Konstruk Teoritis Teori-Teori Sosial
Teori berdasarkan Kerlinger (1973) ialah kumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait mengait, yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas fenomena yang ada, dengan memperlihatkan secara spesifik hubungan-hubungan di antara variabel-variabel yang terkait dalam fenomena, dengan tujuan memperlihatkan eksplanasi dan prediksi atas feomena tersebut. Gibb (1972) memperlihatkan definisi teori sebagai sekumpulan statemen yang mempunyai kaitan logis yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada perihal sifat-sifat atau ciri-ciri suatu kelas, insiden atau suatu benda. Pengertian ringkas dikemukakan Johnson (1986) berupa pembagian elemen-elemen yang membentuk teori mencakup konsep-konsep dan variabel-variabel, sistem klasifikasi, proposisi, persoalan klarifikasi kausal, variabel dependen dan independen, tipe-tipe proposisi, teori sebagai seperangkat proposisi. (Zamroni, “Pengantar Pengembangan Teori Sosial”, Hal 4-8).
Dari definisi di atas sanggup kiranya ditarik sebuah kesimpulan yang umum bahwa teori ialah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang mempunyai korelasi logis di antara ketiga elemen tersebut, di mana korelasi tersebut merupakan cermin dari fenomena yang ada, dan sanggup dipakai sebagai eksplanasi dan prediksi. Berdasarkan definisi tersebut, sanggup dilihat bahwa unsur mendasar dari acara berteori ialah acara dalam mencerminkan realitas dan acara dalam menciptakan prediksi dan eksplanasi, di mana kedua kerangka acara tersebut pada gilirannya sangat tergantung pada penggunaan metodologi tertentu yang dianggap bisa mendekati realitas dan dalam pencapaian kriteria validasi ilmiah.
Wilayah Epistemologis
Geisteswissenscaft dan Naturwissenscaft
Sumber: Francisco Budi Hardiman (2003: 125)
Hardiman menamakan wilayah yang pertama sebagai wilayah ‘naif’, yaitu wilayah yang belum terefleksikan, kemudian wilayah yang kedua sebagai wilayah bagi ilmu pengetahuan alam, dan wilayah yang ketiga sebagai wilayah bagi ilmu pengetahuan sosial. Dua wilayah yang terakhir merupakan hasil dari perefleksian atas wilayah pertama (lebenswelt). Wilayah bagi ilmu pengetahuan sosial tidak hanya bertumpu pada lebenswelt, melainkan juga merupakan lebenswelt sosial. Penafsiran-penafsiran ilmu-ilmu sosial bersumber pada dunia kehidupan sosial, lantaran si peneliti mustahil sanggup berpikir terlepas dari dunia kehidupan sosialnya, ibarat yang biasa dilakukan oleh ilmu pengetahuan alam.
Hal yang serupa diungkapkan Berger dan Kellner (Peter L. Berger* dan Hansfried Kelner,”Sosiologi Ditafsirkan Kembali; Essai Tentang Metode Dan Bidang Kerja”, 1981 hal 51) bahwa teori-teori dari ilmu pengetahuan sosial, tidak diperoleh melalui upaya meletakan objek secara berjarak, dengan perkataan lain teori-teori dari ilmu pengetahuan sosial tidak lahir dalam ruang kosong yang hampa makna, namun lebih merupakan sebuah upaya dari individu dalam memaknai atau menghayati realitas atau kondisi sosial-politis yang ada di sekitarnya.
Dalam melaksanakan pemahaman perihal teori sosial, tinjauan perihal keberadaan subjek penggagas teori menjadi sangat penting adanya. Hal ini di satu sisi melahirkan pendekatan psikologisme (metafisikal), dan sisi lain melahirkan kajian mengenai Strukturalisme Teks dan Konteks (genetik) atau kajian teks dengan memperlihatkan landasan produktif pembicaraan ulang aling antara dunia sosial sebagai konteks si penafsir sebuah karya teoritis dengan dunia sosial subjek penggagas teori. Hal ini secara keseluruhan terdapat dalam klarifikasi pendekatan Hermeneutika Schleiermacher yang bernuansa Psikologisme dan Hermeneutika Produktif dari Hans George Gadamer* (Josep Breicher, “Hermeneutika Kontemporer”, 2003 dan Kees Bertens,”Filsafat barat Kontemporer;Inggris-Jerman”, 2002). Teori perihal teks berdasarkan Strukturalisme Genetik ialah pengandaian perihal sebuah proses komunikatif dari pesan-pesan simbolis yang hendak disampaikan subjek teoritis mengenai dunia yang didiaminya. Halnya pengandaian teori dramaturgi sosial bahwa teks dari sebuah karya teoritis ialah media pelantara antara dunia makna milik privasi subjek teoritis dengan dunia makna yang menjadi milik bersama, dengannya sanggup dimengerti dalam proses pemahaman bersama (Paul Ricour*, “The Interpretation Theori; Filsafat Wacana Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa”, 2003).
Pendekatan Strukturalisme Genetik (Genetika Teori) berasumsi bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara subjek teoritis dengan sistem sosial yang ada yakni, struktur sosial dan budaya yang membentuknya atau yang menelikung out-put karya-karya teoritis tersebut. Kegiatan berteori bagi ilmu sosial ialah acara yang setingkat lebih tinggi dari commonsense (lebenswealt) atau dunia keseharian, namun tetap merupakan lebenswealt itu sendiri. Dengan pengertian lain bahwa disamping mempunyai hukum (konvensi) tersendiri, di sisi lain ia merupakan hasil (out-put) dari interaksi terus menerus antara subjek teoritis dengan lingkungan sosialnya yang ia peroleh melalui pemaknaan dan penghayatan atas realitas sosial yang ada. Dengan demikian, teks dan teori itu sendiri tidaklah otonom, melainkan lebih merupakan bahasa yang sanggup dimengerti bersama (fungsional).
Download di Sini
Sumber.
Ramdani, Dani. 2005. Studi Komparasi antara Teori Karl Marx dan Teori Kritis Mazhab Frankfurt dalam Menganalisa Masyarakat Kapitalis. Skripsi. Universitas Lampung.
Dari definisi di atas sanggup kiranya ditarik sebuah kesimpulan yang umum bahwa teori ialah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang mempunyai korelasi logis di antara ketiga elemen tersebut, di mana korelasi tersebut merupakan cermin dari fenomena yang ada, dan sanggup dipakai sebagai eksplanasi dan prediksi. Berdasarkan definisi tersebut, sanggup dilihat bahwa unsur mendasar dari acara berteori ialah acara dalam mencerminkan realitas dan acara dalam menciptakan prediksi dan eksplanasi, di mana kedua kerangka acara tersebut pada gilirannya sangat tergantung pada penggunaan metodologi tertentu yang dianggap bisa mendekati realitas dan dalam pencapaian kriteria validasi ilmiah.
Wilayah Epistemologis
Geisteswissenscaft dan Naturwissenscaft
Sumber: Francisco Budi Hardiman (2003: 125)
Hardiman menamakan wilayah yang pertama sebagai wilayah ‘naif’, yaitu wilayah yang belum terefleksikan, kemudian wilayah yang kedua sebagai wilayah bagi ilmu pengetahuan alam, dan wilayah yang ketiga sebagai wilayah bagi ilmu pengetahuan sosial. Dua wilayah yang terakhir merupakan hasil dari perefleksian atas wilayah pertama (lebenswelt). Wilayah bagi ilmu pengetahuan sosial tidak hanya bertumpu pada lebenswelt, melainkan juga merupakan lebenswelt sosial. Penafsiran-penafsiran ilmu-ilmu sosial bersumber pada dunia kehidupan sosial, lantaran si peneliti mustahil sanggup berpikir terlepas dari dunia kehidupan sosialnya, ibarat yang biasa dilakukan oleh ilmu pengetahuan alam.
Dalam melaksanakan pemahaman perihal teori sosial, tinjauan perihal keberadaan subjek penggagas teori menjadi sangat penting adanya. Hal ini di satu sisi melahirkan pendekatan psikologisme (metafisikal), dan sisi lain melahirkan kajian mengenai Strukturalisme Teks dan Konteks (genetik) atau kajian teks dengan memperlihatkan landasan produktif pembicaraan ulang aling antara dunia sosial sebagai konteks si penafsir sebuah karya teoritis dengan dunia sosial subjek penggagas teori. Hal ini secara keseluruhan terdapat dalam klarifikasi pendekatan Hermeneutika Schleiermacher yang bernuansa Psikologisme dan Hermeneutika Produktif dari Hans George Gadamer* (Josep Breicher, “Hermeneutika Kontemporer”, 2003 dan Kees Bertens,”Filsafat barat Kontemporer;Inggris-Jerman”, 2002). Teori perihal teks berdasarkan Strukturalisme Genetik ialah pengandaian perihal sebuah proses komunikatif dari pesan-pesan simbolis yang hendak disampaikan subjek teoritis mengenai dunia yang didiaminya. Halnya pengandaian teori dramaturgi sosial bahwa teks dari sebuah karya teoritis ialah media pelantara antara dunia makna milik privasi subjek teoritis dengan dunia makna yang menjadi milik bersama, dengannya sanggup dimengerti dalam proses pemahaman bersama (Paul Ricour*, “The Interpretation Theori; Filsafat Wacana Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa”, 2003).
Pendekatan Strukturalisme Genetik (Genetika Teori) berasumsi bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara subjek teoritis dengan sistem sosial yang ada yakni, struktur sosial dan budaya yang membentuknya atau yang menelikung out-put karya-karya teoritis tersebut. Kegiatan berteori bagi ilmu sosial ialah acara yang setingkat lebih tinggi dari commonsense (lebenswealt) atau dunia keseharian, namun tetap merupakan lebenswealt itu sendiri. Dengan pengertian lain bahwa disamping mempunyai hukum (konvensi) tersendiri, di sisi lain ia merupakan hasil (out-put) dari interaksi terus menerus antara subjek teoritis dengan lingkungan sosialnya yang ia peroleh melalui pemaknaan dan penghayatan atas realitas sosial yang ada. Dengan demikian, teks dan teori itu sendiri tidaklah otonom, melainkan lebih merupakan bahasa yang sanggup dimengerti bersama (fungsional).
Download di Sini
Sumber.
Ramdani, Dani. 2005. Studi Komparasi antara Teori Karl Marx dan Teori Kritis Mazhab Frankfurt dalam Menganalisa Masyarakat Kapitalis. Skripsi. Universitas Lampung.
Belum ada Komentar untuk "Konstruk Teoritis Teori-Teori Sosial"
Posting Komentar