Foucault Dan Genealogi
Minat Derrida* sesungguhnya lebih menyentuh metafisika daripada ilmu-ilmu sosial. Karena itu, relasi tidak langsung, dan tetap ada celah kosong di antara metafisika dan ilmu-ilmu sosial, yaitu basis empiris. Celah ini diisi oleh Michel Foucault*. Filsuf ini menolak baik positivisme maupun teori-teori sosial alternatif yang berbau humanisme, ibarat pendekatan Weberian, Husserlian, dan Habermasian yang dibicarakan sebelumnya. Kalau ada pusat dalam pemikirannya, pusat itu sama dengan Derrida*, yaitu bahasa dan teks, yang kali ini tampil dalam “teori diskursus”. Menurutnya, diskursus, antara lain dipraktekkan dalam ilmu-ilmu sosial dan sains, ialah yang paling bertanggungjawab atas penciptaan objek dan subjek epistemologis, khususnya subjek “manusia”. Sejalan dengan Gadamer* dan Derrida*, ia juga memandang kenyataan sebagai teks, dan baginya, teks ini juga tanpa pengarang (subjectless). Sebagai sistem tanda, subjek “aku” mendapat maknanya dengan membedakannya dari “kamu”, “kita”, “dia”, “mereka”, dan seterusnya, maka subjek gotong royong anonim dan tercipta melalui proses percakapan. Pandangan ini disebut the decentring of the subject, pandangan yang sudah tumbuh semenjak Saussure*.
Berbeda dengan Derrida*, teori diskursus Foucault* bukan hanya bersifat linguistik, melainkan juga politik, alasannya ialah ia beropini bahwa diskursus, ibarat dilaksanakan dalam ilmu-ilmu sosial dan praktek-praktek sosial, ialah suatu jaringan praktek pengetahuan sekaligus kekuasaan. Diskursus membuat subjek (ilmu-ilmu sosial) sekaligus objeknya (penyakit, rakyat, dan seterusnya). Dalam Madness and Civilization (1973), ia menjelaskan bagaimana pertumbuhan psikiatri semenjak masa ke-17 erat kaitannya dengan praktek-praktek eksklusi dan terapi kegilaan.
Kegilaan mau dihapus dari wilayah rasio dengan menganggapnya abnormal, padahal di zaman Renaisans masih terjadi obrolan antara rasio dan kegilaan yang sering didengarkan sebagai unsur tragis, bahkan profetis. Tesis wacana relasi ilmu sosial dan teknologi dominasi dipertahankan juga dalam Discipline and Punishment (1977). Di dalamnya, ia menunjukkan bagaimana kelahiran penjara modern bekerjasama dengan pengukuhan kedaulatan negara yang memegang monopoli kekerasan atas warganya. Untuk praktek dominasi itu, dibentuklah sistem manajemen sentral, yang kemudian menumbuhkan ilmu-ilmu, ibarat statistik, demografi, dan seterusnya. Bahkan, psikoanalisis pun dilihatnya sebagai teknologisasi praktek legalisasi dosa dalam agama Katolik. Dengan risetnya itu, sejalan dengan Nietzsche*, ia ingin menyampaikan bahwa ilmu-ilmu sosial tak kurang dari perwujudan the will to power yang kini berjulukan the will to truth.
Riset Foucault* kelihatannya tak jauh berbeda dari kritisisme modernis. Habermas sendiri menyebutnya sebagai semacam Tiefenhermeneutik (hermeneutik-dalam) dalam psikoanalisis dan kritik-ideologi. Dalam Archaelogy of Knowledge (1972), Foucault* mengeksplisitkan metodenya, yang gotong royong menolak keras tema-tema modern, ibarat refleksi-diri, subjektivitas, pencarian asal-usul, dan humanisme, maka ia menolak baik strukturalisme dan positivisme maupun alternatifnya, ibarat hermeneutik makna yang masih diteruskan dalam teori kritis. Mengikuti Nietzsche*, metodenya ia sebut “genealogi”. Genealogi Foucault* ialah semacam sejarah yang melukiskan pembentukan macam-macam pengetahuan, diskursus, objek-objeknya, dan seterusnya. Namun, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas kausal yang mengarah kepada suatu telos. Genealogi justru merupakan pemutusan (rupture) kontinuitas sejarah, yang oleh Gadamer disebut Wirkungsgeschichte (sejarah efektif) itu. Karena anggapan mengenai kontinuitas sejarah dihasilkan oleh subjek historis, yaitu sejarawan atau masyarakat pengingatnya (baca: pengarang teks), pemutusan ialah suatu decentring of the subject, pembatalan subjek itu sendiri. Jadi, historiografi Foucault ialah suatu sejarah tanpa subjek. Alasannya semenjak awal sudah jelas: subjektivitas hanya menggiring kita pada dominasi, maka setiap upaya merestorasi Logos ialah berbahaya.
Dalam The Order of Things, Foucault* mempraktekkan genealogi itu. Di zaman Renaisans, tulisnya, benda-benda diatur berdasarkan hubungan-hubungan kesamaan (similarity): benda yang satu diacu dengan benda yang lain. Mulai masa ke-a6 dan 17, susunan itu berubah: benda-benda diubah menjadi representasi atau sistem tanda. Dalam susunan ini, insan belum muncul, masih sejajar dengan benda-benda, alasannya ialah representasi insan identik dengan benda-benda. Mulai masa ke-18, Kant mempersoalkan batas-batas kemampuan representasi. Penemuan batas-batas ini bukan hanya destruksi metafisika, tetapi juga inovasi suatu distributor yang menghasilkan representasi, yaitu kesadaran diri. Inilah awal antroposentrisme Barat. Sebab itu, Foucault* menyampaikan bahwa insan ditemukan lantaran perubahan susunan kata-kata dan benda-benda. Sekarang, dengan pembatalan subjek sejarah itu, Foucault* juga memproklamasikan “kematian manusia”, alasannya ialah subjectum mengandung pemerasan-pemerasan, dominasi, dan teror. Dengan membasmi subjek sejarah, satu langkah lagi Foucault* menyudahi filsafat dan ilmu-ilmu sosial modern, alasannya ialah dua bentuk pengetahuan ini dihasilkan oleh suatu keyakinan akan adanya subjek.
Download
Sumber
Hardiman, Budi. F. 2002. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Michel Foucault. Biografi dan Karya
1. Strukturalisme dan Epistemologi. Michel Foucault
2. Michel Foucault. Arkeologi Pengetahuan
3. Michel Foucault. Pemikiran wacana Kuasa
4. Strukturalisme dan Poststrukturalisme
5. Michel Foucault. Sejarah Kegilaan
Berbeda dengan Derrida*, teori diskursus Foucault* bukan hanya bersifat linguistik, melainkan juga politik, alasannya ialah ia beropini bahwa diskursus, ibarat dilaksanakan dalam ilmu-ilmu sosial dan praktek-praktek sosial, ialah suatu jaringan praktek pengetahuan sekaligus kekuasaan. Diskursus membuat subjek (ilmu-ilmu sosial) sekaligus objeknya (penyakit, rakyat, dan seterusnya). Dalam Madness and Civilization (1973), ia menjelaskan bagaimana pertumbuhan psikiatri semenjak masa ke-17 erat kaitannya dengan praktek-praktek eksklusi dan terapi kegilaan.
Riset Foucault* kelihatannya tak jauh berbeda dari kritisisme modernis. Habermas sendiri menyebutnya sebagai semacam Tiefenhermeneutik (hermeneutik-dalam) dalam psikoanalisis dan kritik-ideologi. Dalam Archaelogy of Knowledge (1972), Foucault* mengeksplisitkan metodenya, yang gotong royong menolak keras tema-tema modern, ibarat refleksi-diri, subjektivitas, pencarian asal-usul, dan humanisme, maka ia menolak baik strukturalisme dan positivisme maupun alternatifnya, ibarat hermeneutik makna yang masih diteruskan dalam teori kritis. Mengikuti Nietzsche*, metodenya ia sebut “genealogi”. Genealogi Foucault* ialah semacam sejarah yang melukiskan pembentukan macam-macam pengetahuan, diskursus, objek-objeknya, dan seterusnya. Namun, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas kausal yang mengarah kepada suatu telos. Genealogi justru merupakan pemutusan (rupture) kontinuitas sejarah, yang oleh Gadamer disebut Wirkungsgeschichte (sejarah efektif) itu. Karena anggapan mengenai kontinuitas sejarah dihasilkan oleh subjek historis, yaitu sejarawan atau masyarakat pengingatnya (baca: pengarang teks), pemutusan ialah suatu decentring of the subject, pembatalan subjek itu sendiri. Jadi, historiografi Foucault ialah suatu sejarah tanpa subjek. Alasannya semenjak awal sudah jelas: subjektivitas hanya menggiring kita pada dominasi, maka setiap upaya merestorasi Logos ialah berbahaya.
Dalam The Order of Things, Foucault* mempraktekkan genealogi itu. Di zaman Renaisans, tulisnya, benda-benda diatur berdasarkan hubungan-hubungan kesamaan (similarity): benda yang satu diacu dengan benda yang lain. Mulai masa ke-a6 dan 17, susunan itu berubah: benda-benda diubah menjadi representasi atau sistem tanda. Dalam susunan ini, insan belum muncul, masih sejajar dengan benda-benda, alasannya ialah representasi insan identik dengan benda-benda. Mulai masa ke-18, Kant mempersoalkan batas-batas kemampuan representasi. Penemuan batas-batas ini bukan hanya destruksi metafisika, tetapi juga inovasi suatu distributor yang menghasilkan representasi, yaitu kesadaran diri. Inilah awal antroposentrisme Barat. Sebab itu, Foucault* menyampaikan bahwa insan ditemukan lantaran perubahan susunan kata-kata dan benda-benda. Sekarang, dengan pembatalan subjek sejarah itu, Foucault* juga memproklamasikan “kematian manusia”, alasannya ialah subjectum mengandung pemerasan-pemerasan, dominasi, dan teror. Dengan membasmi subjek sejarah, satu langkah lagi Foucault* menyudahi filsafat dan ilmu-ilmu sosial modern, alasannya ialah dua bentuk pengetahuan ini dihasilkan oleh suatu keyakinan akan adanya subjek.
Download
Sumber
Hardiman, Budi. F. 2002. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Michel Foucault. Biografi dan Karya
1. Strukturalisme dan Epistemologi. Michel Foucault
2. Michel Foucault. Arkeologi Pengetahuan
3. Michel Foucault. Pemikiran wacana Kuasa
4. Strukturalisme dan Poststrukturalisme
5. Michel Foucault. Sejarah Kegilaan
Belum ada Komentar untuk "Foucault Dan Genealogi"
Posting Komentar