Masalah Ekonomi Yang Dihadapi Pemerintah Negara Berkembang

Sesudah memahami perbedaan analisa antara ekonomi mikro dan ekonomi makro, sekarang kita akan mencoba menemukan korelasi yang positif dari masalah-masalah yang dihadapi pemerintah di bidang ekononii. Hal ini penting mengingat fungsi analisa ekonomi, baik mikro maupun makro, ialah menuntaskan banyak sekali permasalahan ekonomi yang muncul.

Masalah yang dihadapi pemerintah tentunya sangat pelik dan komplek. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia setiap harinya harus memilih berapa banyak jumlah uang yang perlu dikeluarkan guna menggerakkan perekonomian Negara. 

Begitu pula dengan Direktorat Jenderal Pajak yang harus bekerja keras untuk meningkatkan pemasukan pajak guna pembiayaan pembangunan, serta banyak sekali instansi lain yang juga harus memainkan kiprahnya dengan baik biar roda perekonomian bangsa bisa terus berputar. Dalam lingkup yang lebih luas sanggup dikatakan bahwa seluruh masyarakat negara beserta pemerintah menghadapi persoalan ekonomi.

Pertanyaannya kini, sebagai sebuah negara berkembang, apakah masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara menyerupai Indonesia sama dengan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara maju? Menurut Michael P. Todaro, seorang profesor ilmu ekonomi di New York University, dalam bukunya yang berjudul Economic Developments, ada tujuh (7) persoalan utama yang dihadapi oleh negara-negara tersebut. Ketujuh persoalan itu ialah sebagai diberikut. 

  • Standar Hidup yang Rendah
Pada hampir tiruana negara berkembang, standar hidup (levels of sebagian besar penduduknya sangat rendah. Sebutan rendah itu bukan spesialuntuk dalam pengertian global, yakni apabila dibanding-kan dengan standar hidup orang-orang di negara kaya, namun juga di dalam pengertian domestik, yakni bila dibandingkan dengan gaya hidup golongan elit di negara mereka sendiri. 

Standar hidup yang rendah tersebut diwujudkan dalam bentuk jumlah pendapatan yang rendah, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka ajal bayi yang tinggi, impian hidup yang sangat singkat, dan peluang mendapat pekerjaan yang sangat rendah. 

  • Pendapatan Nasional per Kapita.
Total pendapatan atau produk nasional bruto (GNP-Gross National Products) per kapita ialah konsep yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara. Konsep GNP itu sendiri ialah indikator atas besar-kecilnya acara perekonomian secara keseluruhan. 

GNP ialah nilai moneter (dalam satuan uang) atas segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki oleh penduduk suatu negara. Seperti yang sanggup kalian lihat dalam Peraga 6.2, Indonesia menempati posisi terendah dibandingkan beberapa negara lain. 

  • Tingkat Pertumbuhan Relatif
Pendapatan Nasional dan Pendapatan per Kapitaa Di samping tingkat pertumbuhan pendapatan per kapitanya yang begitu rendah, pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) di banyak negara-negara berkembang (atau yang lebih dikenal dengan istilah negara-negara Dunia Ketiga)

lebih Pendah daripada yang dicapai oleh negara-negara maju. Negara-negara Dunia Ketiga ini pada umumnya mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam selama periode 1980-an. Selama dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, kesentidakboleh pendapatan (lncome gap) antara negara kaya dan negara miskin semakin melebar dalam klecepatan yang sangat tinggi. misal positif sanggup kita peroleh dengan membandingkan pertumbuhan pendapatan antara pendapatan orang kaya dengan orang miskin yang ada di dunia. 

Pada tahun 1960, bila kita banding-kan tingkat pendapatan 20 persen penduduk terkaya di dunia dengan 20 persen penduduk termiskin di dunia, kita akan mendapat rasio pendapatannya ialah 30:1. Ini berarti, pendapatan 20 persen orang terkaya 31 kali lipat dari pendapatan 20 persen orang termiskin di dunia. Tetapi bila kita ambil perbandingan yang sama di tahun 1991, kita akan mendapat rasio 61:1. 

  • Distribusi Pendapatan Nasional.
Terus melebarnya kesentidakboleh tingkat pendapatan per kapita antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin bukanlah ialah satu-satunya wujud inelebarnya perbedaan ekonami antara kelompok negara-negara kaya dan miskin. Hal penting yang harus diketahui ialah bahwa tingkat pendapatan dan tiruana negara memang tidak sama. 

Sampai batas tertentu, selalu terdapat kesentidakboleh pendapatan (income inequality) antara orang kaya dan miskin di tiruana negara, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang niscaya terdapat perbedaan atau kesentidakboleh pendapatan. Hanya saja, ketimpangan di negara-negara berkembang ternyata jauh lebih parah atau lebih besar daripada yang , ada di negara-negara maju. 

Sumber pendapatan negara banyak berada pada golongan kaya yang berjumlah sedikit. Sebaliknya, sebagian besar masyarakat negara berkembang yang kebanyakan ialah masyarakat miskin, spesialuntuk menikmati porsi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan golongan kaya tadi. 

  • Tingkat Kemiskinan.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tengantung pada dua faktor utama, yakni tingkat (1) pendapatan nasional rata-rata, dan (2) lebar sempitnya kesentidakboleh dalam pinjaman pendapatan. terperinci bahwa setinggi apa pun tingkat pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama pinjaman pendapatan tidak merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut niscaya akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apa pun distribusi pendapatan di suatu negara, kalau tingkat pendapatan nasional rata-ratanya tidak mengalami perbikan, maka kemelaratan juga akan semakin luas. 

  • Kesehatan.
Selain harus membanting tulang untuk mendapat penghasilan yang tidak seberapa, banyak penduduk di negara-negara Dunia Ketiga yang masih harus berjuang melawan belum sempurnanya gizi dan hama penyakit. Tidak sedikit yang kemudian terpaksa menyerah, mati lantaran penyakit atau malnutrisi (belum sempurnanya gizi). 

Meskipun kondisi kesehatan di banyak negara berkembang sudah mengalami perbaikan berarti semenjak tahun 1960, namiln pada kenyataannya, pada tahun 1998 rata-rata usia impian hidup di negara-negara yang paling kurang pintar di dunia spesialuntuk mencapai 48 tahun; bandingkan dengan usia 63 tahun di negara-negara Dunia Ketiga lainnya, dan usia 75 tahun di negara-negara maju. 

Tingkat ajal bayi (infant mortality rates), yakni jumlah anak yang mati sebelum berusia 1 tahun untuk setiap 1000 kelahiran, di negara-negara yang paling kurang pintar rata-rata mencapai 96; sementara ‘di banyak negara berkembang lainnya mencapai 64, dan 8 di negara-negara maju. 

Pada pertengahan tahun 1970-aen, lebih dari satu milyar penduduk atau hampir 50 persen penduduk negara-negara Dunia Ketiga (tidak termasuk Cina) menderita belum sempurnanya gizi. Sepertiga dari jumlah tersebut terdiri dan bawah umur berusia di bawah dua tahun.4Mereka ialah penduduk dari negara-negara termiskin dengan tingkat pendapatan yang paling rendah. 

Pada masa 1990-an keadaan ini bahkan terus memburuk, terutama di daerah Afrika subSahara. Para penduduk di daerah ini bahkan sering tidak mempunyai sesuatu sekedar untuk mengganjal perut. Wabah kelaparan sudah melanda Afrika sampai berlarut-larut. 

Di Asia dan Afrika, lebih dari 60 persen penduduknya tidak bisa memenuhi kebutuhan kalori minimum yang diharapkan untuk hidup sehat. Diperkirakan bahwa belum sempurnanya kalori tersebut bahwasanya bisa ditutup spesialuntuk dengan 2 persen total produksi padi-padian dunia. 

Hal ini berperihalan dengan pendapat umum yang menyata-kan bahwa belum sempurnanya gizi diakibatkan oleh terbatasnya produksi materi pangan dunia. Jadi, bahwasanya yang menjadi prenyebab timbulnya kelaparan dan belum sempurnanya gizi bukanlah keterbatasan produksi materi pangan, melainkan ketimpangan penyaluran materi pangan sedunia. 

Secara umum sanggup dikatakan bahwa persoalan belum sempurnanya gizi dan buruknya kondisi kesehatan di negara-negara berkembang lebih disebabkan oleh kemiskinan, dan bukannya oleh kelangkaan produksi makanan, walaupun kedua faktor tersebut secara tidak pribadi berkaitan. 

 Sesudah memahami perbedaan analisa antara ekonomi mikro dan ekonomi makro Masalah Ekonomi Yang Dihadapi Pemerintah Negara Berkembang

  • Pendidikan.
Di sebagian besar negara-negara Dunia Ketiga, penyediaan kemudahan pendidikan dasar menjadi prioritas utama. Namun demikian, anggaran pengeluaran pemerintah masih belum sepenuhnya diprioritaskan pada sektor ini. 

Walaupun jumlah penduduk usia sekolah yang sudah menikmati pendidikan sudah banyak meningkat, namun tingkat buta karakter masih sangat tinggi, apalagi kalau dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Sebagai contoh, di antara negara-negara yang paling terbelakang, tingkat melek karakter (kebalikan dari tingkat buta huruf) rata-rata spesialuntuk mencapai 45 persen dari jumlah penduduk. 

Ini berarti tingkat buta hurufnya masih berkisar 55 persen. Untuk negara-negara Dunia Ketiga lainnya yang relatif sudah berkembang, tingkat melek hurufnya 64 persen. Sementara angka untuk negara-negara maju sudah mencapai 99 persen. 

Dewasa ini, di banyak sekali penjuru negara-negara Dunia Ketiga, diperkirakan lebih dari 300 juta bawah umur terpaksa keluar (dropped out) dari kursi sekolah dasar dan menengah, lantaran banyak sekali alasan. Selain itu, sekitar 842 juta penduduk negara-negara Dunia Ketiga berusia pintar balig cukup akal masih buta huruf, dan 60 persen di antaranya ialah wanita. 

Hal lain yang patut dicatat ialah materi-materi pendidikan yang didiberikan kepada bawah umur itu pun acapkali kurang bekerjasama dengan kebutuhan pembangunan nasional.



Daftar Pustaka: PT. Phibeta Aneka Gama

Belum ada Komentar untuk "Masalah Ekonomi Yang Dihadapi Pemerintah Negara Berkembang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel