Ibnu Rusyd. Karya Filsafat

Karya-karya teoretisnya memperlihatkan bahwa Ibnu Rusyd ialah spesialis terkemuka dalam ushul al-fiqh dan dalam studi atas aneka macam pendapat yang ditawarkan oleh beberapa mazhab besar fiqh (ikhtilaf). Ini menghubungkannya dengan gagasan pembaharuan fiqh Maliki yang menganjurkan pengintegrasian pikiran sehat analogis (qiyas). Meskipun tidak meninggalkan karya yang setara, putranya yang berjulukan Abu Al-Qasim Ahmad juga dikaitkan dengan kehidupan publik semenjak menduduki posisi yang sama.

Karya fiqh Ibnu Rusyd memuat sudut pandang filosofis. Di samping potongan-potongan karyanya, ia meninggalkan, dalam karya utamanya, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihdyah Al-Muqtashid, yang sebagian terbesar ditulis semenjak sekitar tahun 564 H/1168 M—sebuah uraian logis wacana aturan Islam yang monumental. Karya itu merupakan risalah wacana ikhtilaf (ilmu perbandingan mazhab) yang menilai dan mempertimbangkan dalam setiap hal, pendapat-pendapat yang diajukan oleh aneka macam mazhab kecil atau individu terkemuka, bukan hanya oleh mazhab besar.

Karya ilmiah Ibnu Rusyd menonjol dalam dua bidang, yaitu astronomi/kosmologi dan kedokteran. Dalam bidang pertama, ia melaksanakan sejumlah pengamatan pada masa mudanya, tetapi ia tertarik khususnya pada perubahan akibat-akibat dari kritik Aristotelian terhadap sistem Ptolemaik, sebuah kritik yang telah diawali oleh Ibnu Bajjah* dan Ibn Thufail*. Dalam komentar-komentarnya, ia tidak hanya mempertegas segi demonstratif teks Aristotelian, tetapi ia menutupnya dengan sebuah hipotesis umum bahwa semua fenomena langit, khususnya perbedaan-perbedaan planet, harus sanggup dijelaskan dengan gerakan “sepanjang heliks” (laulabi) atau “sepanjang sekrup” (halazuni), yang sering dikemukakan oleh Aristoteles*. Karena Aristoteles kurang memperlihatkan klarifikasi eksplisit mengenai subjek ini, Ibn Rusyd menyatakan bahwa ini ialah dilema gerak kutub satu bola langit pada sumbu kutub-kutub bola langit lainnya. Hanya melalui Al-Bithruji (Alpe-tragius)-lah model matematis untuk gerak ini dilontarkan, meskipun masih secara apriori, yang tidak mendapatkan pendukung sampai masa ke-10 H/ke-16 M.

Kehebatan Ibnu Rusyd tampak dalam karya-karya tulisnya. Ia menulis Bidayah Al-Mujtahid, sebuah karya besar berupa fiqh perbandingan, yang secara luas digunakan oleh para fuqaha sebagai acuan penting. Ia menulis Kulliyyat Fi Al-Tibb yang membicarakan garis-garis besar ilmu kedokteran dan menjadi pegangan para mahasiswa kedokteran di Eropa selama berabad-abad di samping karya Ibnu Sina*, Al-Qanun. Karya tulisnya yang merupakan ulasan atas karya Aristoteles*, berubah menjadi menjadi tiga buku ulasan, yaitu Al-Asgar (Yang Lebih Kecil), Al-Ausat (Yang Lebih Sedang), dan Al-Akbar (Yang Lebih Besar). Sedangkan tangkisan terhadap karya Al-Ghazali*, Tahafut Al-Falasifah (Kacaunya Kau Filsuf), Ibnu Rusyd menulis buku Tahafut At-Tahafut (Kacaunya Tahafut Al-Ghazali).

Adapun karya tulisnya yang memperlihatkan hubungan harmonis antara agama (wahyu) dan filsafat (akal) ialah Kasyf Al-Manahij Al-‘Adillah (Menyingkap Metode-metode Pembuktian) dan Fasl Al-Maqal Fima Bain Al-Hikmah wa Asy-Syari’ah (kata Putus wacana Hubungan Filsafat dengan Syariat).

Kasyf an Manahij Al-Adillah merupakan tesis Al-Muwahhidun, tetapi tanpa acuan eksplisit pada Ibn Tumart, dan mengikuti urutan yang berbeda, kadang kala alasannya ialah alasan-alasan doktrinal, tetapi sebagian besar alasannya ialah alasan-alasan pedagogis (Urvoy, 1991:71-7).

Tahafut Al-Tahafut menyanggah butir demi butir keberatan Al-Ghazali*. Karya ini lebih luwes daripada Fasl Al-Maqal dalam menegaskan keunggulan agama yang didasarkan pada wahyu atas budi yang dikaitkan dengan agama yang murni rasional. Akan tetapi, Tahafut Al-Tahafut juga setia pada Fashl, yang melihat pada diri Nabi sosok yang telah mendapatkan Akal Aktif pada waktu tertentu dalam bentuk citra rasional, menyerupai halnya para filsuf, dan yang mengubah citra tersebut dengan memakai imajinasi menjadi simbol yang sesuai bagi orang awam. Dengan demikian, rasionalisme religius Ibnu Rusyd bukan reduksionisme. Seperti halnya paham Al-Muwahhidun, ini merupakan keyakinan pada kemungkinan untuk membangun kembali rantai pikiran sehat secara aposteriori.

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung 

Download

Baca Juga
1. Ibnu Rusyd. Riwayat Hidup
2. Ibnu Rusyd. Pemikiran Filsafat
3. Ibnu Rusyd. Tentang Qadim-nya Alam
4. Ibnu Rusyd. Tentang Kebangkitan Jasmani
5. Ibnu Rusyd. Tentang Pengetahuan Tuhan

Bagikan Artikel ini