Sistem Pemerintahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Uud 1945

Sistem Pemerintahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Undang-Undang Dasar 1945


Undang-Undang Dasar 1945, menganut sistem pemerintahan presidentiil. Hal itu disimak dalam beberapa pasal Undang-Undang Dasar 1945 di bawah ini.

Pasal 4 ayat (1)

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar.

Pasal 17
  1. Presiden dimenolong oleh Menteri-menteri negara.
  2. Menteri-menteri negara diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  3. Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.



Walaupun demikian, pada masa awal kemerdekaan, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut belum sanggup diterapkan. Sistem pemerintahan Indonesia ketika itu mempunyai ciri atau corak tersendiri, yaitu memdiberi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden.

Menurut Pasal IV Aturan Peralihan, disebutkan bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaan di jalankan oleh Presiden dengan menolongan Komite Nasional. melaluiataubersamaini demikian kekuasaan presiden pada ketika itu sanggup di rinci sebagai diberikut.
  1. Presiden ialah pelaksana kedaulatan rakyat
  2. Presiden berwenang tetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar.
  3. Presiden melakukan kekuasaan pemerintahan
  4. Presiden berwenang tetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
  5. Presiden berwenang membuat segala bentuk peraturan perundangan.
Di samping jabatan Presiden, jabatan lain yang ada pada ketika itu ialah Wakil Presiden, menteri-menteri, dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang selurulinya spesialuntuk berfungsi sebagai pemmenolong Presiden. Oleh sebab itu,presiden sanggup melakukan kekuasaan seluasl uasnya, tanpa adanya suatu pertimbangan atau pengawasan dan tubuh lain. Keadaan mi berlangsung sampai dikeluarkannya Makiumat Wapres No. X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa sebelum dibentuknya MPR dan DPR, maka KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut tetapkan GBHN. melaluiataubersamaini dikeluarkannya makiumat itu, kekuasan presiden menjadi berkurang, sebab sebagian beralih kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Kedudukan KNIP yang tiruanla spesialuntuk sebagai tubuh pemmenolong Presiden, berkembang menjadi suatu tubuh yang berkedudukan sebagai Parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).


Meskipun Komite Nasional Indonesia didiberi kekuasaan legislatif, namun menteri-menteri masih tetap sebagai pemmenolong presiden, sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. melaluiataubersamaini demikian, baik sebelum maupun setelah keluamya Makiumat Wapres Nomor X, menteri-menteri tetap bertanggung balasan kepada presiden dan bukan bertanggung balasan kepada KNIP. Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) mengusulkan kepada Presiden terkena sistem pertanggung jawabanan menteri-menteri kepada parlemen. Usul BP KNIP itu ternyata diterima baik oleh presiden dengan dikeluarkannya Makiumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. 

melaluiataubersamaini dikeluarkannya Makiumat itu, menteri-menteri kemudian bertanggung balasan kepada Badan Perwakilan Rakyat; yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). dan tidak lagi kepada presiden. melaluiataubersamaini demikian semenjak ketika itu terjadi perubahan sistem pemerintahan yaitu dan sistem Pemerintahan Presidentiil menjadi Pemerintahan Parlementer. Sebagai akhir dan perubahan sistem pemerintahan itu, Presiden Soekamo sebagai pimpinan kabinet, meletakkan jabatannya dan diganti oleh kabinet gres yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri.

Namun demikian, selama periode itu terjadi tiga kali perpindahan kekuasaan dan perdana menteri ke tangan presiden. Pertama pada tanggal 29 Juni 1946, melalui Makiumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946, sehubungan dengan meningkatnya suhu politik ketika itu. Pemerintahan sepenuhnya di tangan Presiden sampai tanggal 2 Oktober 1946. Sesudah keadaan dianggap normal, Presiden mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada Sutan Syahrir. Kejadian serupa terulang pada tanggal 27 Juni 1947. Pada at itu tersiar diberita bahwa pihak Belanda akan segera mengadakan serangan terhadap pihak Republik Indonesia. Untuk mengambil alih kekuasaan, Presiden mengeluarkan Makiumat Nomor 6 tahun 1947.

Kekuasaan berada di tangan Presiden spesialuntuk dalam waktu satu minggu. Kemudian yang ketiga ialah ketika terjadinya pemberontakan PKI Muso di Madiun. Karena tragedi itu dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1948, yang mempersembahkan kekuasaan penuh kepada Presiden selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 15 September 1948, untuk mengambil alih tindakan-tindakan termasuk membuat peraturan-peraturan yang dianggap perlu.

Pembagian Kekuasaan

Negara Republik Indonesia mengakul adanya pemberian kekuasaan. Hal itu sanggup disimak dalam beberapa pasal Undang-U.ndang Dasar 1945.
  1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23 ayat (1), pasal-pasal itu mengatur ihwal kekuasaan legislatif, yang dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
  2. Pasal 4, pasal 5 ayat (2) dan pasal 17 mengatur ihwal kekuasaan direktur yang dipegang oleh Presiden.
  3. Pasal 24 dan pasal 25 mengatur ihwal kekuasaan yudikatif yang di pegang oleh Mahkamah Agung.
Namun, sebab Indonesia pada ketika itu gres saja merdeka, sehingga belum sempat membentuk dua forum tinggi negara lainnya, kecuali Presiden. Kekuasaan dan ketiga forum tersebut seluruhnya dipegang oleh Presiden, dimenolong oleh KNIP. Keadaan menyerupai itu berlangsung sampai 16 Oktober 1945, yakni setelah keluarnya Maklumat Wapres X. melaluiataubersamaini dikeluarkannya makiumat itu, terjadi pergeseran kekuasaan. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang sebelumnya spesialuntuk sebagai pemmenolong Presiden, diserahi kekuasaan legislatif.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Belum ada Komentar untuk "Sistem Pemerintahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Uud 1945"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel