Viktor Frankl. Dinamika Kepribadian

a. Hidup tanpa makna
Makna hidup sanggup ditemukan dalam setiap keadaan, baik itu menyenangkan (bahagia) maupun tidak menyenangkan (penuh penderitaan). Apabila hasrat makna hidup ini sanggup terpenuhi maka kehidupan akan terasa berguna, berharga, serta berarti. Sebaliknya kalau hasrat ini tidak terpenuhi, hal itu akan menjadikan kehidupan berjalan tanpa makna dan tak berarti.


Penghayatan akan hidup tanpa makna mungkin saja tidak terungkap secara nyata. Akan tetapi, hal itu bermetamorfosis dalam banyak sekali upaya kompensasi dan kehendak berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), mencari kepuasan seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), serta mengumpulkan uang (the will to money).

Penghayatan hidup tanpa makna ini sebetulnya bukan tergolong suatu penyakit. Akan tetapi, kalau berlangsung dalam keadaan intensif, berlarut-larut, serta tidak diatasi maka akan bermetamorfosis menjadi penyakit psikis berikut.
1) Neurosis noogenik
Neurosis noogenik ialah suatu gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan pembiasaan diri seseorang. Gangguan ini biasanya tampak dalam keluhan gampang bosan, hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa bahwa hidup ini tidak berarti sama sekali. Neurosis noogenik sanggup termanisfestasi dalam tampilan simtom yang serupa dalam citra simtomatik neurosis psikogenik, menyerupai depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, obsesionalisme, dan sebagainya.

2) Karakter totaliter
Karakter totaliter ialah citra pribadi yang mempunyai kecenderungan memaksakan tujuan, kepentingan, dan kehendak sendiri tanpa bersedia mendapatkan masukan dari orang lain. Karakter totaliter sanggup termanifestasi dalam bentuk membunuh, merampok, berbuat kekacauan, dan lain sebagainya.

3) Karakter konformis
Karakter konformis ialah citra pribadi yang mempunyai kecenderungan berpengaruh untuk selalu berusaha mengikuti dan mengikuti keadaan terhadap tuntutan lingkungan sekitar serta bersedia mengabaikan keinginan dan kepentingannya sendiri. Karakter konformis ini berawal dari kekecewaan dan kehampaan hidup sebagai akhir kegagalan memenuhi motivasi utama, yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Karakter konformis, contohnya berbentuk menggandakan sikap teman-temannya yang nakal. Selain itu, masih banyak pola lain yang menciptakan seseorang menyerupai mengabaikan diri sendiri, tetapi sangat peduli terhadap lingkungannya.

b. Paradoks-paradoks
Dalam pergulatan mencari tanggapan atas eksistensinya, insan dihadapkan pada tiga paradoks. Pertama, pertarungan antara fisik melawan spiritual. Secara lahiriah, insan terdiri dari aspek fisik (biologis). Konsekuensi dari aspek biologis ialah insan terikat dengan aturan fisik menyerupai lapar, sakit, mencari kepuasan seksual, tertarik pada materi, dan sebagainya. Di sisi lain, insan juga terdiri atas aspek-aspek nonfisik, yaitu psikis dan spiritual. Aspek biologis dan spiritual merupakan dua kutub yang berlawanan.

Kodrat insan ialah mencari kepuasan biologis serta materi. Dalam hal ini, semakin seseorang memaksa mendorong dirinya ke arah kesenangan, maka ia justru semakin menjauh dari kebahagiaan. Kendati terdapat kecenderungan untuk mencari kesenangan, perjuangan itu justru akan menghalangi seseorang mencapai kepuasan (kebahagiaan).

Berdasarkan logoterapi, salah satu teknik relevan untuk mengatasi kecenderungan insan mencari kesenangan biologis atau bahan ialah bimbingan spiritual. Dalam konteks ini, spiritualitas merupakan sisi transendensi insan yang berfungsi mengatasi dunia fisik sekaligus menunjukkan makna hidup. Dengan menyebarkan spiritualitas (merealisasikan nilai-nilai kehidupan menurut bunyi hati), seseorang akan menemukan makna keberadaan (eksistensi) dirinya sebagai pribadi. Ini merupakan sumber dari rasa tenteram. Spiritualitas yang terintegrasi dalam kepribadian seseorang akan sanggup memerdekakan dari dorongan aspek fisik, psikis, sekaligus sosial yang kerap bersifat menjebak.

Kedua, kesadaran versus ketidaksadaran. Setiap orang mempunyai kepribadian yang tidak disadari (personal unconscious) yang berkembang di luar pengalaman sadar lantaran sudah ditekan, menyerupai dorongan-dorongan amoral, hasrat seksual yang tidak sanggup diterima, kebutuhan-kebutuhan egoistik, ketakutan, harapan-harapan irasional, pengalaman memalukan, serta motif-motif keji.

Bagian kepribadian yang tidak disadari—karena ditekan—itu pada kenyataannya selalu mendesak untuk dipuaskan. Namun, di dalam alam sadar, pemuasan terhadap dorongan bawah sadar tersebut tidak sanggup diterima lantaran bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Orang yang sehat secara psikologis secara perlahan berhasil menggali pecahan kepribadian yang tidak disadari. Di sisi lain, ia bisa mengintegrasikan sisi gelap (shadow) dengan pecahan kepribadian yang disadarinya. Dengan cara ini, seluruh komponen kepribadiannya sanggup bekerja sama membentuk kesadaran total serta diri yang penuh tujuan.

Ketiga, orientasi diri versus sesama. Sekalipun semua kebutuhan fisiologis terpuaskan, insan tetap mengalami keterpisahan dari dunia sekitar. Rasa keterpisahan itu harus didobrak dengan menemukan ikatan-ikatan gres dengan sesama manusia. Selain itu, setiap orang juga harus menggantikan ikatan-ikatan usang yang didorong oleh insting. Ada beberapa cara mencari dan mencapai kesatuan dengan sesama, di antaranya melalui jalan kepatuhan kepada Tuhan, seseorang, kelompok, atau institusi.

Dengan menjadi pecahan dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar dan berkuasa, insan mengalami identitasnya dalam relasi terhadap kekuatan pribadi atau forum yang dipatuhinya. Hanya ada satu syarat yang memuaskan kebutuhan insan untuk mempersatukan dirinya dengan dunia dan—pada ketika yang sama—memperoleh integritas dan individualitas, yaitu cinta.

c. Kodrat insan sehat
Hakikat dari keberadaan insan yang sehat terdiri dari tiga faktor.
1) Spiritualitas
Spiritualitas ialah suatu konsep yang sulit dirumuskan. Hal ini mengingat spiritualitas tidak sanggup direduksi. Bahkan, aspek spiritualitas tidak sanggup diterangkan dengan istilah-istilah material. Meskipun sanggup dipengaruhi oleh dunia material, keberadaan spiritualitas tidak disebabkan atau dihasilkan oleh dunia material. Secara sederhana, spiritualitas sanggup diartikan roh atau jiwa. Tujuan spiritualitas ialah biar insan sanggup melampaui kediriannya menjadi sehat secara psikologis. Caranya, yaitu bergerak ke luar fokus diri, kemudian mengatasi dan menyerap arti dan tujuan seseorang. Dengan demikian, “diri” akan dipenuhi dan diaktualisasi secara impulsif dan wajar.

2) Kebebasan
Berkaitan dengan faktor kebebasan, insan tidak didikte oleh faktor-faktor nonspiritual, menyerupai insting, warisan nilai khusus, ataupun kondisi-kondisi lingkungan. Manusia yang sehat secara psikologis mempunyai dan memakai kebebasan untuk menentukan cara bertingkah laku. Orang-orang yang tidak mengalami kebebasan ini terkadang berprasangka jelek atau sangat neurotis. Dalam hal ini, orang-orang neurotis akan menghambat pemenuhan potensi-potensi diri sendiri sehingga menghalangi perkembangan kemanusiaan secara penuh.


3) Tanggung jawab
Seseorang tidak cukup hanya merasa bebas memilih, tetapi juga harus mendapatkan tanggung jawab terhadap pilihannya. Orang-orang yang sehat akan memikul tanggung jawab ini. Mereka mengisi waktu keseharian dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan bermanfaat secara bertanggung jawab biar karya-karya mereka berkembang, meskipun kodrat kehidupan insan ialah singkat dan fana.

Terakhir, Frankl menyebutkan tujuh sifat yang sanggup ditampakkan oleh insan berkepribadian sehat.
a) Bebas menentukan langkah (tindakan) sendiri
b) Secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laris hidup serta sikap yang diambil terhadap nasibnya
c) Tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar diri sendiri
d) Telah menemukan makna kehidupan yang cocok dengan dirinya
e) Secara sadar mengontrol kehidupan dirinya
f) Mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, pengalaman, ataupun sikap, serta
g) Telah mengatasi perhatian terhadap diri

Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta


Download

Baca Juga
1. Viktor Frankl. Biografi Psikolog
2. Viktor Frankl. Logoterapi
3. Viktor Frankl. Dasar Filosofis

Belum ada Komentar untuk "Viktor Frankl. Dinamika Kepribadian"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel