Ibn Khaldun. Dampak Ketersediaan Makanan Terhadap Badan Dan Abjad Manusia
PEMBICARAAN PENDAHULUAN YANG KELIMA
Perbedaan-perbedaan yang menyangkut limpah ruah dan kurangnya kuliner di banyak sekali kawasan yang didiami manusia, serta imbas yang ditimbulkannya terhadap tubuh dan karakter manusia.
Ketahuilah bahwa daerah-daerah yang sama sederhana udaranya tidak semuanya sama suburnya, dan tidak pula semua penduduknya menikmati tingkatan hidup yang tinggi. Di beberapa daerah, suburnya tanah, baiknya tumbuh-tumbuhan dan banyaknya penduduk memperlihatkan jaminan pada banyaknya padi, bahanbahan kuliner yang baik (adam, Ar), gandum dan buah-buahan. Di antaranya ada pula daerah-daerah yang panas sehingga tumbuh-tumbuhan, bahkan rumput, tidak bisa tumbuh. Situasi ini mengakibatkan penduduknya harus menempuh hidup yang berat. Keadaan ini aktual sekali di alami penduduk Hijaz dan Yaman, juga orang-orang berkerudung dari Sanhajah yang hidup di gurun sahara akrab Magribi, di antara kaum Barbar dan Negro. Semua orang ini tidak mempunyai padi dan kuliner yang baik. Makanan mereka semata-mata daging dan susu.
Orang-orang Badui pengembara juga termasuk dalam golongan ini, alasannya yakni sekali pun mereka bisa mendapat padi dan kuliner yang baik dari kawasan dataran tinggi, tetapi dapatnya itu hanya kadang kala saja dan selalu menghadapi tantangan dari penduduk yang menetap. Karena itu, mereka tidak cukup memperoleh kuliner untuk meneruskan hidup mereka, apalagi untuk sanggup menikmati kemewahan, dan harus bergantung kepada susu lantaran gandum tidak ada.
Namun perlu diingat, meskipun penduduk padang pasir ini tidak mempunyai padi dan kuliner yang baik, pikiran mereka lebih terang dan tubuh mereka lebih tegap dibandingkan dengan orangorang yang menetap, dan yang menikmati hidup lebih enak. Kulit mereka lebih bening, tubuh mereka lebih bersih, bentuk tubuh mereka lebih seimbang dan bagus, abjad mereka lebih sederhana, otak mereka lebih tajam dan lebih sanggup mencari pengetahuan gres dibandingkan dengan bangsa-bangsa penetap.
lni dibuktikan oleh pengalaman sepanjang zaman. Banyak orang Arab dan Barbar yang sifat-sifat mereka menguatkan pensifatan kita ini, dan banyak dari orang-orang yang selalu berkerudung (dari suku Sanhajah) dan penduduk dataran tinggi yang berdasarkan informasi keadaan mereka yakni persis menyerupai yang telah kita bentangkan. Sebabnya rupanya (dan Allah jua lah yang bersama-sama lebih mengetahui) ialah bahwa kuliner yang berlebih-lebihan dan pencampuradukan kuliner yang terlalu banyak, kuliner yang rusak dan lembap yang tidak sanggup dicernakan dengan baik di dalam perut dan meninggalkan endapan-endapan yang berbahaya yang mengakibatkan gemuk, menutupi kulit dan mengubah bentuk badan. Uap yang jelek yang ditimbulkan kuliner itu kemudian naik ke otak dan menutupi proses ajaran yang mengakibatkan kedunguan, masa bodoh, dan kurang sabar.
Proses ini dengan sempurna digambarkan oleh dunia binatang yang hidup di lembah ngarai dan padang pasir. Bandingkanlah rusa, burung unta, kijang, jerapah, keledai, dan kerbau hutan, dengan binatang-binatang imbangannya yang hidup di desa-desa yang di diami oleh orang dan dengan padang rumput yang luas. Golongan hewan pertama mempunyai bulu yang lebih hidup dan mengkilat, kaki yang lebih seimbang, dan panca indera yang lebih tajam. Rusa yakni saudara kambing, jerapah saudara unta, keledai dan kerbau-hutan saudara keledai dan kerbau yang sudah dijinakkan . Perbedaan antara kedua macam binatang itu besar, dan perbedaan itu timbul dari kenyataan bahwa desa-desa mengakibatkan endapan endapan dan campuran-campuran kuliner yang tidak sehat dalam tubuh binatang-binatang yang dijinakkan, sedangkan lapar bisa memperbaiki tubuh dan otak binatang-binatang liar.
Hal yang demikian itu juga berlaku pada manusia. Secara umum, penduduk negeri -negeri yang subur tanahnya, tempat banyak buah-buahan, sayur-sayuran, kuliner yang baik dan hewan ternak, bernafsu tubuhnya dan tumpul pikirannya. Bandingkanlah, umpamanya, orang Barbar yang menikmati gandum dan kuliner yang baik-baik dengan mereka yang hanya sanggup makan "beras belanda" atau jawawut, sebagaimana orang-orang Mashamadah Barbar dan penduduk Ghimarah dan Sus bagaimana golongan kedua ini lebih terang pikirannya dan lebih tegap tubuhnya! Bandingkan pulalah orang-orang Magribi yang hidup dari kuliner yang baik-baik dan gandum dengan orang-orang Spanyol yang negerinya tidak menghasilkan mentega dan yang sebagian besar dari mereka hidup hanya dari jawawut saja, yang sanggup disaksikan ketajaman otaknya, kesanggupannya berguru dan kebagusan tubuhnya yang sukar ditandingi itu. Bandingkan pula dengan orangorang yang tinggal di pinggiran kota Spanyol dengan orang-orang kota. Meskipun orang-orang kota banyak makan kuliner yang baik-baik dan hidup mewah, namun kuliner mereka dimasak dan dibumbui. Sebagian besar kuliner mereka terdiri dari daging kambing dan ayam. Mereka tidak mencampur kuliner yang baikbaik dengan mentega lantaran rusaknya, sehingga kuliner mereka berkurang kelembabannya dan sedikitlah endapan-endapan berbahaya di dalam tubuh mereka. Oleh lantaran itu, tubuh orangorang kota lebih halus dibandingkan dengan tubuh orang-orang Baduwi yang bernafsu hidupnya. Demikian pulalah orang-orang Badui yang biasa hidup lapar, dalam tubuh mereka tidak terdapat endapan-endapan, baik yang keras maupun yang lembut.
Dan ketahuilah bahwa imbas kawasan yang subur terhadap tubuh dan segala aspeknya, nampak pula dalam dilema agama dan ibadah. Orang-orang badui yang hidup sederhana, dan orang orang kota yang hidup berlapar-lapar serta meninggalkan kuliner yang mewah-mewah, mereka lebih baik dalam beragama dan dalam beribadah dibandingkan dengan orang-orang yang hidup glamor dan berlebih-lebihan. Dan bahkan kita dapatkan bahwa orangorang beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota, lantaran kota telah dipenuhi oleh kekerasan dan masa ndeso yang erat hubungannya dengan berlebihan dalam makan daging, kuliner yang baik-baik, dan gandum. Oleh lantaran itu , sebagian besar orang yang hidup di padang pasir, yang sederhana makanannya, terdiri dari orang-orang yang zuhud.
Demikian pula kita dapatkan bahwa orang-orang, baik yang tinggal di padang pasir maupun di kota, yang hidup berlebihan dan makan kuliner yang mewah-mewah, cepat mati daripada lainnya apabila mereka ditimpa kelaparan. Hal ini terjadi, misalnya, pada orang-orang Barbar Magribi dan penduduk kota Fez serta Mesir, berdasarkan kabar yang kita terima. Mereka tidak menyerupai orang-orang Arab yang tinggal di tempat-tempat yang sepi dan di padang pasir, tidak menyerupai orang-orang yang tinggal di daerah yang ditumbuhi oleh pohon kurma, tempat kuliner mereka yang utama yakni kurma, tidak menyerupai penduduk lfriqiyah masa sekarang yang kuliner utamanya jawawut dan minyak zaitun. Tidak pula menyerupai orang orang Spanyol yang makanan utamanya "beras belanda" dan minyak zaitun. Jika mereka ditimpa kekeringan dan kelaparan, mereka tidak menderita sebagaimana diderita oleh orang-orang yang tersebut di atas dan mereka tidak banyak mati lantaran kelaparan, bahkan sanggup dikatakan jarang .
Sebab rupanya (dan Allah jualah yang bersama-sama lebih mengetahui) ialah bahwa orang-orang yang biasa makan kuliner yang baik-baik dan mentega, khususnya, perut mereka memperoleh banyak kelembaban melebihi batas maksimalnya. Jika perut mendapat perlakuan yang tidak biasa dengan bertambah sedikitnya kuliner yang masuk, tidak adanya makanan yang baik-baik dan memperoleh kuliner bernafsu yang tidak baik untuk dimakan, maka perut, yang merupakan anggota tubuh yang paling lembut dan bersamaan dengan itu merupakan alat yang vital, cepat kering dan mengerut. Dengan begitu, penyakit datang dengan cepatnya, dan orang itu pun mati seketika, alasannya yakni hal itu merupakan penyakit yang mematikan. Dengan demikian, orang-orang yang mati dalam kelaparan, tidak lain mati karena kekenyangan yang melebihi batas sebagaimana diterangkan di atas, dan bukan karena kelaparan yang terjadi.
Sedangkan orang-orang yang biasa makan sedikit kuliner yang baik-baik dan mentega, kelembaban asli (basic moisture. Ing) dari perut mereka yang cocok untuk semua kuliner alami, tetap berada dalam ukurannya yang niscaya tidak tambah berkembang. Dengan adanya perubahan makanan, perut mereka tidak kering dan tidak mengkerut. Biasanya, mereka selamat dari kematian yang menimpa orang lain, yang biasa makan berlebihan dan banyak makan kuliner yang baik -baik.
Pada dasarnya, dipergunakan atau tidak tergantung pada kebiasaan. Barang siapa membiasakan diri makan satu bentuk kuliner dan cocok, maka ia harus makan sesuai dengan kecocokannya. Makanan kecocokannya itu sudah tidak bisa diubah-ubah lagi, dan apabila kebiasaan itu sengaja dilanggar, berani ia masuk ke lubang penyakit. Namun di sini keluar dari maksud kuliner yang Jelas-jelas merupakan penyakit, menyerupai racun dan al kali, dan kuliner yang sama sekali membahayakan. Namun kuliner yang sanggup dimakan dan cocok, maka ia pun jadi kuliner yang cocok karena kebiasaan. Jika ada orang yang membiasakan diri minum susu dan makan sayur-sayuran sebagai ganti gandum, maka susu dan sayuran itu menjadi makanan habitat baginya . Maka tidak gila jikalau dia tidak butuh lagi pada gandum dan kuliner yang berasal dari buah-buahan lain. Demikian pulalah orang yang biasa sabar berlapar diri dan tidak butuh makanan, sebagaimana diberitakan wacana orang-orang yang bahagia melaksanakan riyadlah. Kita banyak mendengar informasi gila rentang mereka, yang hampir mencengangkan dan bahkan menciptakan orang yang belum pernah mendengarkannya menolak kebenaran informasi tersebut.
Sebab dari hal tersebut yakni kebiasaan. Apabila jiwa sudah tertarik oleh suatu hal, maka ia pun menjadi serpihan dari jiwa dan menjadi tabiatnya, alasannya yakni jiwa itu selalu berubah-ubah warna. Apabila secara pelan-pelan dan melalui riyadlah jiwa terbiasa berlapar lapar, maka lapar itu, akhirnya, menjadi kebiasaan yang alami. Asumsi para dokter, yang menyampaikan bahwa lapar itu berbahaya dan mengakibatkan kematian tidak benar, kecuali apabila seseorang jatuh lapar dan dia tidak makan sama sekali. Kalau secara tiba-tiba perut terpencilkan , maka ia pun dihinggapi penyakit yang sanggup mengakibatkan kematian. Namun apabila lapar itu dilakukan secara pelan-pelan dan sebagai riyadhah dengan cara sedikit demi sedikit mengurangi kadar makanan, sebagaimana dilakukan oleh ahli-ahli sufi, niscaya dia akan terhindar dari kematian .
Sikap perlahan-lahan sangat dibutuhkan, apalagi dalam melaksanakan riyadhah ini. Jika seseorang seketika kembali lagi ke kadar makanannya yang semula, mungkin dia akan mengalami kematian. Oleh lantaran itu, dia harus menuntaskan riyadhah persis menyerupai dia berangkat mulai, yaitu secara berangsur-angsur.
Kita sendiri sering melihat orang yang bersabar diri berlapar lapar terus menerus selama empat puluh hari, dan bahkan lebih. Syeikh kita pernah tiba ke majlis Sultan Abu al-Hasan, yang kebetulan saat itu dua orang perempuan dari Algesira dan Ronda tiba menghadap beliau. Kedua orang itu, selama bertahun-tahun tidak makan sama sekali. Mereka sudah dikenal di mana-mana . Mereka telah diuji, dan benar adanya. Keadaan itu terus mereka pertahankan hingga mereka meninggal dunia. Dan kita sendiri banyak melihat sahabat-sahabat kita yang cuma minum air susu eksklusif dari tetek kambing, siang atau pagi hari. ltulah yang menjadi makanannya selama lima belas tahun. Selain mereka banyak lagi lain-lainnya, dan hal itu sudah dipercaya kebenarannya.
Ketahuilah, bahwa lapar itu lebih menyehatkan tubuh daripada berlebihan makan. ltu bagi orang yang bisa melakukannya, atau paling tidak mengurangi kadar kuliner . Dan menyerupai telah kami katakan, lapar sangat mempengaruhi tubuh, kejernihan dan ketajaman akal. Bandingkanlah dengan pengaruh-pengaruh kuliner terhadap tubuh. Orang-orang yang makan daging hewan bertubuh halus dan besar, menciptakan keturunannya menyerupai itu pula. Membanding-bandingkan antara orang-orang yang hidup di tengah padang pasir dengan orang-orang yang hidup di kota akan memperlihatkan kebenaran pernyataan ini. Demikian pula orangorang yang makan susu dan daging unta. Nampak imbas sabar, tekun dalam berusaha, dan kuat menghadapi hal-hal yang berat, yang merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh unta. Perut mereka pun akan menyerupai perut unta, sehat dan tegar. Maka mereka pun minum katartik-katartik (alkaloid) yang kuat yang cocok untuk membersihkan perut mereka, menyerupai labu pahit yang belum dimasak, buah diryos dan gorboyun. Namun, perut mereka tidak mencicipi sakit sedikit pun makan buah-buahan tersebut, yang apabila dimakan oleh orang-orang kota yang perutnya tipis oleh lantaran biasa makan yang lembut-lembut, sekejap mata mereka akan tewas, alasannya yakni makanan-makanan tersebut mengandung racun.
Di antara bukti lain yang menyatakan bahwa kuliner itu kuat terhadap tubuh ialah sebagaimana disebutkan oleh para sarjana pertanian dan disaksikan oleh orang-orang yang biasa mengadakan uji-coba (eksperimen), yaitu bahwa apabila telur ayam yang diberi makan biji-bijian yang dimasak dalam kotoran unta diambil, dan dieramkan, maka anak ayam yang lahir akan lebih besar dari yang kita bayangkan. Dan kadang kala ada yang tidak lagi memberi makan dengan biji-bijian tersebut, tapi cukup memoleskan kotoran unta tersebut kepada telur yang akan dieramkan, maka anak ayam yang menetas juga lebih besar. Banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Jika kita telah menyaksikan bahwa kuliner itu kuat terhadap tubuh, maka tidak ayal lagi lapar juga kuat terhadap tubuh, alasannya yakni dua hal yang bertentangan menimbulkan model yang sama. Lapar memberi imbas terhadap tubuh di dalam menjaganya dari kuliner yang merusak serta kuliner lembab yang bermacam-macam, yang merusak tubuh dan akal, demikian pula makanan yang mempengaruhi eksistensi orisinil tubuh.
Allah mengetahui segalanya.
Download di Sini
Sumber.
Khaldun, Ibn. 1986. Muqaddimah. Pustaka Pirdaus. Jakarta
Perbedaan-perbedaan yang menyangkut limpah ruah dan kurangnya kuliner di banyak sekali kawasan yang didiami manusia, serta imbas yang ditimbulkannya terhadap tubuh dan karakter manusia.
Ketahuilah bahwa daerah-daerah yang sama sederhana udaranya tidak semuanya sama suburnya, dan tidak pula semua penduduknya menikmati tingkatan hidup yang tinggi. Di beberapa daerah, suburnya tanah, baiknya tumbuh-tumbuhan dan banyaknya penduduk memperlihatkan jaminan pada banyaknya padi, bahanbahan kuliner yang baik (adam, Ar), gandum dan buah-buahan. Di antaranya ada pula daerah-daerah yang panas sehingga tumbuh-tumbuhan, bahkan rumput, tidak bisa tumbuh. Situasi ini mengakibatkan penduduknya harus menempuh hidup yang berat. Keadaan ini aktual sekali di alami penduduk Hijaz dan Yaman, juga orang-orang berkerudung dari Sanhajah yang hidup di gurun sahara akrab Magribi, di antara kaum Barbar dan Negro. Semua orang ini tidak mempunyai padi dan kuliner yang baik. Makanan mereka semata-mata daging dan susu.
Orang-orang Badui pengembara juga termasuk dalam golongan ini, alasannya yakni sekali pun mereka bisa mendapat padi dan kuliner yang baik dari kawasan dataran tinggi, tetapi dapatnya itu hanya kadang kala saja dan selalu menghadapi tantangan dari penduduk yang menetap. Karena itu, mereka tidak cukup memperoleh kuliner untuk meneruskan hidup mereka, apalagi untuk sanggup menikmati kemewahan, dan harus bergantung kepada susu lantaran gandum tidak ada.
Namun perlu diingat, meskipun penduduk padang pasir ini tidak mempunyai padi dan kuliner yang baik, pikiran mereka lebih terang dan tubuh mereka lebih tegap dibandingkan dengan orangorang yang menetap, dan yang menikmati hidup lebih enak. Kulit mereka lebih bening, tubuh mereka lebih bersih, bentuk tubuh mereka lebih seimbang dan bagus, abjad mereka lebih sederhana, otak mereka lebih tajam dan lebih sanggup mencari pengetahuan gres dibandingkan dengan bangsa-bangsa penetap.
lni dibuktikan oleh pengalaman sepanjang zaman. Banyak orang Arab dan Barbar yang sifat-sifat mereka menguatkan pensifatan kita ini, dan banyak dari orang-orang yang selalu berkerudung (dari suku Sanhajah) dan penduduk dataran tinggi yang berdasarkan informasi keadaan mereka yakni persis menyerupai yang telah kita bentangkan. Sebabnya rupanya (dan Allah jua lah yang bersama-sama lebih mengetahui) ialah bahwa kuliner yang berlebih-lebihan dan pencampuradukan kuliner yang terlalu banyak, kuliner yang rusak dan lembap yang tidak sanggup dicernakan dengan baik di dalam perut dan meninggalkan endapan-endapan yang berbahaya yang mengakibatkan gemuk, menutupi kulit dan mengubah bentuk badan. Uap yang jelek yang ditimbulkan kuliner itu kemudian naik ke otak dan menutupi proses ajaran yang mengakibatkan kedunguan, masa bodoh, dan kurang sabar.
Proses ini dengan sempurna digambarkan oleh dunia binatang yang hidup di lembah ngarai dan padang pasir. Bandingkanlah rusa, burung unta, kijang, jerapah, keledai, dan kerbau hutan, dengan binatang-binatang imbangannya yang hidup di desa-desa yang di diami oleh orang dan dengan padang rumput yang luas. Golongan hewan pertama mempunyai bulu yang lebih hidup dan mengkilat, kaki yang lebih seimbang, dan panca indera yang lebih tajam. Rusa yakni saudara kambing, jerapah saudara unta, keledai dan kerbau-hutan saudara keledai dan kerbau yang sudah dijinakkan . Perbedaan antara kedua macam binatang itu besar, dan perbedaan itu timbul dari kenyataan bahwa desa-desa mengakibatkan endapan endapan dan campuran-campuran kuliner yang tidak sehat dalam tubuh binatang-binatang yang dijinakkan, sedangkan lapar bisa memperbaiki tubuh dan otak binatang-binatang liar.
Hal yang demikian itu juga berlaku pada manusia. Secara umum, penduduk negeri -negeri yang subur tanahnya, tempat banyak buah-buahan, sayur-sayuran, kuliner yang baik dan hewan ternak, bernafsu tubuhnya dan tumpul pikirannya. Bandingkanlah, umpamanya, orang Barbar yang menikmati gandum dan kuliner yang baik-baik dengan mereka yang hanya sanggup makan "beras belanda" atau jawawut, sebagaimana orang-orang Mashamadah Barbar dan penduduk Ghimarah dan Sus bagaimana golongan kedua ini lebih terang pikirannya dan lebih tegap tubuhnya! Bandingkan pulalah orang-orang Magribi yang hidup dari kuliner yang baik-baik dan gandum dengan orang-orang Spanyol yang negerinya tidak menghasilkan mentega dan yang sebagian besar dari mereka hidup hanya dari jawawut saja, yang sanggup disaksikan ketajaman otaknya, kesanggupannya berguru dan kebagusan tubuhnya yang sukar ditandingi itu. Bandingkan pula dengan orangorang yang tinggal di pinggiran kota Spanyol dengan orang-orang kota. Meskipun orang-orang kota banyak makan kuliner yang baik-baik dan hidup mewah, namun kuliner mereka dimasak dan dibumbui. Sebagian besar kuliner mereka terdiri dari daging kambing dan ayam. Mereka tidak mencampur kuliner yang baikbaik dengan mentega lantaran rusaknya, sehingga kuliner mereka berkurang kelembabannya dan sedikitlah endapan-endapan berbahaya di dalam tubuh mereka. Oleh lantaran itu, tubuh orangorang kota lebih halus dibandingkan dengan tubuh orang-orang Baduwi yang bernafsu hidupnya. Demikian pulalah orang-orang Badui yang biasa hidup lapar, dalam tubuh mereka tidak terdapat endapan-endapan, baik yang keras maupun yang lembut.
Dan ketahuilah bahwa imbas kawasan yang subur terhadap tubuh dan segala aspeknya, nampak pula dalam dilema agama dan ibadah. Orang-orang badui yang hidup sederhana, dan orang orang kota yang hidup berlapar-lapar serta meninggalkan kuliner yang mewah-mewah, mereka lebih baik dalam beragama dan dalam beribadah dibandingkan dengan orang-orang yang hidup glamor dan berlebih-lebihan. Dan bahkan kita dapatkan bahwa orangorang beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota, lantaran kota telah dipenuhi oleh kekerasan dan masa ndeso yang erat hubungannya dengan berlebihan dalam makan daging, kuliner yang baik-baik, dan gandum. Oleh lantaran itu , sebagian besar orang yang hidup di padang pasir, yang sederhana makanannya, terdiri dari orang-orang yang zuhud.
Demikian pula kita dapatkan bahwa orang-orang, baik yang tinggal di padang pasir maupun di kota, yang hidup berlebihan dan makan kuliner yang mewah-mewah, cepat mati daripada lainnya apabila mereka ditimpa kelaparan. Hal ini terjadi, misalnya, pada orang-orang Barbar Magribi dan penduduk kota Fez serta Mesir, berdasarkan kabar yang kita terima. Mereka tidak menyerupai orang-orang Arab yang tinggal di tempat-tempat yang sepi dan di padang pasir, tidak menyerupai orang-orang yang tinggal di daerah yang ditumbuhi oleh pohon kurma, tempat kuliner mereka yang utama yakni kurma, tidak menyerupai penduduk lfriqiyah masa sekarang yang kuliner utamanya jawawut dan minyak zaitun. Tidak pula menyerupai orang orang Spanyol yang makanan utamanya "beras belanda" dan minyak zaitun. Jika mereka ditimpa kekeringan dan kelaparan, mereka tidak menderita sebagaimana diderita oleh orang-orang yang tersebut di atas dan mereka tidak banyak mati lantaran kelaparan, bahkan sanggup dikatakan jarang .
Sebab rupanya (dan Allah jualah yang bersama-sama lebih mengetahui) ialah bahwa orang-orang yang biasa makan kuliner yang baik-baik dan mentega, khususnya, perut mereka memperoleh banyak kelembaban melebihi batas maksimalnya. Jika perut mendapat perlakuan yang tidak biasa dengan bertambah sedikitnya kuliner yang masuk, tidak adanya makanan yang baik-baik dan memperoleh kuliner bernafsu yang tidak baik untuk dimakan, maka perut, yang merupakan anggota tubuh yang paling lembut dan bersamaan dengan itu merupakan alat yang vital, cepat kering dan mengerut. Dengan begitu, penyakit datang dengan cepatnya, dan orang itu pun mati seketika, alasannya yakni hal itu merupakan penyakit yang mematikan. Dengan demikian, orang-orang yang mati dalam kelaparan, tidak lain mati karena kekenyangan yang melebihi batas sebagaimana diterangkan di atas, dan bukan karena kelaparan yang terjadi.
Sedangkan orang-orang yang biasa makan sedikit kuliner yang baik-baik dan mentega, kelembaban asli (basic moisture. Ing) dari perut mereka yang cocok untuk semua kuliner alami, tetap berada dalam ukurannya yang niscaya tidak tambah berkembang. Dengan adanya perubahan makanan, perut mereka tidak kering dan tidak mengkerut. Biasanya, mereka selamat dari kematian yang menimpa orang lain, yang biasa makan berlebihan dan banyak makan kuliner yang baik -baik.
Pada dasarnya, dipergunakan atau tidak tergantung pada kebiasaan. Barang siapa membiasakan diri makan satu bentuk kuliner dan cocok, maka ia harus makan sesuai dengan kecocokannya. Makanan kecocokannya itu sudah tidak bisa diubah-ubah lagi, dan apabila kebiasaan itu sengaja dilanggar, berani ia masuk ke lubang penyakit. Namun di sini keluar dari maksud kuliner yang Jelas-jelas merupakan penyakit, menyerupai racun dan al kali, dan kuliner yang sama sekali membahayakan. Namun kuliner yang sanggup dimakan dan cocok, maka ia pun jadi kuliner yang cocok karena kebiasaan. Jika ada orang yang membiasakan diri minum susu dan makan sayur-sayuran sebagai ganti gandum, maka susu dan sayuran itu menjadi makanan habitat baginya . Maka tidak gila jikalau dia tidak butuh lagi pada gandum dan kuliner yang berasal dari buah-buahan lain. Demikian pulalah orang yang biasa sabar berlapar diri dan tidak butuh makanan, sebagaimana diberitakan wacana orang-orang yang bahagia melaksanakan riyadlah. Kita banyak mendengar informasi gila rentang mereka, yang hampir mencengangkan dan bahkan menciptakan orang yang belum pernah mendengarkannya menolak kebenaran informasi tersebut.
Sebab dari hal tersebut yakni kebiasaan. Apabila jiwa sudah tertarik oleh suatu hal, maka ia pun menjadi serpihan dari jiwa dan menjadi tabiatnya, alasannya yakni jiwa itu selalu berubah-ubah warna. Apabila secara pelan-pelan dan melalui riyadlah jiwa terbiasa berlapar lapar, maka lapar itu, akhirnya, menjadi kebiasaan yang alami. Asumsi para dokter, yang menyampaikan bahwa lapar itu berbahaya dan mengakibatkan kematian tidak benar, kecuali apabila seseorang jatuh lapar dan dia tidak makan sama sekali. Kalau secara tiba-tiba perut terpencilkan , maka ia pun dihinggapi penyakit yang sanggup mengakibatkan kematian. Namun apabila lapar itu dilakukan secara pelan-pelan dan sebagai riyadhah dengan cara sedikit demi sedikit mengurangi kadar makanan, sebagaimana dilakukan oleh ahli-ahli sufi, niscaya dia akan terhindar dari kematian .
Sikap perlahan-lahan sangat dibutuhkan, apalagi dalam melaksanakan riyadhah ini. Jika seseorang seketika kembali lagi ke kadar makanannya yang semula, mungkin dia akan mengalami kematian. Oleh lantaran itu, dia harus menuntaskan riyadhah persis menyerupai dia berangkat mulai, yaitu secara berangsur-angsur.
Kita sendiri sering melihat orang yang bersabar diri berlapar lapar terus menerus selama empat puluh hari, dan bahkan lebih. Syeikh kita pernah tiba ke majlis Sultan Abu al-Hasan, yang kebetulan saat itu dua orang perempuan dari Algesira dan Ronda tiba menghadap beliau. Kedua orang itu, selama bertahun-tahun tidak makan sama sekali. Mereka sudah dikenal di mana-mana . Mereka telah diuji, dan benar adanya. Keadaan itu terus mereka pertahankan hingga mereka meninggal dunia. Dan kita sendiri banyak melihat sahabat-sahabat kita yang cuma minum air susu eksklusif dari tetek kambing, siang atau pagi hari. ltulah yang menjadi makanannya selama lima belas tahun. Selain mereka banyak lagi lain-lainnya, dan hal itu sudah dipercaya kebenarannya.
Ketahuilah, bahwa lapar itu lebih menyehatkan tubuh daripada berlebihan makan. ltu bagi orang yang bisa melakukannya, atau paling tidak mengurangi kadar kuliner . Dan menyerupai telah kami katakan, lapar sangat mempengaruhi tubuh, kejernihan dan ketajaman akal. Bandingkanlah dengan pengaruh-pengaruh kuliner terhadap tubuh. Orang-orang yang makan daging hewan bertubuh halus dan besar, menciptakan keturunannya menyerupai itu pula. Membanding-bandingkan antara orang-orang yang hidup di tengah padang pasir dengan orang-orang yang hidup di kota akan memperlihatkan kebenaran pernyataan ini. Demikian pula orangorang yang makan susu dan daging unta. Nampak imbas sabar, tekun dalam berusaha, dan kuat menghadapi hal-hal yang berat, yang merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh unta. Perut mereka pun akan menyerupai perut unta, sehat dan tegar. Maka mereka pun minum katartik-katartik (alkaloid) yang kuat yang cocok untuk membersihkan perut mereka, menyerupai labu pahit yang belum dimasak, buah diryos dan gorboyun. Namun, perut mereka tidak mencicipi sakit sedikit pun makan buah-buahan tersebut, yang apabila dimakan oleh orang-orang kota yang perutnya tipis oleh lantaran biasa makan yang lembut-lembut, sekejap mata mereka akan tewas, alasannya yakni makanan-makanan tersebut mengandung racun.
Di antara bukti lain yang menyatakan bahwa kuliner itu kuat terhadap tubuh ialah sebagaimana disebutkan oleh para sarjana pertanian dan disaksikan oleh orang-orang yang biasa mengadakan uji-coba (eksperimen), yaitu bahwa apabila telur ayam yang diberi makan biji-bijian yang dimasak dalam kotoran unta diambil, dan dieramkan, maka anak ayam yang lahir akan lebih besar dari yang kita bayangkan. Dan kadang kala ada yang tidak lagi memberi makan dengan biji-bijian tersebut, tapi cukup memoleskan kotoran unta tersebut kepada telur yang akan dieramkan, maka anak ayam yang menetas juga lebih besar. Banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Jika kita telah menyaksikan bahwa kuliner itu kuat terhadap tubuh, maka tidak ayal lagi lapar juga kuat terhadap tubuh, alasannya yakni dua hal yang bertentangan menimbulkan model yang sama. Lapar memberi imbas terhadap tubuh di dalam menjaganya dari kuliner yang merusak serta kuliner lembab yang bermacam-macam, yang merusak tubuh dan akal, demikian pula makanan yang mempengaruhi eksistensi orisinil tubuh.
Allah mengetahui segalanya.
Download di Sini
Sumber.
Khaldun, Ibn. 1986. Muqaddimah. Pustaka Pirdaus. Jakarta
Belum ada Komentar untuk "Ibn Khaldun. Dampak Ketersediaan Makanan Terhadap Badan Dan Abjad Manusia"
Posting Komentar