Paradigma Sosiologi. Terpadu
Konsep mengenai paradigma sosiologi yang terpadu ini diambil dari pendapat George Ritzer*. Ritzer* menyatakan bahwa sosiologi didominasi oleh tiga paradigma, yaitu paradigma fakta sosial*, definisi sosial* dan perilaku sosial*.
Sosiolog yang bekerja dalam paradigma fakta sosial* memusatkan perhatian kepada struktur makro masyarakat. Berpedoman pada karya Durkheim* sebagai exemplar mereka. Mempergunakan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik. Berkecenderungan memakai metode interview atau kuesioner dalam penelitiannya.
Sosiolog yang mendapatkan paradigma definisi sosial* memusatkan perhatiannya pada agresi dan reaksi yang dihasilkan oleh proses berpikir, sebagai dilema sosiologi berdasarkan pandangan mereka. Menerima karya Weber* ihwal agresi sosial sebagai exemplar mereka. Memakai banyak sekali teori antara lain teori aksi, interaksionisme simbolik dan fenomenologi-etnometodologi. Berkecendrungan mempergunakan metode observasi dalam acara penelitiannya.
Sosiolog yang mendapatkan paradigma sikap sosial mencurahkan perhatiannya kepada "tingkah laris dan perulangan tingkah laku" sebagai pokok dilema sosiologi mereka. Memandang B.F Skinner* sebagai exemplar. Bekerja dengan teori pertukaran serta berkecenderungan untuk lebih menyukai metode eksperimen dalam acara penelitiannya.
Karena pendekatan paradigma sosiologi ternyata bersifat sepihak maka pertumbuhan minat dan kesadaran akan pentingnya suatu pendekatan terpadu sudah selayaknya dikembangkan. Merton*, dari fungsionalisme-struktural ialah salah seorang di antara sosiolog yang menyatakan bahwa analisa struktural berkait dengan paradigma lain, yang mana kasus polemik kini ini tak sanggup dipertahankan, banyak sekali paradigma sosiologi itu bersifat saling melengkapi daripada berlawanan secara fundamental menyerupai dikatakan kebanyakan orang.
Lebih khusus lagi Merton* menyatakan, beberapa pandangan gres dalam analisa struktural dan interaksionisme-simbolik terhadap pengertian yang sama saling bertolak-belakang walaupun sanggup juga dikatakan saling memperkaya. Penganut paradigma definisi sosial*, Mehan dan Wood menyatakan bahwa etnometodologi dimulai dengan mendapatkan realitas alam eksternal dan yang memaksa. Diantara penganut behaviorisme, terdapat Staats yang berbalik kepada asal-muasal yang mengintegrasikan proses berpikir insan (yakni mental kreatif) dengan pandangan behavioral tradisional. Demikian penganut sociobiology yang gres pun bisa melihat perdamaian antara pendekatan mereka dengan orientasi sosiologi yang lain. Contohnya Edward E. Wilson mengakui bahwa sikap insan ditentukan oleh kultur dalam arti bahwa sebagian besar, bahkan mungkin seluruh perbedaan antara masyarakat didasarkan atas perbedaan pengalaman kultural. Tetapi ini bukan kemudian berarti bahwa insan secara tak terbatas ialah plastis.
1. Exemplar Paradigma Sosiologi Terpadu
Ide kunci dari Paradigma Sosiologi Terpadu yang digagas Ritzer* ialah konsepnya ihwal "tingkatan realitas sosial". Tingkatan di sini lebih merupakan suatu "konstruk sosiologis" daripada sebagai citra keadaan bekerjsama yang ada dalam masyarakat. Untuk maksud tersebut, tingkatan realitas sosial sanggup diperoleh dari interrelasi antara dua dasar kontinum sosial, yakni Makroskopik-Mikroskopik dan Objektif-Subjektif.
Dimensi makroskopik-mikroskopik berkaitan dengan ukuran besarnya fenomena sosial, mulai dari kehidupan masyarakat sebagai suatu keseluruhan hingga kepada tindakan sosial. Sedangkan kontinum objektif-subjektif, mengacu kepada dilema apakah fenomena sosial berupa barang sesuatu yang nyata-nyata ada dan berwujud material (seperti birokrasi dan pola-pola interaksi sosial) atau kah berupa barang sesuatu yang adanya hanya di dalam alam pandangan gres dan di dalam pengetahuan saja (seperti norma-norma dan nilai-nilai). Secara garis besar paradigma sosiologi yang terpadu harus menjelaskan:
- Kesatuan makro-objektif menyerupai birokrasi
- Struktur makro-subjektif menyerupai kultur
- Fenomena mikro-objektif menyerupai pola-pola interaksi
- Fakta-fakta mikro-subjektif menyerupai proses pembentukan realitas
Berikut korelasi antar keempat tingkatan realitas sosial tersebut dengan keempat paradigma sosiologi, salah satunya ialah paradigma terpadu
Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian terutama kepada realitas sosial pada tingkatan makro-objektif dan makro-subjektif. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian kepada realitas sosial pada tingkatan mikro-subjektif dan sebagian mikro-objektif yang tergantung pada proses-proses mental (tindakan). Paradigma sikap sosial menjelaskan sebagian realitas sosial pada tingkatan mikro-objektif yang menyangkut tingkah laris yang semata-mata dihasilkan oleh stimulus yang tiba dari luar aktor. Ketiganya memotong tingkatan realitas sosial secara horizontal, paradigma terpadu memotong secara vertikal. Demikian, paradigma terpadu tidak perlu menggantikan kedudukan paradigma yang terdahulu, jadi pilihan terhadap paradigma tergantung kepada jenis dilema yang sedang dipertanyakan. Tak semua dilema sosiologis memerlukan pendekatan terpadu, paling kurang sebagian di antaranya memerlukan pendekatan terpadu.
Download di Sini
Baca Juga
1. Paradigma Fakta Sosial
2. Paradigma Definisi Sosial
3. Paradigma Perilaku Sosial
Lihat Juga
George Ritzer, Biografi, Pemikiran, dan Karya
Sumber.
Ritzer, George. 2009. “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”, PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Lainnya
1. Paradigma dalam Sosiologi
2. Paradigma Sosiologi
3. Paradigma Sosiologi. Fakta Sosial
4. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
5. Paradigma Sosiologi. Perilaku Sosial
6. Teori-teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi
Sosiolog yang bekerja dalam paradigma fakta sosial* memusatkan perhatian kepada struktur makro masyarakat. Berpedoman pada karya Durkheim* sebagai exemplar mereka. Mempergunakan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik. Berkecenderungan memakai metode interview atau kuesioner dalam penelitiannya.
Sosiolog yang mendapatkan paradigma definisi sosial* memusatkan perhatiannya pada agresi dan reaksi yang dihasilkan oleh proses berpikir, sebagai dilema sosiologi berdasarkan pandangan mereka. Menerima karya Weber* ihwal agresi sosial sebagai exemplar mereka. Memakai banyak sekali teori antara lain teori aksi, interaksionisme simbolik dan fenomenologi-etnometodologi. Berkecendrungan mempergunakan metode observasi dalam acara penelitiannya.
Sosiolog yang mendapatkan paradigma sikap sosial mencurahkan perhatiannya kepada "tingkah laris dan perulangan tingkah laku" sebagai pokok dilema sosiologi mereka. Memandang B.F Skinner* sebagai exemplar. Bekerja dengan teori pertukaran serta berkecenderungan untuk lebih menyukai metode eksperimen dalam acara penelitiannya.
Karena pendekatan paradigma sosiologi ternyata bersifat sepihak maka pertumbuhan minat dan kesadaran akan pentingnya suatu pendekatan terpadu sudah selayaknya dikembangkan. Merton*, dari fungsionalisme-struktural ialah salah seorang di antara sosiolog yang menyatakan bahwa analisa struktural berkait dengan paradigma lain, yang mana kasus polemik kini ini tak sanggup dipertahankan, banyak sekali paradigma sosiologi itu bersifat saling melengkapi daripada berlawanan secara fundamental menyerupai dikatakan kebanyakan orang.
Lebih khusus lagi Merton* menyatakan, beberapa pandangan gres dalam analisa struktural dan interaksionisme-simbolik terhadap pengertian yang sama saling bertolak-belakang walaupun sanggup juga dikatakan saling memperkaya. Penganut paradigma definisi sosial*, Mehan dan Wood menyatakan bahwa etnometodologi dimulai dengan mendapatkan realitas alam eksternal dan yang memaksa. Diantara penganut behaviorisme, terdapat Staats yang berbalik kepada asal-muasal yang mengintegrasikan proses berpikir insan (yakni mental kreatif) dengan pandangan behavioral tradisional. Demikian penganut sociobiology yang gres pun bisa melihat perdamaian antara pendekatan mereka dengan orientasi sosiologi yang lain. Contohnya Edward E. Wilson mengakui bahwa sikap insan ditentukan oleh kultur dalam arti bahwa sebagian besar, bahkan mungkin seluruh perbedaan antara masyarakat didasarkan atas perbedaan pengalaman kultural. Tetapi ini bukan kemudian berarti bahwa insan secara tak terbatas ialah plastis.
1. Exemplar Paradigma Sosiologi Terpadu
Ide kunci dari Paradigma Sosiologi Terpadu yang digagas Ritzer* ialah konsepnya ihwal "tingkatan realitas sosial". Tingkatan di sini lebih merupakan suatu "konstruk sosiologis" daripada sebagai citra keadaan bekerjsama yang ada dalam masyarakat. Untuk maksud tersebut, tingkatan realitas sosial sanggup diperoleh dari interrelasi antara dua dasar kontinum sosial, yakni Makroskopik-Mikroskopik dan Objektif-Subjektif.
Dimensi makroskopik-mikroskopik berkaitan dengan ukuran besarnya fenomena sosial, mulai dari kehidupan masyarakat sebagai suatu keseluruhan hingga kepada tindakan sosial. Sedangkan kontinum objektif-subjektif, mengacu kepada dilema apakah fenomena sosial berupa barang sesuatu yang nyata-nyata ada dan berwujud material (seperti birokrasi dan pola-pola interaksi sosial) atau kah berupa barang sesuatu yang adanya hanya di dalam alam pandangan gres dan di dalam pengetahuan saja (seperti norma-norma dan nilai-nilai). Secara garis besar paradigma sosiologi yang terpadu harus menjelaskan:
- Kesatuan makro-objektif menyerupai birokrasi
- Struktur makro-subjektif menyerupai kultur
- Fenomena mikro-objektif menyerupai pola-pola interaksi
- Fakta-fakta mikro-subjektif menyerupai proses pembentukan realitas
Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian terutama kepada realitas sosial pada tingkatan makro-objektif dan makro-subjektif. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian kepada realitas sosial pada tingkatan mikro-subjektif dan sebagian mikro-objektif yang tergantung pada proses-proses mental (tindakan). Paradigma sikap sosial menjelaskan sebagian realitas sosial pada tingkatan mikro-objektif yang menyangkut tingkah laris yang semata-mata dihasilkan oleh stimulus yang tiba dari luar aktor. Ketiganya memotong tingkatan realitas sosial secara horizontal, paradigma terpadu memotong secara vertikal. Demikian, paradigma terpadu tidak perlu menggantikan kedudukan paradigma yang terdahulu, jadi pilihan terhadap paradigma tergantung kepada jenis dilema yang sedang dipertanyakan. Tak semua dilema sosiologis memerlukan pendekatan terpadu, paling kurang sebagian di antaranya memerlukan pendekatan terpadu.
Download di Sini
Baca Juga
1. Paradigma Fakta Sosial
2. Paradigma Definisi Sosial
3. Paradigma Perilaku Sosial
Lihat Juga
George Ritzer, Biografi, Pemikiran, dan Karya
Sumber.
Ritzer, George. 2009. “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”, PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Lainnya
1. Paradigma dalam Sosiologi
2. Paradigma Sosiologi
3. Paradigma Sosiologi. Fakta Sosial
4. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
5. Paradigma Sosiologi. Perilaku Sosial
6. Teori-teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi
Belum ada Komentar untuk "Paradigma Sosiologi. Terpadu"
Posting Komentar