaman filsafat mudah Al-Farabi sanggup terlihat dikala dia membandingkan antara kota fasik, kota jahat, dan kota sesat. Negara fasik dan kota sesat yaitu kota-kota yang warganya mempunyai beberapa pengetahuan wacana tujuan kemanusiaan yang benar, tetapi gagal mengikuti pengetahuan tersebut. Kota jahat yaitu kota yang warganya secara sengaja meninggalkan tujuan yang baik demi tujuan yang lain, sedangkan kota sesat yaitu kota yang pemimpinnya secara langsung mempunyai pengetahuan yang benar wacana tujuan seharusnya yang harus diikuti oleh kota ini, tetapi pemimpin itu menipu warganya dengan mengemukakan citra-citra dan gambaran-gambaran menyesatkan dari tujuan tersebut (Al-Farabi, 1964:74-108).
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Farabi. Riwayat Hidup
2. Al-Farabi. Karya Filsafat
3. Al-Farabi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Farabi. Metafisika
5. Al-Farabi. Filsafat Kenegaraan
6. Al-Farabi. Logika dan Filsafat Bahasa
Belum ada Komentar untuk "Al-Farabi. Filsafat Praktis"
Posting Komentar