Download Makalah Sejarah Dinasti Abbasyiah

A.    Sejarah Berdirinya DAULAH ABBASIYAH
Kekuasaan dinasti Abbasiyah atau khalifah abbasiyah, sebagaimana melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan bani Abbasiyah lantaran para pendiri dan penguasa dinasti ini yaitu keturun al- abbas pamannya Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh oleh Abdullah Al-Saffan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-abbas. Kekuasaan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, contoh pemerintah yang diterapkan berbeda-beda     
Menjelang selesai daulah Umayyah I, terjadinya bermacam macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.        Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.        Meresahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberikan kesempatan dalam pemerintahan.
3.        Pelanggaran terhadap fatwa islam dan hak-hak asasi insan dengan cara terang-terangan.
Oleh lantaran itu, logis jika Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan belakang layar untuk menumbangkan daulah Umawiyah. Gerakan ini menghimpun:
a.         Keturuna Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b.         Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim Al-Iman;
c.         Keturunan bangsa Persia pemimpinnnya Abu Muslim Al-Khurasany;
Mereka memutuskan kegiatannnya di Khurasan. Dengan perjuangan ini, pada tahun 132H/750 M tumbanglah daulah Umawiyah dengan terbunuhnya marwan mulailah berdirinya daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah Bin Muhammad, dengan gelar Abu Al-Abbas Al-Saffah, pada tahun 132-136H /750 -754 M.
Antara daulah Umawiyah dan daulah Abbasiyah terdapat beberapa perbedaan:
1)        Umawiyah masih mempertahankan dan mengagungkan ke Araban murni, baik Khalifah atau pegawai dan rakyatnya. Akibatnya, terjadilah semacam kasta dalam negara yang masih Arab murnimenduduki kelas tertinggi di samping keturunan adonan dan orang ajaib yang disebut Mawali. Abbasiyah tidak seketat itu lagi, hanya khalifah yang dari Arab sehingga istilah Mawali lenyap, bahkan para menteri, gubernur, panglima dan pegawai diangkat dari golongan Mawali, terutama keturuna Persia.
2)        Ibu kota Umawiyah, Damaskus, masih bercorak budpekerti jahiliyahyang ditaburi oleh kemegahan Byzantium dan Persia. Sedangkan ibu kota Abbasiyah, Baghdad, sudah bercelup Persia secara keseluruhan dan dijadikan kota Internasional.
3)        Umawiyah bukan keluarga Nabi, sedangkan Abbasiyah mendasarkan kekhalifahan pada keluarga (Abbas yaitu paman Nabi). Pada awal pergerakannya mereka membentuk gerakan Hasyimiyah yang menghimpunkan keturunan bani Hasyim yang terdiri dari Alawiyah dan Abbasiyah, walaupun pada akhirnya yang menjadi khalifah yaitu keturunan Abbas sedangkan keturunan Ali ditindas.
4)        Kebudayan Umawiyah masih bercorak Arab jahiliyah dengan kemegahan bersyair dan berkisah. Sedangkan kebudayaan Abbasiyah membuka pintu terhadap samua kebudayaan yang maju sehingga berasmilasilah kebudayaan Arab, Persia, Yunani dan Hindu.
5)        Khalifah Umawiyah gemar kepada syair dan kasidah ibarat zaman kemegahan kesusasteraan Arab jahiliyah. Sedangkan khalifah Abbasiyah, terutama pada masa Abbasiyah I, gemar kepada ilmu pengetahuan akhirnya ilmu pengetahuan menjadi pesat dan bahkan mencapai masa keemasan.
Pada masa daulah Abbasiyah berkali-kali terjadi perubahan corak kebudayaan Islam sesuai dengan terjadinya perubahan di bidang politik ekonomi dan sosial:
1.      Masa Abbasiyah I, sejak lahirnya daulah Abbasiyah tahun 132 H/1750 M hingga meninggalkan khalifah Al-Wasiq tahun 232 H/847 M.
2.      Masa Abbasy II tahun 232-334 H/847-946 M mulai khalifah Al-Mutawakkil hingga berdirinya daulah Buwaihi di Baghdad.
3.      Masa Abbasy III tahun 334-447 H/946-1055 M, dari berdirinya daulah Bawaihi hingga masuknya kaum Saljuk ke Baghdad.
4.      Masa abbasy IV tahun 447-656 H/1055-1258 M dari masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pemimpin Hulagu.
Politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah I:
1.      Kekuasaan sepenuhnya dipegang olehg khalifah yang mempertahankan keturunan Arab murni dibantu oleh Wazir, Menteri, Gubernur dan para panglima beserta pegawai-pegawain yang berhasil dari banyak sekali bangsa dan pada masa ini yang sedang banyak di angkat dari golongan Mawali turunan Persia.
2.      Kota Baghdad sebagai ibu kota  sebagai ibu kota negara, menjadi acara politik, sosial, dan budaya dijadikan sebuah kota internasioanal yang terbuka untuk seluruh bangsa dan keyakinan sehingga berkumpullah disana bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, Hindi, Kurdi, dan sebagainya.
3.      Ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat pentingdan mulia, para khalifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan para khalifah sendiri pada umumnya yaitu ulama yang menyayangi ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga.
4.      Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya. Pada waktu itu nalar dan pikiran dibebaskan benar-benar dari belenggu taklid, kondisi yang mengakibatkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang termasuk aqidah, filsafat, ibadah, dan sebagainya.
5.      Para menteri turunan Persia diberikan hak penuh dalam menjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamadun Islam. Mereka sangat mrncintai ilmu dan mengorban kekayaannya untuk meningkatkan kemerdekaan rakyat dan memajukan ilmu pengetahuan.
B.     Khalifah Bani Abbasiyah
Masa proode Abu-Al-abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M hingga 754 M. Karena itu pembina bubuk sebetulnya dari daulah Abbasiyah yaitu Abu Ja’far Al-Manshur (754-775). Dia dengan kersa menghadapi lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, Dan Juga Syi’ah yang merasa di kucilkan dari kekuasaan.
Pada awalnya ibu kota negara yaitu Al-Hasyimiyah, bersahabat dengan Kuffah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang gres berdiri itu, Al-Manshur memindahkan ibu kota negara ibu kota yang gres di bangunnya, Baghdad, bersahabat bekas ibu kota Persia, Catresiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, sentra pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota gres ini Al-Manshur melaksanakan konsolidasi dan penertiban pemerintahan. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di forum direktur dan dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama diangkat yaitu Khalid bin Barmark, berasal dari Balk, Persia. Juga membentuk forum protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia juga menunjuk Muhammad  ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada forum kehakiman negara.
Khalifah manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di kawasan perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut yaitu merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadoci, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. 




C.    Periode Daulah Abbasiyah
a.    Priode Pertama (750-847)
Sebagaimana telah kita ketahui daulah Abbasiyah didirikan oleh ibnu Abbas yang sekaligus pendiri dinasti Abbasiyah dikatakan demikian dan dalam daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain. Ternyata beliau tidak usang beliau berkuasa hanya pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh Abu Ja’far al-Mansyur untuk menunjang langkah menuju masa kejayaan diambil beberapa kebijakan oleh khalifah gres itu ibarat memindahkan ibu kota ke Baghdad kota gres yang indah itu yang dibangun di tepi aliran sungai Tigris Efrat sengaja dibangun untuk menjadi ibu kota daulah Abbasiyah. Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbas mencapai masa keemasan.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang berpengaruh dan merupakan sentra kekuasaan politik Dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tinggi. Priode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam. Namun menurun priode ini terakhir, pemerintah Bani Abbas mulai menurun bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. 


b.    Periode Kedua (232 H/ 847 M-334 H/ 945 M)
Kebijakan khalifah al-Mu’tasim (833-842) untuk menentukan anasif Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah terutama di latar belakangi oleh persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun. Di masa al-mu’tasim (833-842 M) dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq (842-847) mereka bisa mengendalikan mereka. Akan tetapi khalifah al-Mutawakkil (847-861) yang merupakan awal dari priode ini yaitu seorang khalufah yang lemah. Pada masanya orang-orang Turki sanggup merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-Mutawakkil wafat mereka telah menentukan dan mengangkat khalifah sesuai dengan ke\ehendak mereka dengan demikian bani Abbasiyah tidak mempunyai kekuasaan, meskipun resminya merekalah penguasa.
Usaha untuk melepaskan dari dominasi tentara Turki itu selalu gagal. Adanya persaingan internal di kalangan tentara Turki, mereka memang mulai lemah.
Mulailah khalifah ar-Radi menyerahkan kekuasaan kepada Muhammad bin Raiq, Gubernuh Wasiq dari Bashrah. Disamping itu, Kilalifahi memberikan gelar amirul umara (panglima para panglima). Meskipun dmikian keadaan bani Abbas tidak menjadi lebih baik dari 12 khalifah pada priode ini hanya 4 orang yang wafat wajar, sedangkan selebihnya jika tidak dibunuh, mereka digulingkan dengan paksa.
Pemberontakan masih bermunculan pada priode ini ibarat pemberontakan Zanj di daratan rendah Iraq Selatan dan pembrontakan karamitah yang berpusat di Bahrain. Namun bukan itu semua yang menghambat upaya mewujudkan kekuasaan kesatuan politik daulah Abbasiyah.
c.    Periode Ketiga
Posisi daulah Abbasiyah yang berada dibawah kekuasaan bani Buaihi merupakan ciri utama priode ketiga ini keadaan khalifah sangat jelek ketimbang dimasa sebelumnya. Lebih-lebih lantaran bani Buaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih setiap pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi membagi kekuasaannya menjadi tiga saudara.
Ali menguasai wilayah kepingan selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah kepingan utara dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan sentra pemerintahan Islam. Karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi yang mempunyai kekuasan bani Buwaihi.
d.   Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1199 M)
Priode keempat ini ditandai oleh kekuasaan bani Seljuk dalam daulah Abbasiyah. Kehadiran bani seljuk diatas ”undangan” khalifah untuk melumpuhkan kekuatan bani kewibawaannya dalam bidang Agama sudah kembali setelah beberapa usang dikuasai oleh orang-orang syi’ah.
e.    Peiode Kelima (590/1199 M-656 H/1258 M)
Telah terjadi perubahan besar-besaran dalam kekhalifahan Abbasiyah dalainim priode kelima ini. Pada priode, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan disekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah memperlihatkan kelemahan politiknya. Pada masaa inilah tiba tentara Mongol dan Tartar menghancurkan baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1258 M.
Faktor-faktor yang menciptakan daulah Abbasiyah menjadi lemah dan kemudian hancur sanggup di kelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan ekstrn diantara faktor-faktor intrn adalah:
1.      Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah terutama Arab, Persia, dan Turki.
2.      Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran   agama yang ada dan berubah menjadi petumpahan darah.
3.      Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akhir perpecahan sosial yang berkepanjangan.
4.      Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian sebagai bentrokan politik.
Sedangkan faktor-faktor ekstrn yang terjadi adalah:
1.      Berlangsungnya perang salip yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang. Dan yang paling menentukan adalah
2.      Sebuah pasukan Mongol dan Tarta di pimpi oleh Hulagu Khan yang berhasil menjarah semua Persia baik kekuasaan maupun sentra ilmu yaitu perpustakaan Dibaghdad.
D.    Perkembangan ilmu pada masa Abbasiyah
Abad X masehi disebut era pembangunan daulah Islam dimana dunia Islam mulai, dan Cordoba Spanyol hingga ke Multan Pakistan meluasnya pembangunan di segala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dunia Islam pada waktu itudalam keadaan maju, jaya, makmur sebaliknya dunia baratmasih dalam keadaan gelap, bodoh, primitif. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan dilaboratorium dan observasi.
Dunia barat masih sibuk dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menjadikan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan gres yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahaun lapangan agama (Ilmu Aqli), bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam banyak sekali bidang. Kemudian saat Islam keluar dari Jazirah Arab, mereka menemukan pembendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah imbas dari pembendaharaan Yunani menjadikan dorongan untuk munculnya banyak sekali ilmu pengetahuan di bidang nalar (Ilmu Aqli).
Dikatakan pembendaharaan Yunani lantaran pada waktu Islam datang, Ilmu Yunani sudah mati yang tinggal hanyalah buku-bukunya saja. Ketika Islam hingga Byzantium, Persia, dan lain-lain, mereka tidak lagi menjumpai ilmu Yunani dipelajari orang, yang didapati hanyalah tabib Yunani, perkembangan gres tidak di perolehi lagi.
Diceritakan asal mula kedatanga kebudayaan Yunani adlah filosof-filosof yunani yang lari dinegaranya lantaran di kejar-kejar oleh rajanya akhir perbedaan madzhab. Sebenarnya  merekalah penyusun ilmu secara sistematis, namun saat yunani dijajah bangsa romawi, raja-rajanya yang berbangsa Katolik tidak mentolerir. Masa raja konstanti agung (wafat 366M) perpustakaan yang didirikan oleh raja perbeku yang liberal, dibubarkan atau dimusnahkan, pengetahuan dianggap sebagai sihir yang dikutuk, filsafat dan ilmu dibasmi.
Kaisar Yustinius pada tahun 529 M menutup sekolah filsafat yang masih ada pengajarnya diusir. Sarjana itu kemudian lari ke Persia dan mendapat kedudukn terhormat di istana Kisra Anusirwan (531-578 M) dan aliran filsafat neo Plato yang mereka bawa diterima baik. Didirikanlah di Yunde Sahpur sebuah akademi tinggi, dimana sarjana itu mengajar bermacam ilmu, antara lain kedokteran dan filsafat. Sekolah ini berurat dan berakar dikota ini hingga berdirinya daulah Abbasiyah, ibarat halnya Harran menjadi sentra acara Yunani di Irak, dimana penduduknya berbicara bahasa Arab.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh Khalifah Ja’far al-Mansur setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H-762 M) dan menjadikan sebagai ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para hebat dan banyak sekali kawasan untuk tiba dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang perjuangan pembukuan ilmu agama, ibarat fiqih, tafsir, tauhid,hadis, atau ilmu lain ibarat ilmu bahasa dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian yaitu penterjemahan buku yang berasal dari luar.

1.      Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli yaitu ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Quran dan Hadis), yaitu yang berafiliasi dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah Nabi sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu antara lain:
a.       Ilmu Tafsir
Al-Quran adala sumber dari agama Islam. Oleh lantaran itu segala sikap umat Islam harus menurut kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Sebab untuk memahami suatu kitab tidak cukup hanya mengerti bahasanya saja tetapi diharapkan keseimbangan taraf pengetahuan antara buku yang dibaca dengan pembacanya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkannya. Yang pertama antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubai ibn Ka’ab. Cara saabat-sahabat ini menafsirkan ialah denagn menafsirkan ayat dengan hadis atau atsar atau kejadian yang mereka saksikan saat ayat itu turun. Sesudah itu bangkit para tabi’in yang mengambil tafsir para sahabat tersebut diatas.
 Tafsir pada masa ini ditambah dengan dongeng Israiliyat. Terahir bangunlah para mufasir dengan cara menyebutkan satu ayat kemudian membuktikan tafsirnya yang diambil dari shabat dan tabi’in. Tafsir yang ibarat ini yang termasyhur diantaranya tafsir Ibnu Jarir At-Tabary. Kemudian saat kebangunan ilmumpengetahuan menuncak maka mempengaruhi pula ilmu penafsiran Al-Quran. Tafsir pda masa ini meliputi segala ilmu yang ada baik mengenai aliran keagamaan, peraturan wacana hukum, ataupun ilmu lainnya yang terkandung di dalamnya ibarat tafsir Abu Yusuf Abu Salman al-Kuswani. Dengan demikian dari tafsir yang ada cara penafsirannya ada dua macam:
·      Tafsir bil ma’sur, yaitu memikirkan Al-Quran dengan hadis Nabi.
·      Tafsir bil ra’yi, yaitu penafsiran Al-Quran dengan mempergunakan nalar dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
b.      Ilmu Hadis
Hadis yaitu sumber aturan Islam setelah Al-Quran. Karena kedudukannya itu, maka setiap era umat Islam selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Usaha pelestarian dan pengembangannya terjadi pada dua periode besar: masa Mutaqaddimin dam masa Mutaakhirin.
Usaha Mutaqaddimin sanggup dibagi menjadi beberapa shop:
1)      Masa Turunnya Wahyu.
2)      Masa Khullafau ar-Rasyidin (12-40 H)
3)      Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in (40 H- selesai era 1 H)
4)      Masa Pembukuan Hadits (awal-akhir era ke II H)
5)      Masa Pentasihan dan Penyaringan Hadits (awal-akhir era III)
Usaha pelestarian masa mutaakhirin menjadi beberapa tahap yang masing-masing mempunyai ciri sendiri:
1.      Abad keempat Hijriyah
2.      Abad kelima hingga era ketujuh para ulama hanya berusaha untuk memperbaiki susunan kitab
c.      Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu Kalam lantaran dua faktor:
1.      Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat ibarat halnya musuh menggunakan senjata itu.
2.      Karena semua duduk kasus termasuk duduk kasus agama telah dikisar dari contoh rasa kepada contoh nalar dan ilmu.



d.      Ilmu Tasauf
Ilmu Tasauf yaitu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan embel-embel dunia, serta bersunyi diri beribadah. Dalam sejarah sebelumnya timbul aliran Tasauf  terlebih dahulu muncul aliran Zuhud.
Di Basrah sebagai kota yang tenggelam dalam kemewahan, aliran Zuhud mengambil corak lebih ekstrim sehingga akhirnya meningkat kepada fatwa mistik. Zahid-Zahid yang populer disini yaitu Hasan al-Bashri (110 H) dan Rabiah al-Adawiyah (185 H).
Dari kedua kota ini aliran Zuhud pindah ke kota lain. Di Persia (Khurasan) muncul Ibrahin bin Adhaya (162 H) dan muridnya Syafiq al-Baighi (194 H). Di Madinah muncul Ja’far al- Sidiq (148 H).
e.       Ilmu Bahasa
Dalam masa Abbasiyah ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya lantaran bahasa Arab yang semakin remaja dan menjadi bahasa Internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh. Yang dimaksud dengan ilmu Bahasa yaitu nahwu, sharafi ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus dan insya.
Kota- kota Bashrah dan Kuffah merupakan sentra pertumbuhan dan acara ilmu lughah. Keduanya berlomba-lomba dalam bidang tersebut ssehingga populer sebutan aliran Bashrah dan Kuffah. Masing-masing penduduknya merasa gembira dengan alirannya. Aliran Bashrah lebih banyak terpengaruh dengan mantik dibandingkan dengan aliran Kuffah. Dalam zaman ini di ciptakan kitab-kitab yang bernilai ilmu nahwu, sarafi ma’ani, arrudh, qamus, dan ilmu maqarnad. Diantara ulama-ulama termsyhur dalam masa ini:
1.        Sibawaihi, wafat 153 H
2.        Muaz al- Harro (wafat, 187 H) yang mula-mula menciptakan tahrif.
3.        Al-Kasai (wafat, 190 H) mengarang kitab tata bahasa
4.        Abu Usman al-Maziny (wafat 249 H) karangannya banyak wacana nahwu.

f.       Ilmu Fiqh
Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun Islam telah melahirkan ahli-ahli aturan yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab fiqh yang populer hingga sekarang. Para fuqaha yang lahir dizaman ini terbagi dua aliran: hebat hadits dan hebat ra’yi.
Ahli hadits yaitu aliran yang mengarang yang menurut hadits. Pemuka aliran ini yaitu imam Malik dengan pengikut pengikutnya, pengikut imam Syafi’i, pengikut Sufyan, dan pengikut imam Hambali.

Ahli ra’yi yaitu aliran yang mempergunakan nalar dan pikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini yaitu Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Iraq.

Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Sejarah Dinasti Abbasyiah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel