Jean Baudrillard. Teori Sosial Posmodern Ekstrim

Jika Jameson* yaitu salah seorang teoritisi sosial posmodern yang lebih moderat, Jean Baudrillard* yaitu salah seorang di antara kelompok teoretisi sosial posmodern ini yang paling radikal dan menyentak. Tidak menyerupai Jameson, Baudrillard* terlatih sebagai seorang sosiolog (Genosko, 2005; Wernick, 2000), tetapi karya-karyanya telah usang meninggalkan batasan-batasan disiplin itu. Pada kenyataannya, karyanya memang tidak sanggup dimasukkan ke dalam disiplin apa pun dan, terlepas dari itu, Baudrillard* menolak seluruh gagasan ihwal batas-batas disiplin keilmuan.

Dengan mengikuti Kellner (1989d, 2000), kami menunjukkan sebuah tinjauan singkat ihwal lika-liku karya Baudrillard*. Karya awalnya, kita mundur ke masa 1960-an, berorientasi modernis (Baudrillard tidak memakai terminologi posmodernisme sampai periode 1980-an) dan Marxis. Sejumlah karya awalnya melibatkan kritik Marxis terhadap masyarakat konsumer.

Namun, karya-karya itu telah sarat dengan imbas dari linguistik dan semiotika, sehingga Kellner menyatakan bahwa sebaiknya karya-karya awal Baudrillard* itu dipandang sebagai “imbuhan yang sifatnya semiologis pada teori Marxis ihwal ekonomi politik. “Namun, hal itu tidak usang sebelum Baudrillard* mulai mengkritisi pendekatan Marxis (dan juga strukturalisme) dan pada balasannya meninggalkannya.

Dalam The Mirror of Production, Baudrillard* (1973/1975) memandang pendekatan Marxis sebagai pantulan gambaran dari ekonomi politik konservatif. Dengan kata lain, Marx* (dan para Marxis) meyakini pandangan dunia yang sama sebagaimana para pendukung konservatif kapitalisme. Dalam pandangan Baudrillard*, Marx terinfeksi oleh “virus anutan borjuis” (1973/1975:39). Khusunya, pendekatan Marx* sarat dengan aneka macam anutan konservatif, menyerupai “kerja” dan “nilai”. Yang diharapkan yaitu suatu orientasi gres yang lebih radikal.

Baudrillard* mengartikulasikan gagasan ihwal pertukaran simbolis sebagai suatu alternatif—negasi radikal—bagi pertukaran ekonomi (D. Cook, 1994). Pertukaran simbolis melibatkan siklus “mengambil dan mengembalikan, memberi dan menerima” yang tanpa henti, sebuah “siklus dukungan dan jawaban pemberian” (Baudrillard, 1973/1975:83). Di sinilah sebuah gagasan yang tidak terperangkap ke dalam sebuah jebakan yang telah menjebak Marx*; pertukaran simbolis terang berada di luar, dan bertentangan dengan logika kapitalisme. Gagasan pertukaran simbolis menyiratkan sebuah kegiatan politik yang diarahkan pada penciptaan suatu masyarakat yang dicirikan oleh pertukaran semacam itu. Sebuah teladan Baudrillard* bersikap kritis terhadap kelas pekerja dan terkesan lebih bersikap positif terhadap golongan kiri gres atau kaum hippies. Namun, tidak usang kemudian Baudrillard meninggalkan semua tujuan politik.

