Upaya-Upaya Penanggulangan Konflik Sosial
Apabila telah dikenali secara dini, potensi konflik sesungguhnya sanggup dielakkan dari kemungkinan menjelma bentrokan terbuka dengan membuatkan suatu terusan alternatif untuk mengungkapkannya.
Alternatif semacam itu disebut katup pengaman (safety valve) konflik. Melalui katup pengaman ini dorongan bernafsu atau perilaku bermusuhan sanggup disalurkan dalam wujud yang tidak mengancam atau merusak solidaritas (Johnson, 1986:202). Misalnya, ketegangan antarpribadi sanggup dilepaskan lewat humor atau lawakan jenaka. Contoh lainnya, aksi dan permusuhan yang terpendam sanggup disalurkan melalui pertandingan atau pun kompetisi yang mengedepankan semangat persahabatan.
Secara praktis, ada sejumlah taktik yang sanggup diterapkan secara sederhana untuk mengakhiri konflik, yakni:
a. Abandoning atau meninggalkan konflik
b. Avoiding atau menghindari
c. Dominating atau menguasai
d. Obliging atau melayani
e. Getting help atau mencari bantuan
f. Humor atau perilaku humoris dan santai
g. Postponing atau menunda
h. Compromise atau berkompromi
i. Integrating atau mengintegrasikan
j. Problem solving atau bekerja sama menuntaskan masalah
Bagaimana jika konflik tidak lagi sanggup diselesaikan dengan taktik mudah tersebut? Umumnya, jika konflik hanya disebabkan oleh faktor tunggal dan tidak diperumit oleh kompleksitas aneka macam faktor, upaya mengatasi konflik sosial dilakukan melalui akomodasi. Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu yang merujuk pada keadaan dan proses. Akomodasi terbagi atas beberapa bentuk, di antaranya:
1. Koersi (coercion), yaitu suatu bentuk fasilitas yang prosesnya dilakukan dengan paksaan.
2. Kompromi (compromise), yaitu suatu bentuk fasilitas di mana pihak-pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutannya demi penyelesaian perselisihan dan memudahkan berlangsungnya penyelesaian.
3. Arbitrasi (arbitration), ialah suatu bentuk fasilitas di mana masing-masing pihak yang terlibat perselisihan tidak sanggup lagi menuntaskan masalahnya sendiri, sehingga menghadirkan pihak ketiga untuk menengahi dan menawarkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak.
4. Mediasi (mediation), hampir mirip arbitrasi. Hanya saja peranan pihak ketiga sebatas menawarkan saran atau masukan yang tidak mengikat.
5. Konsiliasi (conciliation), yakni suatu perjuangan untuk mempertemukan harapan pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6. Toleransi (toleration), yaitu suatu bentuk fasilitas tanpa persetujuan formal. Masing-masing pihak bersikap sabar dan menahan diri dalam menyikapi perbedaan sehingga lambat laun akan timbul penyesuaian.
7. Stalemate, merupakan bentuk fasilitas di mana pihak-pihak yang bertikai mempunyai kekuatan seimbang sehingga akibatnya pertikaian tersebut berhenti pada titik tertentu atau mencapai kemacetan yang mantap.
8. Ajudikasi (ajudication), ialah penyelesaian perselisihan di pengadilan.
9. Rasionalisasi (rationalization), yakni pemberian keterangan atau alasan yang kedengarannya rasional untuk membenarkan tindakan-tindakan yang sebetulnya sanggup menjadikan perselisihan.
10. Segresi (segretion), di mana masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan.
11. Eliminasi (elimination), yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik lantaran mengalah.
12. Subjugation atau domination, yaitu pihak yang mempunyai kekuatan besar (dominan) meminta pihak lain untuk mentaatinya.
13. Keputusan mayoritas (majority rule), ialah keputusan yang diambil menurut bunyi terbanyak dalam voting.
14. Minority consent, merupakan suatu keadaan di mana golongan minoritas merasa dikalahkan tetapi sanggup melaksanakan acara bersama, lantaran aspirasinya tetap diperhatikan oleh golongan mayoritas.
15. Konversi, yakni penyelesaian konflik di mana salah satu pihak bersedia menyerah dan mau mendapatkan pendirian pihak lain.
16. Gencatan senjata (cease fire), merupakan persetujuan untuk menghentikan pertikaian dan menangguhkan permusuhan dalam jangka waktu tertentu sehubungan adanya upaya-upaya penyelesaian dilema melalui upaya merumuskan komitmen bersama.
Download di Sini
Alternatif semacam itu disebut katup pengaman (safety valve) konflik. Melalui katup pengaman ini dorongan bernafsu atau perilaku bermusuhan sanggup disalurkan dalam wujud yang tidak mengancam atau merusak solidaritas (Johnson, 1986:202). Misalnya, ketegangan antarpribadi sanggup dilepaskan lewat humor atau lawakan jenaka. Contoh lainnya, aksi dan permusuhan yang terpendam sanggup disalurkan melalui pertandingan atau pun kompetisi yang mengedepankan semangat persahabatan.
Secara praktis, ada sejumlah taktik yang sanggup diterapkan secara sederhana untuk mengakhiri konflik, yakni:
a. Abandoning atau meninggalkan konflik
b. Avoiding atau menghindari
c. Dominating atau menguasai
d. Obliging atau melayani
e. Getting help atau mencari bantuan
f. Humor atau perilaku humoris dan santai
g. Postponing atau menunda
h. Compromise atau berkompromi
i. Integrating atau mengintegrasikan
j. Problem solving atau bekerja sama menuntaskan masalah
Bagaimana jika konflik tidak lagi sanggup diselesaikan dengan taktik mudah tersebut? Umumnya, jika konflik hanya disebabkan oleh faktor tunggal dan tidak diperumit oleh kompleksitas aneka macam faktor, upaya mengatasi konflik sosial dilakukan melalui akomodasi. Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu yang merujuk pada keadaan dan proses. Akomodasi terbagi atas beberapa bentuk, di antaranya:
1. Koersi (coercion), yaitu suatu bentuk fasilitas yang prosesnya dilakukan dengan paksaan.
2. Kompromi (compromise), yaitu suatu bentuk fasilitas di mana pihak-pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutannya demi penyelesaian perselisihan dan memudahkan berlangsungnya penyelesaian.
3. Arbitrasi (arbitration), ialah suatu bentuk fasilitas di mana masing-masing pihak yang terlibat perselisihan tidak sanggup lagi menuntaskan masalahnya sendiri, sehingga menghadirkan pihak ketiga untuk menengahi dan menawarkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak.
4. Mediasi (mediation), hampir mirip arbitrasi. Hanya saja peranan pihak ketiga sebatas menawarkan saran atau masukan yang tidak mengikat.
5. Konsiliasi (conciliation), yakni suatu perjuangan untuk mempertemukan harapan pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6. Toleransi (toleration), yaitu suatu bentuk fasilitas tanpa persetujuan formal. Masing-masing pihak bersikap sabar dan menahan diri dalam menyikapi perbedaan sehingga lambat laun akan timbul penyesuaian.
7. Stalemate, merupakan bentuk fasilitas di mana pihak-pihak yang bertikai mempunyai kekuatan seimbang sehingga akibatnya pertikaian tersebut berhenti pada titik tertentu atau mencapai kemacetan yang mantap.
8. Ajudikasi (ajudication), ialah penyelesaian perselisihan di pengadilan.
9. Rasionalisasi (rationalization), yakni pemberian keterangan atau alasan yang kedengarannya rasional untuk membenarkan tindakan-tindakan yang sebetulnya sanggup menjadikan perselisihan.
10. Segresi (segretion), di mana masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan.
11. Eliminasi (elimination), yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik lantaran mengalah.
12. Subjugation atau domination, yaitu pihak yang mempunyai kekuatan besar (dominan) meminta pihak lain untuk mentaatinya.
13. Keputusan mayoritas (majority rule), ialah keputusan yang diambil menurut bunyi terbanyak dalam voting.
14. Minority consent, merupakan suatu keadaan di mana golongan minoritas merasa dikalahkan tetapi sanggup melaksanakan acara bersama, lantaran aspirasinya tetap diperhatikan oleh golongan mayoritas.
15. Konversi, yakni penyelesaian konflik di mana salah satu pihak bersedia menyerah dan mau mendapatkan pendirian pihak lain.
16. Gencatan senjata (cease fire), merupakan persetujuan untuk menghentikan pertikaian dan menangguhkan permusuhan dalam jangka waktu tertentu sehubungan adanya upaya-upaya penyelesaian dilema melalui upaya merumuskan komitmen bersama.
Download di Sini
Belum ada Komentar untuk "Upaya-Upaya Penanggulangan Konflik Sosial"
Posting Komentar