Herakleitos. Ajaran

Sebagai inti pemikiran Herakleitos boleh ditunjukkan keyakinannya bahwa tiap-tiap benda terdiri dari hal-hal yang saling berlawanan dan bahwa hal-hal yang berlawanan tersebut tetap memiliki kesatuan. Dengan lebih singkat : yang satu ialah banyak dan yang banyak ialah satu. Anaximandros* juga telah menyampaikan bahwa semuanya terdiri dari hal-hal yang berlawanan. Tetapi Anaximandros* menganggap kontradiksi itu sebagai ketidakadilan : demam isu panas akan mengalahkan demam isu hambar dan sebaliknya. Herakleitos beropini bahwa demam isu panas memiliki artinya yang spesifik, lantaran ada demam isu hambar dan sebaliknya. Siang seolah-olah “menjadi” siang, lantaran juga ada malam. Kesehatan dihargai, lantaran juga ada penyakit. Dari alasannya ialah itu Herakleitos serentak menyampaikan “perang ialah bapak segala-galanya” (“perang” berarti di sini “pertentangan”) dan serentak juga “pertentangan ialah keadilan”. Perkataan yang terakhir ini agaknya dimaksudkan sebagai kritik Anaximandros*.
Kalau kita boleh merumuskan pendapat Herakleitos dengan menggunakan terminologi modern, kita sanggup menyampaikan bahwa semuanya merupakan sintesis dari hal-hal yang beroposisi; semuanya yang ada memiliki struktur yang berdasar atas ketegangan antara hal-hal yang berlawanan.
Herakleitos sendiri membandingkan keadaan itu dengan sebuah busur atau dengan alat music, yang talinya diregangkan antara dua ujung yang bertentangan. Tetapi busur ialah busur dan alat musik ialah alat musik, justru lantaran ketegangan itu.

Kita sudah mengetahui bahwa filsuf-filsuf pertama dari Miletos mencari sesuatu yang tetap di belakang perubahan-perubahan yang kita saksikan dalam alam semesta. Herakleitos tidak setuju dengan mereka. Menurut ia tidak ada sesuatu pun yang tetap atau mantap. Itulah konsekuensi yang sanggup ditarik dari inti pemikirannya yang diuraikan di atas. Dalam salah satu fragmen ia mengatakan, “Yang sama ialah hidup dan mati, tidur dan jaga, muda dan bau tanah : lantaran yang kedua setelah perubahan merupakan yang pertama”. Dalam fragmen lain ia mengatakan, “Kita ada dan tidak ada”. Dalam bentuk paradoks hal yang sama sanggup dirumuskan juga dengan menyampaikan bahwa perubahan merupakan satu-satunya kemantapan, menyerupai sanggup dibaca dalam fragmen 84a: “It rests by changing”. Boleh disimpulkan bahwa berdasarkan Herakleitos tidak ada sesuatu pun yang betul-betul ada, semuanya menjadi.

Baca Juga


Perubahan tak henti-hentinya itu dibayangkan Herakleitos atas dua cara: [1] ia menyampaikan bahwa seluruh kenyataan merupakan arus sungai yang mengalir dan [2] ia menyampaikan bahwa seluruh kenyataan ialah api.—Arus sungai sebagai lambang perubahan terdapat dalam suatu fragmen yang terkenal: “Engkau tidak sanggup turun dua kali ke dalam sungai yang sama”. Maksudnya, sungai selalu mengalir terus, sehingga air sungai senantiasa dibarui. Orang yang turun untuk kedua kali, tidak turun dalam sungai yang sama menyerupai semula. Dalam kesaksian-kesaksian tradisi, arus sungai menjadi cara utama untuk menyingkatkan pedoman Herakleitos. Demikian contohnya Diogenes Laertios melukiskan pandangan Herakleitos dengan mengatakan, “Segalanya mengalir bagaikan suatu sungai”. Dan masyur sekalilah perkataan berikut ini: panta rhei kai uden menei, “semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal mantap”. Tuturan ini terdapat dalam tradisi berdasarkan banyak sekali variasi dan agaknya tidak merupakan kutipan harfiah dari Herakleitos sendiri.

Bila Herakleitos menyampaikan bahwa semuanya ialah api, maksudnya berlainan dengan filsuf-filsuf dari Melitos yang memperlihatkan air atau udara sebagai zat asali dari mana seluruh alam berkembang. Bagi Heraklitos api bahu-membahu tidak merupakan suatu anasir yang sanggup mengambarkan kemantapan di belakang perubahan-perubahan dalam alam, melainkan api melambangkan perubahan itu sendiri. Tidak sulit untuk mengerti apa alasannya ialah Herakleitos menentukan api. Nyala api senantiasa memakan materi bakar yang baru. Dan materi bakar itu senantiasa menjelma debu dan asap. Namun, api itu tetap api yang sama. Oleh karenanya, api itu cocok sekali untuk melambangkan kesatuan dalam perubahan. Kata Herakleitos, "Ada suatu pertukaran: semua benda ditukar dengan api dan api ditukar dengan semua benda, menyerupai barang dengan emas dan emas dengan barang".

Kita harus menyinggung juga pedoman Herakleitos wacana logos. Namun sulit sekali menguraikan pokok pedoman ini. Kesulitan-kesulitan terutama disebabkan lantaran logos memiliki peranan penting dalam pemikiran mazhab Stoa dan mereka menyangka bahwa mereka mengambil alih pedoman ini begitu saja dari Herakleitos. Padahal, gagasan Herakleitos dihentikan disetarafkan dengan anggapan mazhab Stoa di kemudian hari. Dalam fragmen-fragmen yang masih tersimpan, kata logos juga muncul beberapa kali, tetapi para jago menyodorkan terjemahan dan keterangan yang berlainan. Demikianlah pokok pedoman Herakleitos ini dikelilingi ketidakpastian besar sekali. Barangkali kita boleh menyampaikan sebagai berikut. Logos atau "rasio" merupakan aturan yang menguasai segala-galanya. Manusia perorangan--terutama jiwanya--juga mengambil belahan dalam logos itu. Logos bersifat ilahi, tetapi tentu saja dihentikan ditafsirkan sebagai Allah yang personal atau Allah yang berupa pribadi. Anggapan yang terakhir ini mustahil dicocokkan dengan alam pikiran Yunani pada waktu itu. Menurut beberapa kesaksian, logos harus disamakan dengan api. Dan memang sanggup diperkirakan bahwa Herakleitos membayangkan logos sebagai sesuatu yang material, lantaran pada waktu itu filsafat Yunani belum sanggup mengerti "yang ruhani" sebagai tak jasmani. Tetapi biarpun Herakleitos belum sanggup untuk memerikan "yang ruhani", namun terang juga bahwa ajarannya wacana logos melebihi sesuatu yang sifatnya material semata.

Dalam pandangan Herakleitos wacana insan tampaklah sesuatu yang baru, walaupun barangkali ia meneruskan di sini pikiran-pikiran Pythagoeran*. Yang kami maksudkan ialah bahwa ia menaruh perhatian khusus kepada kebatinan insan atau jiwanya. Ia berkata, "Saya telah menyelidiki diriku sendiri". Dalam fragmen lain kita dengar, "Pada perjalananmu engkau tidak sanggup menemui batas-batas jiwa, jalan mana pun yang engkau tempuh; begitu dalam logos-nya". Kami tidak akan berusaha memperlihatkan komentar atas ucapan yang mengherankan itu. Namun paling sedikit sanggup disimpulkan bahwa Herakleitos memiliki anggapan luhur mengenai jiwa manusiawi. Jiwa dianggapnya sebagai sesuatu yang unik.


Tetapi di lain pihak dihentikan disembunyikan bahwa Herakleitos juga berbicara wacana jiwa dalam konteks kosmologis. Dalam kosmologinya Herakleitos menyampaikan bahwa kosmos selalu berubah: dari api menjadi air, kemudian menjadi api lagi. Itu yang dimaksud fragmen 60: "Jalan ke atas dan jalan ke bawah ialah satu dan yang sama". Sebagaimana halnya dengan kosmos seluruhnya, demikian pun jiwa insan tetap dalam keadaan perubahan. Perubahan ialah bahwa api menjadi air dan sebaliknya air menjadi api. Dalam keadaan tidur sebagian api dipadamkan dan dikala jaga api sudah nyala lagi. Hal yang sama terjadi juga, jika orang minum minuman keras hingga mabuk. "Jiwa yang kering ialah jiwa yang paling baik serta paling bijaksana".  Kalau jiwa menjadi air sama sekali, maka itu berati kematiannya. Namun demikian, lantaran tetap setia pada prinsipnya, Herakleitos menyampaikan juga bahwa "hidup" dan "mati" bahu-membahu merupakan hal yang sama. Dari situ harus disimpulkan bahwa Herakleitos  juga mendapatkan bundar perpindahan-perpindahan jiwa.


Baca Juga
Herakleitos. Riwayat Hidup

Download di Sini

 
Sumber.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. Jakarta

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Herakleitos. Ajaran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel