Ralf Dahrendorf. Perihal Karya-Karyanya
Seperti para fungsionalis*, teori-teori konflik diorientasikan ke arah studi mengenai struktur-struktur dan lembaga-lembaga sosial. Pada umumnya, teori tersebut lebih dari sekedar serangkaian pendirian teoretis yang kerap bertentangan secara eksklusif dengan pendirian-pendirian fungsionalis. Antitesis itu dicontohkan paling baik oleh karya Ralf Dahrendorf (1958, 1959; lihat juga Strasser dan Nollman, 2005), ketika ajaran-ajaran teori konflik* dan fungsional* dijajarkan.
Bagi kaum fungsionalis*, masyarakat statis atau, paling jauh, dalam keseimbangan yang bergerak, tetapi bagi Dahrendorf dan para teoretisi konflik, setiap masyarakat pada setiap titik tunduk kepada proses-proses perubahan. Di mana kaum fungsionalis* menekankan ketertiban masyarakat, para teoretisi konflik melihat pertikaian dan konflik ada pada setiap titik di dalam sistem sosial. Kaum fungsionalis (atau setidaknya para fungsionalis awal) berargumen bahwa setiap unsur di dalam masyarakat menyumbang bagi stabilitas; penggerak teori konflik* melihat bahwa banyak unsur masyarakat merupakan penyumbang disintegrasi dan perubahan.
Kaum fungsionalis* cenderung melihat masyarakat diikat bersama secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai, dan moralitas bersama. Para teoretisi konflik* melihat setiap ketertiban yang ada di dalam masyarakat berasal dari pemaksaan sejumlah anggota masyarakat oleh orang-orang yang berada di puncak. Sementara kaum fungsionalis berfokus pada kohesi yang diciptakan oleh nilai-nilai bersama masyarakat, para teoretisi konflik menekankan tugas kekuasaan dalam memelihara tatanan di dalam masyarakat.
Dahrendorf (1959, 1968) ialah pendukung utama pendirian bahwa masyarakat memiliki dua wajah (konflik dan konsensus) dan oleh alasannya itu teori sosiologi harus dipecah ke dalam dua bagian, teori konflik* dan teori konsensus*. Para teoretisi konsensus harus mengkaji nilai integrasi di dalam masyarakat, dan teori konflik harus mengkaji konflik-konflik kepentingan dan paksaan yang menjaga kesatuan masyarakat di dalam menghadapi tekanan-tekanan itu. Dahrendorf menyadari bahwa masyarakat tidak sanggup ada tanpa konflik dan konsensus, keduanya merupakan prasyarat satu sama lain. Oleh alasannya itu, tidak akan ada konflik kalau tidak ada konsensus yang mendahuluinya. Contohnya, para ibu rumah tangga Prancis sangat tidak menyukai konflik dengan para pemain catur Chile alasannya di antara mereka tidak ada kontak, tidak ada integrasi sebelumnya yang berfungsi sebagai dasar bagi suatu konflik. Sebaliknya, konflik sanggup menjadikan konsensus dan integrasi. Contohnya, aliansi antara Amerika Serikat dan Jepang yang berkembang sehabis Perang Dunia II.
Meskipun ada antarhubungan antara konsensus dan konflik, Dahrendorf tidak optimis akan kemungkinan untuk menyebarkan suatu teori sosiologis tunggal yang meliputi kedua proses tersebut: “Tampaknya setidaknya sanggup dibayangkan bahwa penyatuan teori mustahil sampai titik yang telah membingungkan para pemikir semenjak permulaan filsafat Barat” (1959: 164). Menjauhkan diri dari teori tunggal, Dahrendorf mulai membangun suatu teori konflik masyarakat.
Dahrendorf mulai dengan dan sengaja dipengaruhi oleh, fungsionalisme struktural*. Dia mencatat bahwa bagi sang fungsionalis, sistem sosial dipersatukan oleh kolaborasi sukarela atau konsensus umum atau keduanya. Akan tetapi, bagi teoretisi konflik* (atau paksaan), masyarakat dipersatukan oleh “pembatasan yang dipaksakan”; dengan demikian, beberapa posisi di masyarakat merupakan kekuasaan dan otoritas yang didelegasikan kepada orang lain. Fakta kehidupan sosial tersebut membawa Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa distribusi otoritas yang diferensial “selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik sosial sistematik” (1959: 165).
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Download
Baca Juga
1. Ralf Dahrendorf. Biografi
2. Ralf Dahrendorf. Strukturalisme Konflik
3. Ralf Dahrendorf. Kelompok, Konflik, dan Perubahan
4. Ralf Dahrendorf. Otoritas
5. Ralf Dahrendorf. Teori Konflik Sosial
6. Bentuk-Bentuk Konflik Sosial Menurut Para Sosiolog
Kaum fungsionalis* cenderung melihat masyarakat diikat bersama secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai, dan moralitas bersama. Para teoretisi konflik* melihat setiap ketertiban yang ada di dalam masyarakat berasal dari pemaksaan sejumlah anggota masyarakat oleh orang-orang yang berada di puncak. Sementara kaum fungsionalis berfokus pada kohesi yang diciptakan oleh nilai-nilai bersama masyarakat, para teoretisi konflik menekankan tugas kekuasaan dalam memelihara tatanan di dalam masyarakat.
Dahrendorf (1959, 1968) ialah pendukung utama pendirian bahwa masyarakat memiliki dua wajah (konflik dan konsensus) dan oleh alasannya itu teori sosiologi harus dipecah ke dalam dua bagian, teori konflik* dan teori konsensus*. Para teoretisi konsensus harus mengkaji nilai integrasi di dalam masyarakat, dan teori konflik harus mengkaji konflik-konflik kepentingan dan paksaan yang menjaga kesatuan masyarakat di dalam menghadapi tekanan-tekanan itu. Dahrendorf menyadari bahwa masyarakat tidak sanggup ada tanpa konflik dan konsensus, keduanya merupakan prasyarat satu sama lain. Oleh alasannya itu, tidak akan ada konflik kalau tidak ada konsensus yang mendahuluinya. Contohnya, para ibu rumah tangga Prancis sangat tidak menyukai konflik dengan para pemain catur Chile alasannya di antara mereka tidak ada kontak, tidak ada integrasi sebelumnya yang berfungsi sebagai dasar bagi suatu konflik. Sebaliknya, konflik sanggup menjadikan konsensus dan integrasi. Contohnya, aliansi antara Amerika Serikat dan Jepang yang berkembang sehabis Perang Dunia II.
Meskipun ada antarhubungan antara konsensus dan konflik, Dahrendorf tidak optimis akan kemungkinan untuk menyebarkan suatu teori sosiologis tunggal yang meliputi kedua proses tersebut: “Tampaknya setidaknya sanggup dibayangkan bahwa penyatuan teori mustahil sampai titik yang telah membingungkan para pemikir semenjak permulaan filsafat Barat” (1959: 164). Menjauhkan diri dari teori tunggal, Dahrendorf mulai membangun suatu teori konflik masyarakat.
Dahrendorf mulai dengan dan sengaja dipengaruhi oleh, fungsionalisme struktural*. Dia mencatat bahwa bagi sang fungsionalis, sistem sosial dipersatukan oleh kolaborasi sukarela atau konsensus umum atau keduanya. Akan tetapi, bagi teoretisi konflik* (atau paksaan), masyarakat dipersatukan oleh “pembatasan yang dipaksakan”; dengan demikian, beberapa posisi di masyarakat merupakan kekuasaan dan otoritas yang didelegasikan kepada orang lain. Fakta kehidupan sosial tersebut membawa Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa distribusi otoritas yang diferensial “selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik sosial sistematik” (1959: 165).
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Download
Baca Juga
1. Ralf Dahrendorf. Biografi
2. Ralf Dahrendorf. Strukturalisme Konflik
3. Ralf Dahrendorf. Kelompok, Konflik, dan Perubahan
4. Ralf Dahrendorf. Otoritas
5. Ralf Dahrendorf. Teori Konflik Sosial
6. Bentuk-Bentuk Konflik Sosial Menurut Para Sosiolog
Belum ada Komentar untuk "Ralf Dahrendorf. Perihal Karya-Karyanya"
Posting Komentar