Gabriel Marcel. Kehadiran

Dalam tema-tema yang dibicarakan hingga kini belum disinggung suatu dimensi yang sangat penting bagi Marcel, yaitu korelasi insan dengan sesamanya. Menurut Marcel, misteri Ada tidak tampak dengan cara yang semestinya, kalau tidak diselidiki dari sudut intersubjektivitas, artinya korelasi antar-manusia. "Ada" selalu berarti "Ada-bersama": esse ialah co-esse.
Salah satu kata kunci untuk melukiskan korelasi insan dengan sesamanya yaitu kata "kehadiran" (presence). Tetapi kata itu sendiri belum cukup dan gampang disalah-mengerti. Kita harus melihat bagaimana Marcel menggunakannya secara konkret. "Hadir" di sini tidak berarti berada di kawasan yang sama. Kata ini dilarang dimengerti secara "objektif", dengan menerapkan kategori-kategori ruang dan waktu. Barangkali saya berada dengan banyak orang lain dalam bis atau gerbong kereta api yang sama, tetapi itu belum berarti bahwa saya "hadir" bagi mereka atau mereka bagi saya.
Malah sanggup terjadi komunikasi antara dua orang tanpa mencapai taraf kehadiran. Kalau begitu, mereka bagaikan dua pesawat radio--kata Marcel--yang satu memancarkan, yang lain menerima. Ada komunikasi tetapi tidak ada kontak sungguh-sungguh (communication sans communion). Dua orang gres hadir yang satu bagi yang lain bila mereka mengarahkan diri yang satu kepada yang lain dengan cara yang sama sekali berlainan dari cara mereka menghadapi objek-objek. Kehadiran hanya sanggup diwujudkan, jikalau "Aku" berjumpa dengan "Engkau".

Dalam konteks itu "perjumpaan" (rencontre) juga merupakan kata yang bagi Marcel mempunyai arti khusus. Marcel membedakan korelasi "Aku--Engkau" dengan korelasi "Aku--Ia". Dalam korelasi "Aku--Ia" orang lain tampak bagi saya dalam aspek-aspek fungsionalnya. "Ia" tampak contohnya sebagai kondektur bus, petugas polisi, penjual rokok atau dalam data yang tercantum pada Kartu Tanda Penduduk; artinya dalam fungsi atau "peran" yang tertentu. Tetapi dalam korelasi "Aku--Engkau" sesama insan tampak bagi saya justru sebagai sesama. Jadi, sesama hadir bagi saya bila ia lebih dari salah satu individu saja; bila saya sungguh-sungguh mengadakan kontak dengan beliau sebagai persona dengan persona. "kehadiran" ini sanggup diwujudkan, biarpun dalam ruang kita saling berjauhan.

"Kehadiran" ini direalisasikan secara istimewa dalam cinta. Di sini "Aku" dan "Engkau" mencapai taraf "Kita". Kesatuan ontologis yang dicapai dalam "kita" melebihi dua orang yang dijumlahkan satu dengan yang lain. "Aku" bukanlah satu bab dan "Engkau" bab yang lain yang gotong royong disambung menjadi "Kita", "Aku" dan "Engkau" diangkat menjadi suatu kesatuan gres yang mustahil dipisahkan ke dalam dua bagian. Dengan demikian timbullah communion, kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif. Communion ini boleh dianggap sebagai "kehadiran" dalam bentuk yang paling sempurna. Di sini peralihan dari eksistensi ke Ada sudah selesai.

"Mencintai" selalu mengandung suatu imbauan (invocation) kepada sesama. Dalam cinta "Aku" mengimbau kepada "Engkau" supaya menjadi bersatu sebagai "Kita". Dan imbauan yang sama keluar juga dari "Engkau" kepada "Aku". Karena itu pada pihak "Aku" perlu juga suatu kesediaan (disponibilite) untuk mendengarkan dan menjawab imbauan dari "Engkau". "Aku" harus bersedia untuk keluar dari egoismenya dan membuka diri bagi "Engkau".

Kiranya sudah terperinci bahwa kebersamaan dalam cinta itu tidak terbatas pada satu ketika saja. Kebersamaan ini berdasarkan kodratnya harus berlangsung terus. Karena itu dalam pengalaman cinta terkandung juga bahwa "Aku" mengikat diri (engagement) dan tetap setia (fidelite), dua tema yang sering disinggung oleh Marcel. Kesetiaan ini oleh Marcel disebut "kesetiaan kreatif". Dalam situasi-situasi yang senantiasa berubah, kesetiaan itu sanggup untuk memperbaharui dan memperkokoh cinta kita. Relasi "Aku--Engaku" itu tetap ringkih dan selalu terancam kecenderungan untuk mundur ke taraf "Aku--Ia". Dalam hal ini kreativitas dari kesetiaan tetap diperlukan.

Dalam rangka tema "kehadiran" ini Marcel berbicara juga wacana problem ajal dan kebakaan. Masalah ini ditempatkan dalam konteks "kematian orang yang saya cintai", ibarat suami atau istri, anak, sahabat akrab. Mencintai, kata Marcel, dengan sendirinya berarti menyampaikan "Engkau tak kan mati". Kita sudah lihat, kehadiran yang tampak dalam cinta mengatasi ruang dan waktu. Sesudah ajal orang yang dicintai, kehadiran itu berlangsung terus. Sebenarnya saya tidak kehilangan orang yang saya cinta. Saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punya. Kata "kehilangan" hanya pada tempatnya dalam korelasi dengan objek-objek yang saya miliki. Tentu saja, alasannya yaitu tubuhnya insan juga mempunyai aspek objektif; tetapi aliran akan memperkosa persona, seadainya persona disamakan dengan tubuh, kemudian badan itu disamakan dengan objek. Tanpa bermaksud menyepelekan rasa duka yang kita alami bila ada orang tercinta yang meninggal (seperti cukup banyak dialaminya sendiri), Marcel beropini bahwa dengan memandang ajal sebagai kehilangan saja kita berada pada taraf objektivitas yang menandai refleksi pertama. Refleksi kedua akan memperlihatkan bahwa di seberang ajal kehadiran berlangsung terus dengan cara baru. Mengapa contohnya saya alami sebagai pengkhianatan jikalau saya kurang hormat terhadap orang tercinta yang telah meninggal? Apa yang dilukai dengan tingkah laris demikian? Yang dilukai ialah kesatuan "Kita" yang masih berlangsung terus. Kehadiran tidak terbatas pada waktu tertentu. "Kehadiran" bersifat langgeng.

Tetapi apakah kebakaan yang disimpulkan di sini tidak semata-mata subjektif? Apakah di sini kita tidak terjerumus dalam wishful thinking? Harus dibedakan--demikian balasan Marcel--antara keinginan dan harapan. Keinginan berdasarkan kodratnya bersifat egosentris; usahanya ialah memiliki.

Saya menginginkan orang lain sejauh ia sanggup menyenangkan atau melayani saya. Tetapi impian tidak bersifat egosentris. Harapan tertuju pada "Engkau". Dan impian itu memberi kepastian wacana kebakaan orang tercinta yang telah meninggal. Tentu saja, semua itu tidak merupakan "bukti untuk imortalitas jiwa" dalam arti yang klasik. Marcel hanya membeberkan pengalamannya yang sudah memberi kepastian kepadanya wacana kebakaan orang tercinta yang meninggal.

Boleh ditambahkan lagi bahwa Marcel (dan hal yang sama berlaku juga untuk Henri Bergson*) termasuk filsuf yang secara positif menghargai fakta-fakta parapsikologis. Dalam trend hambar tahun 1916-1917 ia mendapat pengalaman pribadi wacana spiritisme. Itu berarti bertepatan dengan waktu perang, ketika banyak korban jatuh di Prancis. Dalam pertemuan-pertemuan spiritistis itu Marcel sendiri berperan sebagai "medium". Tentang pengalamannya ia beberapa bulan kemudian pernah berkonsultasi dengan Bergson*. Tentu saja, ia tetap sadar akan segala risiko yang menyangkut bidang ini. Tetapi ia menolak prasangka rasionalistis yang secara apriori menutup diri terhadap kemungkinan mengadakan kontak dengan dunia di seberang maut. Biarpun tercampur dengan kegelapan dan ketidakpastian, pengalaman-pengalaman spiritistis membantu untuk merintis jalan bagi impian yang dalam hal ini akan menyajikan terang dan kepastian.


Download di Sini


Sumber:

Bertens. K. "Filsafat Barat Kontemporer: Prancis. 2001. Gramedia. Jakarta.

Baca Juga
1. Gabriel Marcel. Biografi
2. Pemikiran Filosofis Gabriel Marcel
3. Makna Kehadiran Orang Lain Bagi Saya. Tinjauan Filosofis Gabriel Marcel
4. Gabriel Marcel. Tubuh sebagai Tubuhku 
5. Gabriel Marcel: "Aku Ini Apa?"
6. Gabriel Marcel. Ada dan Mempunyai
7. Gabriel Marcel. Engkau Absolut
8. Gabriel Marcel. Problem dan Misteri

Belum ada Komentar untuk "Gabriel Marcel. Kehadiran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel