Lyotard Dan Postmodernisme

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, postmodern yakni sebuah kondisi sosial pasca modern dengan ciri khas dan bentuk-bentuk kehidupan yang berbeda dengan modern. Kali ini kita akan mencoba menggali sedikit pemahaman tersebut melalui filsuf besar Prancis kenamaan yang juga seorang filsuf yang getol mewacanakan postmodernitas yaitu Jean Francois Lyotard. 
Sebelum memasuki pembahasan wacana postmodern, ada baiknya kita reviu ulang dulu pemahaman kita wacana yang modern atau modernitas. Bagi Lyotard, modernitas lebih dipahami sebagai sebuah proyek intelektual dalam sejarah dan kebudayaan Barat yang berusaha mencari kesatuan di bawah bimbingan suatu wangsit pokok yang terarah pada kemajuan. Aufklarung (masa pencerahan) yang menandai kurun ke-18 sanggup disebut sebagai rujukan terperinci wacana proyek ini.
Menurut Immanuel Kant*, inti masa pencerahan yakni mundigkeit: insan mulai berani berpikir sendiri dan mengungkapkan serta mempertahankan pendapatnya dan dengan demikian meloloskan diri dari keadaan tidak bebas.

Lanjutan proses ini sanggup kita saksikan sepanjang kurun ke-19 dan ke-20. Proyek modernitas itu mencakup banyak sekali bidang menyerupai pengetahuan, kesenian, ekonomi, politik. Kemajuan di situ dilihat sebagai emansipasi: membebaskan insan dari kebodohan, kemiskinan, perbudakan. Modernitas ditandai grands recits atau metarecits, kisah-kisah besar yang memiliki fungsi mengarahkan serta menjiwai masyarakat modern, menyerupai dengan mitos-mitos yang mendasari masyarakat primitif dulu. Seperti halnya dengan mitos dalam masyarakat primitif, kisah-kisah besar pun melegitimiasi institusi-institusi serta praktek-praktek sosial dan politik, sistem aturan serta moral, dan seluruh cara berpikir. Tetapi berbeda dengan mitos-mitos, kisah-kisah besar itu tidak mencari legitimasi dalam suatu kejadian yang terjadi pada awal mula (seperti penciptaan oleh dewa-dewa), melainkan dalam suatu masa depan, dalam suatu wangsit yang harus diwujudkan. Ide itu memberi legitimasi lantaran bersifat universal, berlaku dimana-mana. Salah satu cerita besar yang berusaha mewujudkan wangsit menyerupai itu yakni emansipasi progresif dari rasio dan kebebasan dalam liberalisme politik. Contoh-contoh lain yakni emansipasi para pekerja melalui usaha sosialisme, kemajuan umat insan seluruhnya melalui perkembangan tekno-ilmiah kapitalis, malah agama Nasrani sekalipun yang memaksudkan keselamatan semua ciptaan melalui pertobatan jiwa dan cinta kasih yang mengorbankan diri. Dibidang filsafat, proyek modernitas memuncak dalam fatwa Hegel* yang mentotalitaskan semua cerita besar tersebut.

Ciri khas zaman kita kini ini yakni bahwa kisah-kisah besar itu sudah kehilangan daya pikatnya dan lantaran itu mulai ditinggalkan. Itulah inti postmodernitas berdasarkan Lyotard. Semua meta cerita itu kini sudah tidak berlaku lagi. Proyek modernitas yang mengambil kesatuan sebagai idealnya telah diganti oleh keadaan yang terpecah belah. Zaman kita kini justru ditandai fragmentasi dan hilangnya kesatuan. Kisah-kisah besar telah diganti oleh banyak kisah-kisah kecil atau mikrologi yang mustahil digabungkan ke dalam kesatuan yang menyeluruh.

Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya berlaku dalam bidang filsafat, namun begitu juga dengan bidang-bidang yang lain. Misalnya dalam bidang politik, rujukan yang paling terperinci yakni runtuhnya sosialisme komunistis. Pemberontakan kaum buruh terhadap partai komunis, di mana hal ini tentunya yakni hal yang kontradiktif; para pekerja memberontak terhadap partai yang memperjuangkan nasib mereka sendiri. Contoh lain yakni demokrasi representatif (perwakilan rakyat); kejadian revolusi Perancis 1968 menunjukkan salah satu rujukan kebangkrutannya. Ekonomi liberal telah pailit, begitu pun dengan penyesuaiannya dalam bentuk post-keynesian pun menuai kegagalan yang sama. Kesimpulannya, semua cerita besar itu sudah kehilangan kredibilitasnya sebagai akhir peralihan zaman modern ke post modern.

Begitu pun dalam bidang teknologi atau IPTEK yang seolah mencapai kemajuan yang demikian pesat dari hari-ke hari, ternyata tidak lepas dari kebangkrutan menyerupai yang dikemukakan Lyotard, "Perkembangan IPTEK merupakan sarana untuk memperburuk krisis, bukan untuk menguranginya". Di mana pertumbuhan IPTEK yang demikian luar biasa tersebut ternyata melampaui atau melewati batas maksimal kebutuhan manusia.


Berikut kutipan Lyotard dalam karyanya, Le differend yang menunjukkan nada muram atau duka untuk kondisi kehidupan zaman kita ketika ini, yang mulai demikian nyata di penghujung kurun ke-20: "Kalaupun umat insan sedang maju ke keadaan yang lebih baik, hal itu tidak disebabkan lantaran 'semuanya berjalan dengan lebih baik' melainkan lantaran makhluk-makhluk insani menjadi begitu berbudaya dan telah membuatkan kuping yang begitu biasa dengan ide, sehingga mereka mengalami ketegangan pada kesempatan bertemu dengan fakta-fakta yang sama sekali bertentangan dengan ide-ide itu, sehingga lantaran keterbukaannya untuk fakta-fakta tersebut mereka memberi bukti mengenai kemajuan".

Rasa duka tersebut pertanda pengalaman bersama mengenai diskrepansi tajam antara kenyataan faktual dan keinginan besar. Kesenjangan lebar antara kisah-kisah besar dengan realitas yang nyata sangat dirasakan cukup umur ini mengakibatkan rasa duka yang tersebar agak umum. Mungkin kita mengalami kemajuan juga, namun bukan berarti lebih baik dari periode sebelumnya, tapi lantaran kita demikian menyadari jurang yang semakin lebar atau ketidakcocokan yang luar biasa antara wangsit dengan kenyataan.


Download di Sini


Sumber.

Bertens, K. "Filsafat Barat Kontemporer, Prancis". 2001. Gramedia. Jakarta

Baca Juga
1. Jean-Francois Lyotard. Biografi dan Karya
2. Jean-Francois Lyotard. Diskusi dengan Habermas
3. Jean-Francois Lyotard. Berpikir Bersama Kant

Belum ada Komentar untuk "Lyotard Dan Postmodernisme"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel