Randall Collins. Sebuah Teori Konflik Mengenai Stratifikasi
Teori konflik Randall Collins mengenai stratifikasi mempunyai lebih banyak kesamaan dengan teori-teori fenomenologis* dan etnometodologis* daripada teori Marxian* atau Weberian*. Collins mengawali dengan beberapa asumsi. Manusia berdasarkan bawaan dianggap suka bergaul tetapi juga secara khusus cenderung berkonflik di dalam relasi-relasi sosialnya. Konflik mungkin terjadi di dalam relasi-relasi sosial lantaran “paksaan keras” selalu sanggup dipakai seseorang atau banyak orang di dalam suatu latar interaksi. Collins percaya bahwa orang-orang berusaha memaksimalkan “status subjektifnya” dan bahwa kemampuan mereka dalam melaksanakan hal ini tergantung pada sumber-sumber daya mereka dan juga sumber-sumber daya orang-orang yang berurusan dengan mereka. Dia melihat orang-orang bersifat mementingkan diri; oleh lantaran itu pembenturan mungkin terjadi lantaran sekumpulan kepentingan intinya bertentangan.
Pendekatan konflik tersebut kepada stratifikasi sosial sanggup direduksi menjadi tiga prinsip dasar. Pertama, Collins percaya bahwa orang hidup di dalam dunia-dunia subjektif yang dibuat sendiri. Kedua, orang lain mungkin mempunyai kekuasaan untuk memengaruhi, atau bahkan mengendalikan, pengalaman subjektif individu. Ketiga, orang lain sering mencoba mengendalikan individu, yang melawan mereka. Hasilnya mungkin yaitu konflik antarpribadi.
Berdasarkan pendekatan itu, Collins menyebarkan lima prinsip analisis konflik yang beliau terapkan kepada stratifikasi sosial, meskipun beliau percaya bahwa mereka sanggup diterapkan kepada setiap wilayah kehidupan sosial. Pertama, Collins percaya bahwa teori konflik harus fokus pada kehidupan kasatmata daripada rumusan-rumusan abstrak. Kepercayaan itu tampak mencerminkan bahwa Collins lebih menyukai analisis material bergaya Marxian* daripada abstraksi fungsionalisme struktural*. Collins mendesak kita untuk memikirkan insan sebagai binatang yang, dimotivasi oleh kepentingan diri, tindakannya sanggup dilihat sebagai manuver untuk memperoleh banyak sekali laba biar mereka sanggup mencapai kepuasan dan menghindar dari ketidakpuasan. Akan tetapi, tidak menyerupai teoretisi-teoretisi pertukaran dan pilihan rasional, Collins tidak melihat insan seluruhnya rasional. Dia menyadari bahwa insan ringkih terhadap daya tarik emosional di dalam perjuangan mereka menemukan kepuasan.
Kedua, Collins percaya bahwa suatu teori konflik mengenai stratifikasi harus mengusut susunan-susunan material yang memengaruhi interaksi. Meskipun para pemain film mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor material menyerupai “tempat-tempat fisik, cara-cara komunikasi, persediaan senjata, alat-alat untuk mementaskan kesan-kesan, alat-alat, barang-barang publik seseorang” (R. Collins, 1975: 60), tidak semua pemain film dipengaruhi dengan cara yang sama. Satu variabel utama yaitu sumber-sumber daya yang dimiliki para pemain film yang berbeda. Aktor-aktor dengan sumber-sumber daya material yang sangat besar sanggup melawan atau bahkan memodifikasi paksaan-paksaan material, sementara aliran dan tindakan orang-orang yang mempunyai sumber-sumber daya yang lebih sedikit lebih mungkin ditentukan oleh kondisi materialnya.
Ketiga, Collins berargumen bahwa di dalam suatu situasi ketidaksetaraan, kelompok-kelompok yang mengendalikan sumber-sumber daya besar kemungkinan mencoba mengeksploitasi kelompok-kelompok yang mempunyai sedikit sumber daya. Dia mengatakan dengan hati-hati bahwa eksploitasi menyerupai itu tidak harus melibatkan perhitungan sadar di pihak orang-orang yang mendapatkan laba dari situasi itu; lebih tepatnya, para pengeksploitasi hanya sekedar mengejar hal yang mereka anggap sebagai kepentingan terbaiknya. Di dalam proses itu mereka mungkin mengambil laba dari orang-orang yang kekurangan sumber-sumber daya.
Keempat, Collins ingin sang teoretisi konflik melihat fenomena budaya menyerupai kepercayaan-kepercayaan dan ideal-ideal dari sudut pandang kepentingan, sumber daya, dan kekuasaan. Kemungkinan besar bahwa kelompok-kelompok yang mempunyai sumber-sumber daya, sehingga mempunyai kekuasaan, sanggup memaksakan sistem-sistem inspirasi mereka kepada seluruh masyarakat; suatu sistem inspirasi dipaksakan kepada orang-orang yang tidak mempunyai sumber-sumber daya.
Akhirnya, Collins menciptakan suatu janji yang teguh pada studi ilmiah atas stratifikasi dan setiap aspek dunia sosial lainnya. Oleh lantaran itu, beliau menetapkan beberapa hal: para sosiolog dilarang hanya berteori perihal stratifikasi tetapi harus mempelajarinya secara empiris, jikalau mungkin, di dalam suatu cara yang komparatif. Hipotesis-hipotesis harus dirumuskan dan diuji secara empiris melalui studi-studi komparatif. Terakhir, sang sosiolog harus mencari sebab-sebab fenomena sosial, khususnya banyak sekali alasannya yaitu dari segala bentuk sikap sosial.
Jenis janji ilmiah tersebut membawa Collins menyebarkan sederetan luas proposisi-proposisi perihal korelasi di antara konflik dan aneka aspek spesifik kehidupan sosial. Di sini hanya sanggup menyajikan sedikit, tetapi aspek-aspek itu akan mengizinkan pembaca menerima pengertian akan tipe sosiologi konflik Collins.
1.0 Pengalaman-pengalaman memberi dan mendapatkan perintah yaitu penentu-penentu utama cara pandang dan sikap individu
2.0 Semakin banyak seseorang memberi perintah, beliau semakin bangga, percaya pada kemampuan sendiri, formal dan menyamakan diri dengan keinginan organisasional yang beliau jadikan sebagai pembenar perintah-perintahnya.
3.0 Semakin banyak seseorang mendapatkan perintah, beliau semakin tunduk, fatalistik, teralienasi dari keinginan organisasional, mencocokkan diri secara eksternal, curiga terhadap orang lain, peduli dengan ganjaran-ganjaran ekstrinsik, dan amoral.
(R. Collins, 1975: 73-74).
Proposisi-proposisi di atas, di antara hal-hal lain, mencerminkan semua janji Collins kepada studi ilmiah atas manifestasi-manifestasi konflik sosial berskala kecil.
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Download
Baca Juga
1. Randall Collins. Autobiografi
2. Randall Collins. Teori Konflik yang Lebih Integratif
3. Randall Collins. Stratifikasi Sosial
4. Randall Collins. Ranah-ranah Sosial yang Lain
Pendekatan konflik tersebut kepada stratifikasi sosial sanggup direduksi menjadi tiga prinsip dasar. Pertama, Collins percaya bahwa orang hidup di dalam dunia-dunia subjektif yang dibuat sendiri. Kedua, orang lain mungkin mempunyai kekuasaan untuk memengaruhi, atau bahkan mengendalikan, pengalaman subjektif individu. Ketiga, orang lain sering mencoba mengendalikan individu, yang melawan mereka. Hasilnya mungkin yaitu konflik antarpribadi.
Berdasarkan pendekatan itu, Collins menyebarkan lima prinsip analisis konflik yang beliau terapkan kepada stratifikasi sosial, meskipun beliau percaya bahwa mereka sanggup diterapkan kepada setiap wilayah kehidupan sosial. Pertama, Collins percaya bahwa teori konflik harus fokus pada kehidupan kasatmata daripada rumusan-rumusan abstrak. Kepercayaan itu tampak mencerminkan bahwa Collins lebih menyukai analisis material bergaya Marxian* daripada abstraksi fungsionalisme struktural*. Collins mendesak kita untuk memikirkan insan sebagai binatang yang, dimotivasi oleh kepentingan diri, tindakannya sanggup dilihat sebagai manuver untuk memperoleh banyak sekali laba biar mereka sanggup mencapai kepuasan dan menghindar dari ketidakpuasan. Akan tetapi, tidak menyerupai teoretisi-teoretisi pertukaran dan pilihan rasional, Collins tidak melihat insan seluruhnya rasional. Dia menyadari bahwa insan ringkih terhadap daya tarik emosional di dalam perjuangan mereka menemukan kepuasan.
Kedua, Collins percaya bahwa suatu teori konflik mengenai stratifikasi harus mengusut susunan-susunan material yang memengaruhi interaksi. Meskipun para pemain film mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor material menyerupai “tempat-tempat fisik, cara-cara komunikasi, persediaan senjata, alat-alat untuk mementaskan kesan-kesan, alat-alat, barang-barang publik seseorang” (R. Collins, 1975: 60), tidak semua pemain film dipengaruhi dengan cara yang sama. Satu variabel utama yaitu sumber-sumber daya yang dimiliki para pemain film yang berbeda. Aktor-aktor dengan sumber-sumber daya material yang sangat besar sanggup melawan atau bahkan memodifikasi paksaan-paksaan material, sementara aliran dan tindakan orang-orang yang mempunyai sumber-sumber daya yang lebih sedikit lebih mungkin ditentukan oleh kondisi materialnya.
Ketiga, Collins berargumen bahwa di dalam suatu situasi ketidaksetaraan, kelompok-kelompok yang mengendalikan sumber-sumber daya besar kemungkinan mencoba mengeksploitasi kelompok-kelompok yang mempunyai sedikit sumber daya. Dia mengatakan dengan hati-hati bahwa eksploitasi menyerupai itu tidak harus melibatkan perhitungan sadar di pihak orang-orang yang mendapatkan laba dari situasi itu; lebih tepatnya, para pengeksploitasi hanya sekedar mengejar hal yang mereka anggap sebagai kepentingan terbaiknya. Di dalam proses itu mereka mungkin mengambil laba dari orang-orang yang kekurangan sumber-sumber daya.
Keempat, Collins ingin sang teoretisi konflik melihat fenomena budaya menyerupai kepercayaan-kepercayaan dan ideal-ideal dari sudut pandang kepentingan, sumber daya, dan kekuasaan. Kemungkinan besar bahwa kelompok-kelompok yang mempunyai sumber-sumber daya, sehingga mempunyai kekuasaan, sanggup memaksakan sistem-sistem inspirasi mereka kepada seluruh masyarakat; suatu sistem inspirasi dipaksakan kepada orang-orang yang tidak mempunyai sumber-sumber daya.
Akhirnya, Collins menciptakan suatu janji yang teguh pada studi ilmiah atas stratifikasi dan setiap aspek dunia sosial lainnya. Oleh lantaran itu, beliau menetapkan beberapa hal: para sosiolog dilarang hanya berteori perihal stratifikasi tetapi harus mempelajarinya secara empiris, jikalau mungkin, di dalam suatu cara yang komparatif. Hipotesis-hipotesis harus dirumuskan dan diuji secara empiris melalui studi-studi komparatif. Terakhir, sang sosiolog harus mencari sebab-sebab fenomena sosial, khususnya banyak sekali alasannya yaitu dari segala bentuk sikap sosial.
Jenis janji ilmiah tersebut membawa Collins menyebarkan sederetan luas proposisi-proposisi perihal korelasi di antara konflik dan aneka aspek spesifik kehidupan sosial. Di sini hanya sanggup menyajikan sedikit, tetapi aspek-aspek itu akan mengizinkan pembaca menerima pengertian akan tipe sosiologi konflik Collins.
1.0 Pengalaman-pengalaman memberi dan mendapatkan perintah yaitu penentu-penentu utama cara pandang dan sikap individu
2.0 Semakin banyak seseorang memberi perintah, beliau semakin bangga, percaya pada kemampuan sendiri, formal dan menyamakan diri dengan keinginan organisasional yang beliau jadikan sebagai pembenar perintah-perintahnya.
3.0 Semakin banyak seseorang mendapatkan perintah, beliau semakin tunduk, fatalistik, teralienasi dari keinginan organisasional, mencocokkan diri secara eksternal, curiga terhadap orang lain, peduli dengan ganjaran-ganjaran ekstrinsik, dan amoral.
(R. Collins, 1975: 73-74).
Proposisi-proposisi di atas, di antara hal-hal lain, mencerminkan semua janji Collins kepada studi ilmiah atas manifestasi-manifestasi konflik sosial berskala kecil.
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Download
Baca Juga
1. Randall Collins. Autobiografi
2. Randall Collins. Teori Konflik yang Lebih Integratif
3. Randall Collins. Stratifikasi Sosial
4. Randall Collins. Ranah-ranah Sosial yang Lain
Belum ada Komentar untuk "Randall Collins. Sebuah Teori Konflik Mengenai Stratifikasi"
Posting Komentar