Sebaliknya, Baudrillard* mengarahkan perhatiannya pada analisis ihwal masyarakat kontemporer, yang dalam pandangannya tidak lagi didominasi oleh produksi, tetapi lebih tepatnya oleh “media, model sibernetik, dan sistem pengendalian, komputer, pemrosesan informasi, dunia hiburan, dan industri pengetahuan, dan sebagainya” (Kellner, 1989d:61). Satu hal yang membias dari semua sistem tersebut yaitu benar-benar sebuah ledakan tanda (D. Harris, 1996). Dapat dikatakan bahwa kita telah beranjak dari sebuah masyarakat yang didominasi oleh mode produksi ke sebuah masyarakat yang didominasi instruksi produksi. Tujuannya telah beralih dari eksploitasi dan laba ke dominasi oleh tanda dan sistem yang menghasilkan kedua hal tersebut. Lebih jauh lagi, kalau dulu tanda merujuk pada sesuatu yang nyata, kini mereka merujuk sedikit lebih pada diri mereka sendiri dan tanda lainnya; tanda telah menjadi merujuk pada dirinya sendiri. Kita tidak lagi sanggup menyampaikan mana yang nyata; pembedaan antara tanda dengan kenyataan telah menjadi lebur. Secara lebih umum, dunia posmodern (karena kini Baudrillard* sedang beroperasi pribadi dalam dunia tersebut) yaitu sebuah dunia yang dicirikan oleh peleburan menyerupai itu yang dibedakan dari ledakan (dari sistem produksi, komoditas, teknologi, dan sebagainya) yang mencirikan masyarakat modern. Dengan demikian, sebagaimana dunia modern pernah mengalami sebuah proses diferensiasi, dunia posmodern sanggup dipandang sedang mengalami proses de-diferensiasi.

Selain itu, Baudrillard*, sebagaimana Jameson*, mendeskripsikan dunia posmodern sebagai dunia yang dicirikan oleh simulasi: kita hidup di “zaman simulasi” (Baudrillard, 1983:4). Proses simulasi mengarah pada penciptaan simulacra atau “reproduksi objek atau peristiwa” (Kellner, 1989d:78). Dengan meleburnya pembedaan antara tanda dengan kenyataan, semakin sulit untuk menyampaikan mana yang konkret dan mana hal-hal yang mensimulasikan yang nyata. Sebagai contoh, Baudrillard* membicarakan ihwal “meleburnya TV ke dalam kehidupan dan meleburnya kehidupan ke dalam TV” (1983:55). Pada akhirnya, yaitu representasi dari yang nyata, simulasi, yang berkuasa. Kita berada dalam kendali semua simulasi itu, yang “membentuk sebuah sistem yang berputar-putar, yang melingkar tanpa awal dan akhir” (Kellner, 1989d:83).

Baudrillard* (1983) mendeskripsikan dunia ini sebagai hiperrealitas. Sebagai contoh, media telah berhenti dari menjadi pantulan realitas, tetapi menjadi realitas itu sendiri, atau bahkan lebih konkret daripada realitas itu sendiri. Tayangan isu tabloid yang terkenal di TV kini (sebagai contoh, Inside Edition) merupakan teladan sempurna (contoh lainnya yaitu “informesial”) alasannya yaitu kebohongan dan distorsi yang mereka jual pada pemirsa terasa lebih dari realitasnya—mereka yaitu hiperrealitas.

Dalam kesemuanya ini, Baudrillard* memusatkan perhatiannya pada budaya, yang dalam pandangannya mengalami sebuah revolusi yang masif dan katastropik. Revolusi itu menimbulkan massa menjadi semakin pasif, bukannya semakin berontak, sebagaimana mereka dulu bagi para Marxis. Dengan demikian, massa dipandang sebagai “’lubang hitam [yang] menyerap semua makna, informasi, komunikasi, pesan, dan seterusnya, sehingga menimbulkan mereka menjadi tidak bermakna... massa berlalu dengan memendam amarah mereka berdasarkan caranya masing-masing, mengabaikan perjuangan untuk memanipulasi mereka” (Kellner, 1989d:85). Ketidakacuhan, perilaku apatis, inersia yaitu istilah sempurna untuk menggambarkan keadaan massa yang dikelilingi oleh media, simulacra, dan hiperrealitas. Massa tidak dipandang pada posisi dimanipulasi oleh media, tetapi media dipaksa untuk memenuhi tuntutan mereka yang terus meningkat akan objek dan tontonan. Dalam satu pengertian, masyarakat sendiri lebur ke dalam lubang hitam, yakni massa. Dengan meringkas teori ini, Kellner menyimpulkan, “Akselerasi inersia, leburnya makna dalam media, meleburnya sosial dalam massa, leburnya massa ke dalam lubang hitam nihilisme dan tanpa makna; demikianlah pandangan posmodern Baudrillardian” (Kellner, 1989d:118).

Seluar biasa analisis itu tampaknya, Baudrillard* bahkan lebih ganjil, mencengangkan, tidak sopan, sembarangan, dan cengengesan, atau Kellner mengatakan, “carnivalesque”, dalam Symbolic Exchange and Death (1976/1993). Baudrillard* memandang masyarakat kontemporer sebagai sebuah budaya kematian, dengan ajal sebagai “paradigma dari semua sanksi sosial dan diskriminasi” (Kellner, 1989d:104). Penekanan pada ajal juga mencerminkan oposisi biner antara kehidupan dan kematian. Sebaliknya, masyarakat yang dicirikan oleh pertukaran simbolis mengakhiri oposisi biner antara kehidupan dan ajal (dan, dalam prosesnya, berlaku juga terhadap eksklusi dan diskriminasi yang mendampingi budaya kematian). Adalah kegelisahan ihwal ajal dan eksklusi yang menimbulkan orang untuk menceburkan diri mereka lebih dalam lagi ke dalam budaya kontemporer.


Memercayai pertukaran simbolis sebagai alternatif yang lebih disukai masyarakat kontemporer mulai tampak terlalu primitif bagi Baudrillard (1979/1990). Ia mulai memandang godaan sebagai alternatif yang lebih dipilih, barangkali alasannya yaitu hal terakhir ini lebih padu dengan mulai tumbuhnya pemahaman posmodernismenya. Godaan “melibatkan daya tarik aneka macam hal yang tidak lebih dari permainan dan bermacam ritual yang superfisial” (Kellner, 1989d:149). Baudrillard* memuji-muji kekuatan dan nilai godaan, dengan ketidakbermaknaan, keremehannya, keadaan yang tanpa kedalaman, “bualannya”, dan irasionalitasnya, atas sebuah dunia yang dicirikan oleh produksi.

Pada akhirnya, Baudrillard* menunjukkan sebuah teori yang fatal. Jadi, dalam salah satu karyanya yang selanjutnya, America, Baudrillard menyampaikan bahwa dalam kunjungannya ke negeri tersebut, ia “berusaha mencari bentuk selesai dari tragedi masa depan” (1986/1989:5). Tidak ada lagi keinginan revolusi sebagaimana ditemukan dalam karya Marx*. Tidak pula ada kemungkinan untuk mereformasi masyarakat sebagaimana diharapkan Durkheim*. Sebaliknya, kita sepertinya telah ditakdirkan untuk hidup dalam dunia simulasi, hiperrealitas, dan leburnya segala sesuatu ke dalam lubang hitam yang tidak akan sanggup dipahami. Meski sejumlah alternatif yang kurang jelas sanggup ditemukan dalam karya Baudrillard*, ia secara umum terkesan menghindar dari memuji kebaikan yang terkandung dalam semua alternatif tersebut atau dari menyatakan sebuah kegiatan politik guna mewujudkan semua alternatif tersebut.


Download di Sini


Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Jean Baudrillard. Biografi
2. Jean Baudrillard. Sekilas Pemikiran
3. Teori-Teori Konsumsi
4. Strukturalisme dan Post-Strukturalisme
5. Posisi Iklan dalam Dinamika Kapitalisme
6. Teori-Teori Modernitas dan Posmodernitas
7. Pengertian Postmodernisme
8. A Mirros On The Wall: Simulasi dan Simularkum

Belum ada Komentar untuk "Jean Baudrillard. Teori Sosial Posmodern Ekstrim"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel