Paradigma Sosiologi

George Ritzer mendefinisikan paradigma sebagai pandangan yang fundamental dari ilmuwan ihwal apa yang menjadi pokok masalah yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan (dicipline). Paradigma membantu merumuskan ihwal apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawabnya, serta aturan-aturan apa saja yang harus diikuti dalam menginterpretasikan gosip yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut.

Paradigma menggolong-golongkan; exemplar, teori-teori dan metode-metode. Exemplar merupakan unsur terpenting yang membentuk suatu paradigma tertentu, Kuhn mendefinisikan exemplar sebagai hasil-hasil perkembangan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum atau diakui oleh kalangan luas ilmuwan tersebut.

Demikian, dalam satu cabang ilmu pengetahuan tertentu sanggup dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapat beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik tolak pandangannya ihwal apa yang (menurutnya) menjadi pokok masalah yang semestinya dipelajari dan diselidiki oleh cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Gejala menyerupai ini sangat terang sekali terlihat dalam sosiologi.

Sosiologi lahir ditengah-tengah persaingan dampak antara filsafat dan psikologi. Emilie Durkheim* yakni orang pertama yang mencoba melepaskan sosiologi dari dominasi kedua kekuatan yang mempengaruhinya tersebut. Melalui dua karya besar dan berpengaruhnya yaitu suciede (1951) dan the rule of sociological method (1964), Durkheim* terutama berusaha melepaskan sosiologi dari alam filsafat aktual Auguste Comte* dan Herbert Spencer* untuk kemudian meletakan sosiologi dalam dunia empiris.

Suciede yakni hasil karya Durkheim* yang didasarkan atas hasil penelitian empiris terhadap tanda-tanda bunuh diri. Sedangkan the rule of sociological method berisikan konsep-konsep dasar ihwal metode yang sanggup digunakan untuk melaksanakan penelitian empiris dalam lapangan sosiologi.

Peranan Durkheim* sangat penting dalam merumuskan objek kajian sosiologi yang tentunya terlepas dari dampak filsafat dan psikologi. Durkheim* yakni orang pertama yang menunjukkan bahwa fakta sosial (social fact) sebagai pokok masalah yang harus dipelajari dalam sosiologi.


Fakta sosial tidak sanggup dipelajari dan dipahami hanya melalui acara mental murni yang bersifat spekulatif, untuk memahaminya dibutuhkan suatu acara penelitian empiris yang sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam dalam mempelajari objek studinya. Demikian dengan meletakan fakta sosial sebagai sasaran yang harus dipelajari sosiologi, berarti menempatkan sosiologi sebagai suatu disiplin yang bersifat empiris terlepas dari dampak filsafat.

Dalam perkembangan selanjutnya, sehabis terlepas dari dampak filsafat dan psikologi, sosiologi mulai memasuki arena pergulatan yang bersifat internal di kalangan teoretisinya sendiri. Alhasil sampai sekarang terdapat aneka macam paradigma di dalamnya, Ritzer* mengemukakan terdapat tiga paradigma lebih banyak didominasi dalam sosiologi di antaranya:

1. Paradigma Fakta Sosial
2. Paradigma Definisi Sosial
3. Paradigma Perilaku Sosial

Selain itu, Ritzer* pun berusaha menciptakan jembatan antar paradigma yang ia sebut Paradigma Sosiologi terpadu.


Download di Sini


Sumber.

Ritzer, George. 2009. “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”, PT RajaGrafindo Persada. Jakarta

Lainnya
1. Paradigma dalam Sosiologi
2. Paradigma Terpadu 
3. Teori-teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi

Belum ada Komentar untuk "Paradigma Sosiologi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel