Penelitian Fosil Insan Purba Di Indonesia

Penelitian Fosil Manusia Purba Di Indonesia



Penelitian Paleoantropologi di Indonesia dibagi para jago dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama 1889-1909, tahap kedua 1931-1941, dan tahap ketiga 1952-sekarang.

Penelitian tahap pertama (1889—1909)


Penelitian tahap pertama dimulai oleh Eugene Dubois, dan Belanda. Pada tahun 1889 ia mengambil keputusan untuk mengadakan penelitian fosil insan purba di Indonesia. Ia beralasan bahwa perubahan iklim di Indonesia tidak terlalu besar sehingga fosil-fosil bertahan lebih usang dan gangguan cuaca dan iklim.



Dalam penelitiannya di Kedungbrubus dan Trinil, (Kabupaten Ngawi) Dubois berhasil menemukan sisa-sisa fosil insan Wajak di Campurdarat. Fosil-fosil itu terdiri dan tengkorak, ruas leher, rahang, gigi, dan tulang paha. Hasil inovasi Dubois yang pertama kali diumumkan berupa atap tengkorak Pithecantro pus erectus yang ditemukan di Trinil, pada lapisan Pleistosen Tengah. Pithecanthro pus erectus (pithecos = kera, antro pus = manusia, erectus = berjalan tegak) yang artinya makhluk homogen monyet yang mirip insan berjalan tegak. Volume otaknya kira-kira 900 cc.

Pengumuman hasil penemuannya itu dianggap oleh para jago sebagai insiden yang sangat pen ting dalam sejarah Paleoantropologi ketika itu. Tengkorak Pit hecanthropus yang ditemukan oleh Dubois itu dianggap sebagai fosil dan insan purba paling priinitif di dunia.

Penelitian tahap kedua (1931-1941)


Penelitiarr tahap kedua oleh Ter Haar, Oppennorth, dan Von Koenigswald pada tahun 1931—1933. Penelitian tahap kedua ini dimulai diNgandong Kabupaten Blora. Dalam waktu relative singkat mereka berhasil menemukan fosil insan lebih banyak dan hasil inovasi tahap pertama, yaitu sejumlah tengkorak dan tulang belulang Pithecanthropus soloensis.

Pada tahun 1936, Tjokrohandojo yang bekerja di bawah pimpinan Dujfjes menemukan sebuah tengkorak bawah umur di utara Mojokerto. Jenis insan pemilik tengkorak itu disebut Pithecan thro pus mojokertensis ditemukan pada lapisan Pleistosen Bawah, sedangkan fosil Pithecanthropus soloensis terdapat pada lapisan Pleistosen Atas. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936—941, di kawasan Sangiran akrab Bengawan Solo.
 Hasil temuannya berupa tulang rahang, gigi, dan tengkorak. Von Koenigswald menyebut jenis manusianya Pit heca nt hro pus soloensis. Penemuan ini tidak kalah pentingnya dengan penemuan-penemuan terlampau.

Hal itu alasannya yakni fosil-fosil yang ditemukan ada yang terdapat pada lapisan Pleistosen Bawah dan ada pula yang terdapat pada lapisan Pleistosen Tengah. Selain fosil Pithecanthro pus, di Sangiran ditemukan pula fosil spesies lain, berupa tulang dan gigi yang lebih besar. Oleh penemunya, jenis insan pemilik fosil itu dinamakan Meganthropus paleojavanicus (manusia tinggi besar dan Jawa). Fosil-fosil insan purba yang ditemukan pada tahap pertama penelitian, kini tersimpan di Museum Leiden Negeri Belanda, sedangkan hasil-hasil inovasi tahap kedua disimpan di Museum Frankfurt Jerman Barat.

Penelitian tahap ketiga (1952-sekarang)


Penelitian tahap ketiga gres dimulai pada tahun 1952. Oleh alasannya yakni penelitiannya dilakukan setelah Indonesia merdeka, maka hasil-hasil penemuannya tersimpan di museum-museum kawasan tempat penemuannya. Dan penelitian tahap ketiga ini berhasil ditemukan fosil-fosil berupa tulang-tulang tengkorak, tulang-tulang muka, dan fosil tengkorak Pit hecant hro pus soloensis pada lapisan Pleistosen Tengah. Selain itu, ditemukan pula situs insan purba gres di Sambungmacan Kabupaten Sragen akrab Solo.

Selain di Pulau Jawa, para jago memperkirakan fosil insan purba terdapat pula di Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan daerah-daerah lainnya.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Belum ada Komentar untuk "Penelitian Fosil Insan Purba Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel