Makalah Tarikh Tasyri’ Periode Masa Rasulullah Di Mekkah Dan Madinah

A.    Tasyri’ pada Masa Nabi
Nabi muhammad yakni seorang insan revolusioner sejati. Keberhasilannya mengubah teladan kehidupan masyarakat arab hingga seluruh belahan dunia dalam banyak sekali aspek kehidupan. Menjadikannya layak menerima julukan ini. Setidaknya pendapat ini diyakini oleh semua umat islam dan sebagian orientalis. Michel H. Hart dalam bukunya yang berjudul  100 Pokoh yang paling Berpengaruh di Dunia menempatkan Nabi Muhammad  dalam urutan pertama. Ia menyampaikan bahwa Nabi Muhanmmad yakni sosok insan yang berhasil  memimpin dan menyeberkan agama islam hingga seluruh dunia. Ini tidak lepas dari kesempurnaan aturan dan aliran islam yang dibawanya.
Namun terjadinya perang salib akhir gerakan perluasan kekuasaan dan keagamaan yang dilakukan oleh pasukan islam semenjak masa khulafar rasyidinmenimbulkan kebencian dikalangan umat islam terhadap sosok Nabi Muhammad. Kebencian ini ini diwujudkan melalui banyak sekali cara. Misalnya melalui propaganda artikel, kebebasan berpendapat, dan banyak sekali goresan pena dan buku yang semuanya bertujuan menjatuhkan pamor Nabi Muhammad dan syariat yang dibawanya dihadapan umat islam dan seluruh umat.
Al quran dan alhadis yang menjadi sumber aturan islam berkembang. Mereka menyampaikan bahwa alquran merupakam karya Muhammad yang diubahsuaikan dengan kondisi masyarat arab ketika itu, sehingga kitab tersebut tidaklah wajib diimami. Hal ini bertentangan dengan iktikad islam yang menyampaikan nahwa Alquran berasal dari ALLAH dan tidak ada campur tangan insan sama sekali, meskipun unsur kebudayaan Arab masa itu menjadi latar belakng turunnya ayat.[1]
Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan aturan (al-insya’wa al-takwin) lantaran pada masa dia inilah mulai tumbuh dan terbentuknya hukumislam, yaitu tepatnya ketika Nabi hijrag ke Madinah dan menetap disana selama 10 tahun. Sumber asasinya yakni wahyu , baik Alquran ataupun sunnah Nabi yang terbimbing wahyu. Semua aturan dan keputusannya didasarkan wahyu. Masa ini sekalipun singkat, tetapi sangat menentukan untuk perkembangan aturan dan keputusan aturan berikutnya.
Sumber atau kekuasaan tasyri’pada periode ini dipegang oleh Rasulukkah sendiri dan tidak seorang pun yang boleh menentukan aturan suatu masalah baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Dengan adanya Rasulullah di tengah-tengah mereka serta dengan mudahnya mereka mengembalikan setiap masalah mereka kepada beliau, maka tidak seorang pun dari mereka berani berfakwa dengan hasil  ijtihadnya sendiri. Bahkan bila mereka dalam menghadapi suatu oeristiwa atau terjadi persengketaan, mereka pribadi mengembalikan problem itu kepada Rasulullah dan beliaulah yang selanjutnya akan menawarkan fatwa kepada mereka, menuntaskan sengketa, dan menjawab pertanyaan dari masalah yang mereka tanyakan.
Berbicara mengenai tasri’ pada masa Nabi, masa ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Referensi utama untuk mengetahui hukum-hukum syara’ ketika itu hanya Rasulullah sendiri, alasannya yakni Allah telah memilihnya untuk memberikan risalah kepada seluruh umat insan (QS. Al-Maidah (5): 67)
b.      Syariat islam telah tepat hukumnya dan telahdikukuhkan kaidah dan dasarnya            (QS. Al-Maidah (5): 3)
c.       Kitabullah dan sunnah Rasul memuat beberapa kaidah dan dasar yang kokoh serta membuka pintu ijtihad.
Dengan dua pusaka inilah (alquran dan alhadis) peraturan dan perundang-undangan islam telah dtentukan. Atas dasar ini, perundang permintaan pada masa Rasulullah mengalami dua periode istimewa, yaitu periode legislasi aturan syariat di mekkah yang dinamakan perundang-undangan periode Mekkah (at-tasyri’al-makki) dan periode legislasi aturan syariat di Madinah sehabis hijrah yang kemudian disebut perundang-undangan periode Madinah (at-tasyri’ al-madani).
Mengingat masing-masing periode mempunyai keistimewaan sendiri dalam tata cara regulasi dan perundang-undangan dan cara penyelesaiannya, maka perlu kiranya menjelaskan satu per satu sebagai berikut.
a.       Tasyri’ pada Periode Mekkah
Periode ini terhitung semenjak diangkatnya baginda Rasulullah sebagai Rasul hingga dia hijrah ke Madinah. Periode ini berlangsung selama tiga belas tahun.
Perundang-undangan aturan Islam pada periode ini lebih fokus pada upaya mempersiapkan masyarakay biar mendapatkan hukum-hukum agama, membersihkan kepercayaan dari menyembah berhala kepada menyembah Allah, selain menanamkan akhlak-akhlak mulia biar memudahkan jiwa untuk sanggup mendapatkan segala bentuk pelaksanaan syariat.
Oleh alasannya yakni itu, wahyu pada periode ini turun untuk menawarkan petunjuk dan instruksi kepada insan kepada dua masalah utama:
1.      Mengokohkan kepercayaan yang benar dalam jiwa atas dasar iman kepada Allah dan bukan untuk  atas dasar iman kepada Allah dan bukan kepada yang lain, beriman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul, dan hari akhir. Semua ini bersumber dari Alquran yang kemudian dijelaskan dalam beberapa ayat.
2.      Membentuk sopan santun biar insan mempunyai sifat yang mulia dan menjauhkan sifat-sifat tercela. Alquran memerintahkan mereka biar berkata jujur, amanah, menepati janji, adil, saling tolong-menilong atas dasar kebajikan, memuliakan tetangga, menyayangi fakir miskin, menolong yang lemah dan orang yang terdzalimi. Selain itu Alquran juga melarang merekadari aklhlak tercela seprti berdusta, menipu, curang dalam timbangan, mengingkari kesepakatan atau tidak amanah, berbuat dzalim dan aniaya serta sikap lain yang dianggap melampaui batas dan menyimpang dari adab kebiasaan.

b.      Tasyri’ pada Periode Madinah
Periode ini berlangsung semenjak hijrah Rasulullah dari Mekah hingga dia wafat. Perioe ini berjalan selama sepuluh tahun.
Perundang-undangan aturan islam pada periode ini menitikberatkan pada aspek hukum-hukum pratikal dan dakwah islamiyah pada fase ini membahas perihal kepercayaan dan akhlak. Oleh alasannya yakni itu, perlu adanya perundang-undangan yang mengatur perihal kondisi masyarakat dari setiap aspek, satu persatu ia turun sebagai balasan terhadap semua permasalahan, kesempatan, dan perkembangan.
Sebelum zaman ini mencapai tahap kesempurnaannya, ia telah mencakupi semua dimensi  perbuatan dan semua permaslahan yang terjadi. Tidak ada satu aspek pun kecuali sudah diatur dan dijelaskan hukumnya, baik secara global maupun terperinci dan inilah yang ditegaskan oleh Alquran dalam firman Allah Swt:
Artinya:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kau agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku  dan telah Ku-Ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al.Maidah (5):3)
Secara umum aturan baik yang berupa perintah atau larangan kepda mukallaf turun pada fase ini kecuali hanya sedikit, menyerupai aturan shalat yang diturunkan pada malam Isra’ dan Mi’raj satu tahun sebelum baginda berhijrah ke Madinah, selain yang ini berupa ibadah, muamalah, jinayah, hudud, warisan, wasiat, pernikahan, dan talak semuanya turun pada fase ini.[2]

B.     Sumber Tasyri’ pada Masa Kerasulan
a.       Al Kitab atau Al Alquran yakni suatu kitab yang sudah dikenal, diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dengan berangsur-angsur semenjak malam tanggal 17 Ramadhan tahun  41 kelahiran beliau. Beliau diberi wahyu ketika dia sedang bertahannuts (menyendiri, menyepi ke suatu daerah yang sunyi, bertapa atau menjauhkan diri dari keramaian). Sampai tanggal 9 dzulhijjah dan tahun ke 63 dari kelahiran beliau.
Masa antara mulai diturunkan Alquran dan yang terakhir (penutupnya) yakni 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Malam diturunkannya Alquran yakni malam Lailatul Qadr.itulah bulan yang mana Muhammad selalu ber’tikaf dan berpuasa di gua Hira. surat-surat Alquran yakni 114 surat, surat pertama yakni Al-Fatihah dan surat yang terakhir yakni An-Nas.
Allah menurunkan Alquran berangsur-angsur dengan beberapa alasan, antara lain sebagai berikut:
1.      Mengokohkan hati Rasulullah khususnya, apalagi baginda merasa takut pertama kali bertemu dengan jibril, sehabis itu wahyu teputus beberapa waktusehingga baginda merasa tenag dan ada rasa rindu dengan wahyu. Dalam hal ini Allah berfirman: Agar Kami mengokohkan hatimu.
2.      Memudahkan bagi Nabi untuk menghafalnya alasannya yakni Baginda yakni orang yang ummiy (tidak sanggup membaca dan menulis), berbeda dengan Nabi Musa yang sanggup membaca dan menulis sehingga gampang baginya untuk menghafal Taurat, Allah Berfirman:
Janganlah engkau gerakkan lisanmu biar engakau cepat (menghafalnya ), sebetulnya Kamilah yang mengumpulkan dan membacanya dan bila Kami sudah membacakannya maka itkutilah bacaannya, dan Kamilah yang akan menjelaskannya.
3.      Mempermudah proses regulasi perundang-undangan sesuai dengan jumlah syariat yang turun alasannya yakni sebagian keadaan Alquran turun sebagai balasan atas pertanyaamn yang di ajukan, kejadian yang muncul, atau adanya masalah fatwa. Turunnya ayat-ayat itu sebagai balasan terhadap maslah yang dihadapu oleh insan atau masyarakat. Selain itu, terkadang pertanyaan kaum musyrik seakan menciptakan sebuah tantangan, pengingkaran dan menyulut api syubhat, dan semua pertanyan ini jadinya sanggup dijawab dengan balasan yang tegas dan jelas.
4.      Merealisasikan tujuan dari nasakh, yaitu sedikit demi sedikit dalam pensyariatan, alasannya yakni kepingan dari substansi perundang-undangan yakni memutuskan aturan pertama kali kemudian mengahpusnya sehabis itu dengan aturan yang lain sehabis berjalan beberapa waktu biar insan sanggup melaksanakannya secara sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan mereka.
5.      Memberi fasilitas dan tenggang rasa kepada hamba dengan menurunkan wahyu secara berangsur-angsur, gampang untuk diamalkan dan ini mustahil terjadi bila Alquran turun sekaligus, susah untuk diamalkan terutama mereka yang gres masuk islam karenasebelumnya mereka hidup di alam serba boleh sebelum diutussnya baginda Raulullah. Hal ini di kuatkan dengan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, “ wahyu yang pertama turun kepada baginda dari surat Al-Mufalshal yakni ayat yang menyebutkan nirwana dan neraka sehingga ketika insan sudah kembali kepada islam maka turunlah ayat hala dan haram, seandainya ayat yang pertama turun jangan kau minum arak pasti mereka menyampaikan kami tidak akan meninggalkan arak selamanya, seandainya ayat yang turun menyampaikan kau berzina, pastilah mereka menyampaikan kami tidak akab meninggalkan zina selamanya.”

b.      As Sunnah , kami maksudkan dengan sunnah Raulullah yakni kumpulan perkataan, perbuatan atau ketetapan yang keluar dari beliau.Rasulullah selalu menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Alquran, adakala dengan perkataan saja, adakala dengan perbuatan saja, adakala dengan keduanya bersama-sama.
As Sunnah menempati urutan kedua sehabis Alquran lantaran ia menjadi penguat, penjelas, penafsiran, penambahan terhadap hukum-hukum yang ada dalam Alquran. Karena rasulullah sebagai pengatur segala urusan kaum muslimin selain sebagai seorang Nabi yang mendapatkan perintah untuk memberikan syariat Allah kepada seluruh manusia, maka baginda juga menerima mandat untuk menjelaskan syariat secara umum yang akan mengatur kehidupan umat pada setiap waktu dan tempat.
As Sunnah juga tiba sebagai penegas terhadap aturan yang ada dalam Alquran menyerupai haramnya mencuri, riba dan memakan harta orang lain dengan cara batil.[3]

C.      Metode Pensyariatan pada Masa Rasul
Nabi Muhammad memberikan syariat (perundang-undangan) pada fase ini melalui beberapa cara, di antaranya:
1.      Memberikan ketentuan aturan terhadap permasalahan atau kejadian yang muncul atau ditanyakan oleh para sahabat, kemudian baginda memberi balasan terkadang dengan satu ayat atau beberapa ayatdari Alquran yang memang turun sebagai jawabannya, dan tidak ada ayat yang lebih terang dari turunnya beberapa ayat yang menjelaskan perihal balasan dari pertanyaan yang diajukan kepada baginda.
2.       Terkadang Rasulullah memberi balasan dengan ucapan dan perbuatannya, sebagaimna sabda Rasulullah kepada sebagian sahabat ketika ada yang bertanya, “ kami menyebrangi lautan apakah boleh kami berwudhu dengan air laut? “ Baginda Rasulullah menjawab, “ Ia suci airnya dan halal bangkainya.”

D.    Ijtihad Nabi
Yang dimaksudkan dengan ijtihad Nabi yakni mengeluarkan aturan syariat yang tidak ada ada nashnya. Ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya Rasullah berijtihad ke dalam dua kelompok besar:
Pertama, kalangan Asy’ariyah dari jago sunnah dan dominan Mu’tazilah. Mereka berpegang teguh teguh bahwa Nabi dihentikan berijtihad sendiri.di antara dalil yang mereka gunakan yakni firman Allah surat An Najm 9 (53): 3-4.
Ayat ini menafikan bahwa baginda Rasulullah memutuskan sebuah aturan bedasarkan pendapat pribadi yang tidak ada wahyu perihal itu lantaran setiap permasalahan yang muncul, baginda selalu berharap ada wahyu yang turun menjelaskan hukumnya dan ketika wahyu turun maka itu pasti benar tidak ada salah, dan bila baginda berijtihad dengan pendapatnya sendiri maka ijtihadnya itu ada kemungkinan benar atau salah, dan bila ia memang benar atau lebih bersahabat kepada kebenaran maka tidak bolehditinggalkan kemudian mengamalkan yang masih belum pasti selama yang pertama masih sanggup diamalkan.
Dalil ini disanggah lantaran hujjag (alasan) yang disebutkan tidak dapar diterima. Sebab kata ganti “huwa” dalam ayat “in huwa illa wahyun yuha”(ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan) kembali kepada Alquran, lantaran ayat ini turun sebagai balasan terhadap ucapan orang kafir yang menyampaikan bahwa Alquran yakni rekayasa Muhammad. Ayat ini turun dengan alasannya yakni khusus, sehingga makna yang sesuai yakni bahwa ayat yang dibaca oleh muhammad bukan keluar dari hawa nafsu melainkan wahyu dari Allah. Oleh lantaran itu, ayat tersebut hanya khusus untuk masalah Alquran, dan tidak sanggup degeralisie pada keseluruhan ucapan Nabi.
Seandainya kita setuju ada makna umum maka, maka ijtihadnya Nabi tidak sama dengan ijtihadnya orang lain lantaran ia juga akan berakhir dengan wahyu dari Allah  lantaran bila baginda tepat dalam ijtihadnya, pastilah wahyu akan mengakuinya dan ika ia salah maka wahyu akan selalu mengarahkannya.
Kedua, dominan ulama ushul menyampaikan boleh bagi Rasulullah untuk berijtihad dalam setiap urusan, baginda boleh berijtihad dalam semua masalah yang tidak ada nashnya, dalil berkata:
Nabi Muhammad diperintahkan untuk berijtihad dengan keumuman firman Allah: “ Maka carilah pelajaran wahai orang-orang yang berakal”. Artinya bandingkan antara kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian yang sudah ada hukumnya, bila kemiripan antara kedua dalam illat dan ini yakni salah satu bentuk ijtihad.
Nabi muhammad sangat mengetahui illat-illat (sebab) setiap nash dan pesan yang tersirat dari pensyariatan, dan setiap orang yang mengetahui hal ini seharusnya menerapkan untuk masalah untuk masalah furu’ yang ada kemiripan alasan, dan pekerjaan ini yakni memutuskan aturan pada masalah dasar untuk masalah cabang dan inilah yang dinamakan qiyas dan ini juga yakni ijtihad dan dengan begitu maka boleh baginda Rasulullag untuk berijtihad.
Fakta juga mengambarkan bahwa Rasulullah pernah melaksanakan ijtihad dalam banyak kejadian, diantaranya bahwa ada seorang lelaki dari kabilah ju’tsum tiba kepada baginda dan berkata, “ Ayah saya masuk islam, namun ia sudah sangat tua, tidak sanggup menaiki kendaraan dan melaksanakan haji yang diwajibkan kepaadanya, apakah saya boleg menghajikannya?” Baginda menjawab, “ Apakah kau anaknya yang paling besar?” Ia menjawab, “ Ya.” Baginda menjawab. “ Apakah yang akan kau lakukan juka ayahmu ada utang, kemudian kau membayarnya apakah itu boleh?” Ia menjawab. “ Tentu. “ Nabi bersabda,” Hajikan ayahmu.” Rasululah disini juga mengqiyaskan haju dengan utang untuk diwakilkan dalam pelaksanannya.
Contoh ijtihad Rasulullah anatara lain ketika dia menawarkan izin kepada orang-orang munafik yang meminta izin untuk tidak turut perang tabuk, maka turunlah surat At Taubah (9): 43.
Artinya: semoga Allah memaafkanmu, mengapa kau memberi izin kepada mereka, sebelum terang bagimu orang-orang yang benar dan sebelum kau ketahui orang-orang yang berdusta?
Dari sinilah jelaslah bahwa ijtihadnya Nabi memang telah terjadi dalam masalah yang tidak ada nashnya, dan semua ijtihad ini dikelilingi oleh wahyu dari segala sisi, bila baginda salah dalam salah satu ijtihadnya mka wahyu tidak akan membiarkannya begitu saja tetapi akan meluruskannya alasannya yakni semua yang dibawa Rasulullah yakni syariat bagi umatnya, maka perlu ada peringatan dari wahyu terhadap kesalahan tersebut dan menjelaskan yang benar biar menjadi sebuah syariat yang sanggup mereka amalkan.

E.     Hikmah dari Ijtihad Nabi
Lahirnya ijtihad Nabi dilatarbelakangi sebuah aturan yang mulia dan tujuan yang mulia yang sanggup diringkas sebagai berikut:
1.      Syariat islam yakni epilog semua syariat langit, tidak ada lagi syariat sehabis itu, tidak ada kitab suci, ataupun wahyu, setiap kaidahnya menjelaskan terperinci atau kepingan kecilnya, nash-nash yang terbatas sedangkan kejadian terus bertambah jadi perlu ijtihad dari Nabi.
2.      Mengajarkan insan cara mengeluarkan hukum, atau cara mengambil aturan dari dalil-dalil yang ada sehingga sanggup memotivasi mereka untuk melaksanakan ijtihad dan fatwa-fatwa biar mereka tidak takut terjatuh dalam kesalahan sehingga meninggalkan ijtihad dan merasa takut padahal, padahal Rasulullah sudah mengizinkan seorang sahabat untuk berijtihad dihadapan Rasulullah dan ketika ia takut salah maka Rasulullah bersabda, bila engkau benar maka engkau menerima dua pahala dan bila engkau salah maka engkau menerima dua pahala, terang kejadian ini membuka cakrawala berpikir para ilmuwan islam untuk tidak takut berijtihad..
3.      Dari klarifikasi di atas sanggup disimpulkan bahwa ijtihad pada zaman pembentukamn dan pertumbuhan tidak hanya sesuai dengan cita-cita Rasulullah, tetapi meliputi para sahabat, Rasulullah telah memberi izin kepada mereka untuk berijtihad ketika Rasulullah ada di daerah atau bepergian, rasulullah mengakuinijtihad mereka bila benar dan mencelanya bila memang salah.

F.      Karakteristik perundang-undangan pada Masa Kerasulan
Dari paparan yang sudah dibahas sebelumya trntang dinamika perundang-undangan islam pada masa ini maka nisa disebutkan beberapa karakteristik pada masa kerasulan, yaitu sebagai berikut:
a.       Sumber perundang-undangan pada masa ini hanya berasal dari wahyu dengan dua bagiannya baik yang terbaca, yaitu Alquran atau yang tidak terbaca yaitu Assunnah.
b.      Referensi utama untuk mengetahui hukum-hukum syara’ pada zaman Rasulullah sendiri, alasannya yakni Allah telah memilihnya untuk memberikan risalah
c.       Perundang-undangan islam pada masa ini telaah tepat hukumnya, telah dikukuhkan kaidah dan dasarnya.
d.      Kesempurnaan syariat sanggup dapat dilihat dari aspek yang unik dan metode yang khusus , dimana kitab Allah dan sunnah Rasulullah memuat kaidag dan dasar-dasar yang kokoh dan membuka pintu ijtihad kepada para ulama untuk mengeksplorasikan kembali serta memuat produk perundang-undangan yang elastik dan sesuai dengan kondisi zaman.
e.       Pada masa Raulullah bila ada yang bertanya perihal suatu aturan maka Rasulullah kan pribadi menjawabny, dan ketika Rasulullah sedang tidak ada maka para sahabat akan berijtihad sendiri kemudian keputusannya kembali kepada Rasulullah untuk ditetapkan atau dibatalkan.




















BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Masa tasyri’ pada masa Rasulullah dimulai ketika Allah mengutus Nabi Muhammad membawa wahyu berupa Alquran ketika dia digua hira pada hari jumat 17 ramadhan tahun 13 sebelum hijrah (661).
Tasyri’ pada masa nabi disebut masa pembentukan tasyri’ lantaran pada masa inilah terbentuknya aturan islam.selanjutnya, dia hijrah ke madinah dan ayat-ayat ahkam turun beserta hadis-hadisyang berkenaan dengannya.
Bedasarkan periode turunnya , ayat-ayat Alquran  dibedakan menjadi dua macam:
1.      Periode mekkah, yaitu sebelum Rasulullah hijrah kemadinah. Ayat-ayat yang turun dimekkah yakni masalah kepercayaan untuk meluruskan keyakinan umat dimasa jahiliyah dan menanamkan aliran tauhid.
2.      Periode madinah, yaitu sehabis rasulullah hijrah kemadinah. Ayat-ayat yang diturunkan dikota ini yakni masalah aturan dan banyak sekali aspeknya.
Masa Rasulullah terdapat 4 dasar pembentukan aturan islam yaitu:
a.       Berangsur-angsur dalam penetapan hukum.
b.      Mengefisienkan pembuatan undang-undang.
c.       Memberikan fasilitas dan keringan






[1] Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’Hal 16
[2] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’ Hal 41-43
[3] Hudhari bik, (Semarang: Darulikhya, 1980 ) Hal.5

Belum ada Komentar untuk "Makalah Tarikh Tasyri’ Periode Masa Rasulullah Di Mekkah Dan Madinah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel