Peter L. Berger. Pembentukan Realitas Secara Sosial

“Sosiologi merupakan perjuangan sistematis untuk sejelas mungkin memahami dunia sosial, memahami tanpa orang harus dipengaruhi oleh aneka macam impian dan kecemasan. Ideal yang terang ini (sementara orang bahkan menyebutnya sebagai kejelasan tanpa arti) ditujukan pada apa yang disebut Max Weber*Value Freeness” ilmu-ilmu sosial. Hal ini kerap merupakan urusan rumit… Untuk menjadi sosiolog orang tidak harus menjadi propagandis atau pengamat yang mati-rasa. Hal yang seharusnya ialah bahwa setiap tindakan untuk memahami itu harus berada dalam ketegangan eksistensial dengan nilai-nilai seseorang, khususnya dengan nilai-nilai yang dengan teguh dipegang seseorang “ (Berger*).

Sosiologi interpretatif maupun humanistis mungkin terlihat lebih terbatas pada aneka macam perkara mikrososiologis ketimbang dengan perkara makrososiologis. Seperti terlihat di bab pertama buku ini, sosiologi naturalistis atau positivis cenderung mengabaikan individu dan hanya terpaku pada struktur sosial.

Teori-teori humanistis, yang hingga ketika ini sering diketengahkan, sebaliknya cenderung menganggap individu yang berinteraksi sebagai alat analisa yang tepat. Walau demikian, sosiologi interpretatif tidak mesti terbatas pada masalah-masalah sosial-psikologis, menyerupai ditunjukkan oleh sintesa pendekatan interaksionis dan strukturalis Berger*.

Baca Juga

Seperti halnya Garfinkel*, Berger juga berhutang kebijaksanaan pada guru besarnya, Alfred Schutz*, atas kuliah-kuliahnya mengenai konstruksi realitas secara sosial. Pengaruh Schutz* mendorong Garfinkel* pada eksperimen lapangan etnometodologis dan menolak cara-cara yang sudah popular dalam sosiologi, sedangkan karya Schutz* menciptakan Berger* bisa menyebarkan model teoritis lain mengenai bagaimana dunia sosial terbentuk. Seperti terlihat pada pembahasan etnometodologi, bahwa dunia sosial Garfinkel* eksis hanya sejauh para bintang film membiarkanya eksis, sedang berdasarkan Berger* realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode strukturalis dunia sosial tergantung pada insan yang menjadi subjeknya. Berbeda dengan Garfinkel*, Berger beropini bahwa realitas sosial secara objektif memang ada (ingat Durkheim* dan perspektif fungsionalis) tetapi maknanya berasal dari dan oleh korelasi subjektif (individu) dengan dunia objektif (suatu perspektif yang dianut Mead* dan para pengikut interaksionis simbolis terutama Blumer*).

Masalah sosiologi yang rumit ini, yang dikiaskan dalam kutipan pembukaan, tak hanya harus meniti di antara psikologis sosial dan sosiologi yang berorientasi struktural, tetapi juga harus menciptakan imbangan antara kemandulan tanpa nilai dan propaganda. Berger* menawarkan dua cara untuk menghindari kesulitan dalam penerapan sosiologi:

“Cara pertama ialah memisahkan pemahaman sosiologis dari seluruh perkara nilai, pada titik di mana para sosiolog mencoba menjadi seorang pengamat yang bebas nilai, atau sebaliknya terikat pada nilai-nilainya sendiri tanpa tumpuan sama sekali pada ‘insight’ sosiologis. Hal ini merupakan dehumanisasi (individu yang demikian, tidak hanya melaksanakan acara intelektual saja, alasannya yaitu itu menjadi bebas nilai), atau merupakan suatu penyerahan pada irrasionalitas (individu yang sangat berpegang pada nilai-nilai dunia aliran yang tidak sanggup ditembus argument yang sehat). Cara lain, mungkin merupakan cara yang lebih sederhana, ialah menolak wangsit pemahaman bebas-nilai, menyatakan hal itu mustahil atau tidak diinginkan, atau kedua-duanya. Penolakan yang demikian selanjutnya membiarkan individu menafsirkan dunia sosial sesuai dengan prioritas nilainya sendiri—pendeknya memahami dunia sesuai dengan keinginan sendiri.

Berger* yakin bahwa kedua posisi itu salah: “menjadi seorang sosiolog tidak berarti harus menjadi pengamat mati-rasa atau propagandis”. Nilai-nilai subjektif, berdasarkan Berger* akan mengalami ketegangan dialektis dengan acara ilmiahnya yang objektif.

Dalam karya-karya Berger* terang terlihat perjuangan untuk menjembatani mikro dan makro, bebas-nilai dan sarat-nilai, interaksionis dan strukturalis, maupun teoritis dan relevan. Dia yakin sudah berada di pertengahan perkara sosiologi yang rumit itu, yang mencoba menganalisa bagaimana realitas sosial terbentuk.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret. M. Sosiologi Kontemporer. 2007. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.


Baca Juga
1. Peter L. Berger. Biografi
2. Peter L. Berger. Refleksi Atas Interaksi Kesadaran dan Struktur dalam Modernisasi
3. Peter L. Berger. Momen Eksternalisasi, Munculnya Kesadaran Modern dan Aspek-Aspeknya
4. Peter L. Berger. Momen Objektivasi, Pranata-Pranata Modern
5. Peter L. Berger. The Sacred Canopy
6. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial 
7. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Subjektif
8. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Objektif
9. Peter L. Berger. Modernisasi Sebagai Pembangunan Alam Artifisial
10. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial dan Legitimasinya
11. Peter L. Berger. Momen Internalisasi yang Susah Payah
12. Peter L. Berger. Perkawinan
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Mirror On The Wall. Gambaran Realitas Sosial yang Terdistorsi

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Peter L. Berger. Pembentukan Realitas Secara Sosial"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel