Konsep Sosiologi. Patronase
Istilah patronase dalam istilah ilmu-ilmu sosial lebih banyak dikaitkan dengan birokrasi sehingga dikenal birokrasi patrimonial. Dalam birokrasi patrimonial ini serupa dengan forum perkawulaan, di mana patron ialah gusti atau juragan, dan klien ialah kawula. Hubungan antara gusti dengan kawula tersebut bersifat ikatan pribadi, implisit dianggap mengikat seluruh hidup, seumur hidup, dengan loyalitas primordial sebagai dasar tali perhubungan (Kuntjoro-Jakti, 1980:6). Pendapat tersebut diperkuat oleh Gianfranco Pasquino guru besar dari University of Bologna, “Patronase biasanya didefinisikan sebagai suatu kekuasaan untuk memperlihatkan aneka macam kiprah pada mesin birokrasi di semua tingkatan. Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih khusus, patronase berarti pendistribusian aneka macam sumber daya yang berharga, yaitu pensiun, lisensi, atau kontrak publik menurut kriteria politik. Ada patron yang mempunyai kekuasaan dan ingin mempertahankannya, dan di sisi lain ada klien yang berada pada posisi subordinat, meski tidak berarti tanpa daya sepenuhnya atau kekurangan sumber daya (Pasquito, 2000:736)”.
Kajian ihwal patronase sudah dimulai semenjak Max Weber* menulis buku The Theory of Social and Economic Organization, yaitu ihwal birokrasi patrimonial, di mana jabatan dan sikap dalam keseluruhan hierarki birokrasi lebih didasarkan pada kekerabatan familiar, kekerabatan pribadi, dan kekerabatan “bapak anak-buah” (patron-client). Menurut Weber* ada tiga otoritas tradisional, yakni gerontokrasi, patriarkalisme, dan patrimonial. Jika dalam gerontokrasi otoritas pada orang-orang tua, pada patriarkalisme otoritas pada tangan suatu kekerabatan atau rumah tangga, sedangkan dalam otoritas patrimonial terdapat suatu staf administratif di mana orang-orang mempunyai kekerabatan eksklusif dengan pemimpinnya. Dalam patrimonialisme, pegawai-pegawai pemerintah lahir di dalam manajemen rumah tangga si pemimpin. Para eksekutif pemerintah bergotong-royong merupakan pelayan-pelayan eksklusif dan wakil-wakil si pemimpin.
Menurut Pasquino (2000:737), patronase sering kali menjadikan korupsi. Sumber-sumber publik digunakan sebagai sumber penyuapan. Individu-individu yang berutang karier dan posisi kepada patron mereka akan dipaksa untuk melakukan tindakan-tindakan ilegal. Hak-hak warga negara diletakkan di bawah hak istimewa para klien. Hal itu tentunya berbeda dengan birokrasi di Eropa Barat yang tipe birokrasinya cenderung birokrasi yang rasional.
Download di Sini
Kajian ihwal patronase sudah dimulai semenjak Max Weber* menulis buku The Theory of Social and Economic Organization, yaitu ihwal birokrasi patrimonial, di mana jabatan dan sikap dalam keseluruhan hierarki birokrasi lebih didasarkan pada kekerabatan familiar, kekerabatan pribadi, dan kekerabatan “bapak anak-buah” (patron-client). Menurut Weber* ada tiga otoritas tradisional, yakni gerontokrasi, patriarkalisme, dan patrimonial. Jika dalam gerontokrasi otoritas pada orang-orang tua, pada patriarkalisme otoritas pada tangan suatu kekerabatan atau rumah tangga, sedangkan dalam otoritas patrimonial terdapat suatu staf administratif di mana orang-orang mempunyai kekerabatan eksklusif dengan pemimpinnya. Dalam patrimonialisme, pegawai-pegawai pemerintah lahir di dalam manajemen rumah tangga si pemimpin. Para eksekutif pemerintah bergotong-royong merupakan pelayan-pelayan eksklusif dan wakil-wakil si pemimpin.
Menurut Pasquino (2000:737), patronase sering kali menjadikan korupsi. Sumber-sumber publik digunakan sebagai sumber penyuapan. Individu-individu yang berutang karier dan posisi kepada patron mereka akan dipaksa untuk melakukan tindakan-tindakan ilegal. Hak-hak warga negara diletakkan di bawah hak istimewa para klien. Hal itu tentunya berbeda dengan birokrasi di Eropa Barat yang tipe birokrasinya cenderung birokrasi yang rasional.
Baca Juga
Download di Sini
Belum ada Komentar untuk "Konsep Sosiologi. Patronase"
Posting Komentar