Martin Seligman. Psikologi Positif
Perang Dunia II menjadikan kesedihan mendalam bagi seluruh penduduk dunia. Pascaperang, banyak sekali penyakit mental menyerupai depresi, stres, dan stress berat merebak. Hal ini menuntut para psikolog untuk fokus pada penyembuhan penyakit mental. Hanya saja, lantaran terlalu fokus pada upaya penyembuhan, para psikolog melupakan tujuan ilmu psikologi lainnya, yaitu mengidentifikasi dan berbagi potensi insan supaya hidupnya produktif serta bermakna.
Pada dasarnya, insan bukan hanya ingin sembuh dari penyakit-penyakit mental, tetapi juga selalu ingin mengeksplorasi potensi-potensinya untuk berubah menjadi individu sempurna. Pemikiran inilah yang mendasari Seligman untuk mencetuskan psikologi positif.
Gagasan Seligman muncul tatkala ia sedang berkebun dengan anaknya. Sebenarnya, gagasan itu telah disebutkan di dalam buku Abraham Maslow* berjudul Motivation and Personality (1945). Namun, Seligman berniat menjadikannya bangunan psikologi yang lebih kokoh. Maka, ia bersama anggota steering commitee American Psikological Association (APA), yaitu Mihaly Csikszentmihalyi, Ed Diener, Kathleen Hall Jamieson, Chris Peterson, serta George Vaillant berbagi psikologi positif. Secara resmi, psikologi positif diperkenalkan oleh Seligman pada 1998. Sebagai presiden APA, maka secara otomatis ia dinobatkan sebagai bapak psikologi positif.
Seligman menyatakan bahwa psikologi telah sukses dalam segi negatif daripada positif. Psikologi lebih banyak membahas penyakit mental serta kelemahan-kelemahan insan daripada potensi, kebaikan, serta pencapaian. Artinya, psikologi menyerupai telah membatasi hanya memakai setengah dari haknya untuk menilai. Sementara itu, setengah penggalan lagi telah diabaikan sekian lama. Oleh lantaran itu, Seligman tertarik untuk menjadikan psikologi positif mempunyai basis yang mapan sekaligus mencapai puncak momentum sebagai aliran gres dalam ilmu psikologi.
Seligman mengartikan psikologi positif sebagai studi ilmiah yang mempelajari kekuatan dan kebajikan sehingga memungkinkan individu atau komunitas sanggup berkembang dengan cepat. Psikologi positif melihat minat insan dalam mencari tahu hal-hal yang dikatakan “berhasil”, “benar”, dan “baik”. Dengan demikian, psikologi positif yakni studi ilmiah ihwal fungsi optimal insan yang bertujuan menemukan dan mempromosikan faktor-faktor pendorong individu dan masyarakat untuk maju dan berkembang.
1. Premis psikologi positif
Psikologi positif berangkat dari premis bahwa insan intinya happy (ceria). Dalam hal ini, kehadiran ilmu psikologi hanya sekedar untuk menguatkan perasaan positif tersebut. Pertanyaannya, bagaimana cara mengetahui seseorang itu optimis atau pesimis? Menurut Seligman, elemen optimisme sanggup ditebak dari cara seseorang menjelaskan kejadian—entah itu baik atau buruk—yang menimpa dirinya. Ia mengenal dua tipe penjelasan.
a. Permanence
Orang pesimis selalu menjelaskan insiden jelek yang menimpa dirinya sebagai sesuatu yang permanen. Misalnya, seseorang berkata, “Saya selalu tidak berhasil menjadi entrepreneur”, atau “Saya tidak pernah lulus ujian”. Kata “selalu” atau “tidak pernah” merupakan sesuatu yang permanen. Orang pesimis cenderung suka memakai kalimat semacam itu, baik secara terbuka maupun di dalam hati.
Sebaliknya, orang optimis akan memandang insiden jelek yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat temporer atau sementara. Misalnya, seseorang berkata, “Ilmu psikologi memang sulit, tetapi bukan mustahil bagiku untuk menguasainya”, atau “Saya tidak berhasil dalam bisnis, tetapi itu lebih disebabkan kesalahan saya salah dalam menentukan lokasi toko”. Contoh kalimat bersifat temporer semacam ini menciptakan seseorang bisa melihat insiden jelek sebagai sesuatu yang bersifat sementara—bukan permanen—sekaligus sanggup dihindari di masa mendatang.
b. Pervasiveness
Orang pesimis cenderung menunjukkan klarifikasi yang menggeneralisasi (pervasive) atas insiden jelek di sekelilingnya. Misalnya, seseorang berkata, “semua peraturan di perusahaan ini tidak fair”, atau “Semua buku motivasi itu hanya berisi sampah”. Meskipun kesalahan yang ia temui hanya ada di suatu waktu atau disebabkan oleh satu orang, ia eksklusif menggeneralisasi terjadi di setiap waktu dan lantaran andil semua orang.
Sebaliknya, orang optimis akan menunjukkan klarifikasi bernada spesifik (tidak general). Misalnya, seseorang berkata, “Ada peraturan dalam hal uang lembur yang kurang pas”, atau “Buku motivasi yang sedang saya baca ini isinya tidak bagus”. Penjelasan yang bersifat spesifik menciptakan seseorang sanggup melihat bahwa bekerjsama tidak semua dimensi di dalam suatu insiden itu merugikan. Sebab, niscaya ada celah positif di balik bermacam-macam dimensi lainnya.
2. Tingkatan psikologi positif
Tingkatan psikologi positif sanggup dibagi menjadi tiga.
a. Pada tingkatan subjektif, psikologi positif melihat subjektivitas atau emosi positif, menyerupai kebahagiaan, kepuasan, sukacita, relaksasi, dan keintiman cinta. Tingkatan subjektif juga meliputi bangunan pikiran ihwal diri dan masa depan, menyerupai optimisme dan impian yang dibangkitkan oleh energi perasaan, vitalitas, serta keyakinan.
b. Pada tingkatan individu, psikologi positif fokus pada ciri-ciri kebaikan individu yang terlihat setiap waktu, menyerupai keberanian, ketekunan, kejujuran, serta kebijaksanaan. Hal ini juga meliputi kemampuan untuk berbagi estetika sensibilitas, potensi kreatif, serta dorongan untuk mengejar keunggulan. Artinya, pada tingkat individu, psikologi positif berkaitan dengan kekuatan karakter.
c. Pada tingkatan kelompok atau masyarakat, psikologi positif memusatkan perhatian pada pembangunan, pembuatan dan pemeliharaan forum positif, pembangunan nilai-nilai sipil, serta penciptaan keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat yang sehat. Psikologi positif dalam tingkat ini melihat bagaimana lembaga-lembaga sanggup bekerja secara lebih baik untuk mendukung dan memelihara sisi-sisi positif semua warga negara.
3. Keutamaan dan kekuatan manusia
Menurut Seligman, insan intinya mempunyai enam kelompok keutamaan dan kekuatan.
a. Kebijaksanaan (pengetahuan)
Kebijaksanaan ialah penerapan fungsi kognitif insan yang melibatkan rasa ingin tahu, menyayangi pembelajaran, sikap kritis, terbuka, orisinal, kecerdasan secara praktis, serta kemampuan memahami perspektif berbeda serta mensinergikannya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
b. Keprajuritan
Keprajuritan yakni keinginan berpengaruh untuk mencapai tujuan hidup. Hal ini meliputi keberanian, ketabahan, kegigihan, integritas, kejujuran, serta sikap apa adanya.
c. Kemanusiaan (cinta)
Kemanusiaan berafiliasi dengan kemampuan interpersonal dan juga friendship (pertemanan). Hal-hal yang meliputi kemanusiaan, di antaranya kebaikan, kemurahan hati, sikap bersedia membantu, mau dicintai, serta bersedia mencintai.
d. Keadilan
Keadilan berafiliasi dengan hidup secara sehat di dalam masyarakat. Hal ini meliputi kepemilikan identitas kewarganegaraan, pengabdian tinggi, loyalitas, fairness (kesetaraan dalam memperlakukan orang lain), serta leadership (mempunyai jiwa kepemimpinan).
e. Pengelolaan diri
Pengendalian diri yakni perlindungan dari kemungkinan jelek tanggapan sikap diri sendiri. Hal ini antara lain meliputi kontrol diri, kehati-hatian, sifat rendah hati, serta pengampunan.
f. Transendensi
Transendensi ialah kemampuan menjalin kekerabatan dengan alam dan lingkungan. Hal ini meliputi penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, rasa syukur, optimisme, berorientasi ke depan, spiritualitas, kesatuan dengan alam bawah sadar, sifat pemaaf, menikmati hidup, serta bersemangat menyongsong masa depan.
4. Jalan kebahagiaan
Tujuan utama psikologi positif yakni pencapaian kebahagiaan. Adapun caranya ialah memahami tiga konsep utama kebahagiaan, kemudian memaksimalkan di dalam kehidupan. Pertama, bisa memahami dan memaknai setiap tindakan yang dilakukan. Kedua, mengetahui kekuatan-kekuatan potensial yang dimiliki diri sendiri. Ketiga, memakai kekuatan potensial tersebut untuk hal-hal yang positif serta membantu orang lain.
Dari konsep tersebut, Seligman kemudian menjelaskan tiga cara untuk mencapai kebahagiaan sebagai berikut.
a. Have a pleasant life and life of enjoyment
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai hidup yang menyenangkan (have a pleasant life) dan penuh kegembiraan (life of enjoyment). Namun demikian, seseorang harus berhati-hati dengan jebakan hedonic treadmill (semakin mencari kenikmatan maka ia akan sulit merasa puas) serta habituation (kebosanan lantaran terus melaksanakan hal yang sama). Bagaimanapun juga, cara ini bisa sangat membahagiakan apabila diterapkan pada dosis yang tepat.
b. Have a good life and life engagement
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai kehidupan yang baik (have a good life) dan hidup dalam kekhusyukan kegiatan. Dalam istilah Aristoteles*, hal ini disebut eudaimonia. Adapun maksud eudaimonia ialah terlibat intim dalam pekerjaan, hubungan, dan acara yang menciptakan seseorang mengalami hidup mengalir seperti tidak mencicipi apa pun lantaran sangat khusyuk.
Ciri-ciri orang yang hidupnya berada dalam kondisi mengalir yakni sebagai berikut.
1) Terlibat sepenuhnya pada sesuatu yang ia lakukan (fokus, konsentrasi, khusyuk)
2) Merasakan a sense of ecstasy (kondisi menyerupai berada di luar realitas sehari-hari)
3) Memiliki kejernihan luar biasa (benar-benar memahami hal yang harus dikerjakan serta cara mengerjakannya)
4) Menyadari bahwa tantangan pekerjaan yang sedang ia hadapi benar-benar sanggup diatasi (keahlian yang ia miliki dirasa cukup memadai untuk mengerjakan kiprah tersebut)
5) Merasakan kedamaian hati (tidak diliputi kekhawatiran dan mencicipi sedang tumbuh melampaui egonya)
6) Terserap oleh waktu (waktu seperti berlalu tanpa terasa), serta
7) Motivasi intrinsik (merasakan bahwa melaksanakan pekerjaan yakni sebuah hadiah yang cukup berharga)
c. Have a meaningful life and life of contribution
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai semangat melayani orang lain sehingga hidupnya terasa penuh arti (have a meaningful life). Ia juga harus berusaha untuk mempunyai bantuan terhadap kehidupan (life of contribution). Hal ini sanggup diraih hanya jikalau seseorang menjadi penggalan dari organisasi atau kelompok tertentu. Ia harus merasa bahwa kehidupan mempunyai makna yang amat tinggi dengan membantu orang lain daripada hidup untuk diri sendiri.
5. Metode terapi
a. Assessment
Ada dua tipe evaluasi (assessment) yang dipakai oleh psikolog positif.
1) Human behavior
Yaitu mengukur kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu. Misalnya, apa saja kebiasaan si A sehingga ia mengalami stress berat dan tidak pernah bisa beranjak dari perasaan tersebut. Terapi ini sanggup dilakukan dengan mengacu pada premis psikologi positif menyerupai yang telah dipaparkan di atas.
2) Experiences
Tipe evaluasi sanggup dilakukan dengan cara-cara berikut.
a) Mengukur kekuatan potensial individu
b) Mengetahui proses kesehatan, serta
c) Mengetahui cara pemenuhan kebutuhan serta hal-hal yang memengaruhi proses serta keterbukaan individu terhadap dunia luar
b. Teknik
Teknik terapi yang dipakai yakni sebagai berikut.
1) Menyadarkan klien akan kualitas-kualitas potensial yang dimilikinya sehingga ia sanggup memanfaatkannya secara positif menuju kebahagiaan hidup.
2) Menyadarkan klien bahwa hidup ini sangat bermakna
3) Menyadarkan klien bahwa jalan kebahagiaan yakni dengan menunjukkan sumbangan kepada orang lain
4) Menggunakan model terapi Albert Ellis* sehingga diperoleh pemahaman klien mengenai kesalahannya
c. Peran terapis
Untuk terapi psikologi positif, terapis berperan sebagai motivator dalam memacu klien menggali potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Selain itu, terapis juga berperan sebagai pendamping klien dalam memandang dan memahami potensi tersebut. Dengan demikian, segala potensi dirinya sanggup dimanfaatkan untuk tindakan positif dan mencapai kebahagiaan hidup.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
Martin Seligman. Biografi Psikolog
Gagasan Seligman muncul tatkala ia sedang berkebun dengan anaknya. Sebenarnya, gagasan itu telah disebutkan di dalam buku Abraham Maslow* berjudul Motivation and Personality (1945). Namun, Seligman berniat menjadikannya bangunan psikologi yang lebih kokoh. Maka, ia bersama anggota steering commitee American Psikological Association (APA), yaitu Mihaly Csikszentmihalyi, Ed Diener, Kathleen Hall Jamieson, Chris Peterson, serta George Vaillant berbagi psikologi positif. Secara resmi, psikologi positif diperkenalkan oleh Seligman pada 1998. Sebagai presiden APA, maka secara otomatis ia dinobatkan sebagai bapak psikologi positif.
Seligman menyatakan bahwa psikologi telah sukses dalam segi negatif daripada positif. Psikologi lebih banyak membahas penyakit mental serta kelemahan-kelemahan insan daripada potensi, kebaikan, serta pencapaian. Artinya, psikologi menyerupai telah membatasi hanya memakai setengah dari haknya untuk menilai. Sementara itu, setengah penggalan lagi telah diabaikan sekian lama. Oleh lantaran itu, Seligman tertarik untuk menjadikan psikologi positif mempunyai basis yang mapan sekaligus mencapai puncak momentum sebagai aliran gres dalam ilmu psikologi.
Seligman mengartikan psikologi positif sebagai studi ilmiah yang mempelajari kekuatan dan kebajikan sehingga memungkinkan individu atau komunitas sanggup berkembang dengan cepat. Psikologi positif melihat minat insan dalam mencari tahu hal-hal yang dikatakan “berhasil”, “benar”, dan “baik”. Dengan demikian, psikologi positif yakni studi ilmiah ihwal fungsi optimal insan yang bertujuan menemukan dan mempromosikan faktor-faktor pendorong individu dan masyarakat untuk maju dan berkembang.
1. Premis psikologi positif
Psikologi positif berangkat dari premis bahwa insan intinya happy (ceria). Dalam hal ini, kehadiran ilmu psikologi hanya sekedar untuk menguatkan perasaan positif tersebut. Pertanyaannya, bagaimana cara mengetahui seseorang itu optimis atau pesimis? Menurut Seligman, elemen optimisme sanggup ditebak dari cara seseorang menjelaskan kejadian—entah itu baik atau buruk—yang menimpa dirinya. Ia mengenal dua tipe penjelasan.
a. Permanence
Orang pesimis selalu menjelaskan insiden jelek yang menimpa dirinya sebagai sesuatu yang permanen. Misalnya, seseorang berkata, “Saya selalu tidak berhasil menjadi entrepreneur”, atau “Saya tidak pernah lulus ujian”. Kata “selalu” atau “tidak pernah” merupakan sesuatu yang permanen. Orang pesimis cenderung suka memakai kalimat semacam itu, baik secara terbuka maupun di dalam hati.
Sebaliknya, orang optimis akan memandang insiden jelek yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat temporer atau sementara. Misalnya, seseorang berkata, “Ilmu psikologi memang sulit, tetapi bukan mustahil bagiku untuk menguasainya”, atau “Saya tidak berhasil dalam bisnis, tetapi itu lebih disebabkan kesalahan saya salah dalam menentukan lokasi toko”. Contoh kalimat bersifat temporer semacam ini menciptakan seseorang bisa melihat insiden jelek sebagai sesuatu yang bersifat sementara—bukan permanen—sekaligus sanggup dihindari di masa mendatang.
b. Pervasiveness
Orang pesimis cenderung menunjukkan klarifikasi yang menggeneralisasi (pervasive) atas insiden jelek di sekelilingnya. Misalnya, seseorang berkata, “semua peraturan di perusahaan ini tidak fair”, atau “Semua buku motivasi itu hanya berisi sampah”. Meskipun kesalahan yang ia temui hanya ada di suatu waktu atau disebabkan oleh satu orang, ia eksklusif menggeneralisasi terjadi di setiap waktu dan lantaran andil semua orang.
Sebaliknya, orang optimis akan menunjukkan klarifikasi bernada spesifik (tidak general). Misalnya, seseorang berkata, “Ada peraturan dalam hal uang lembur yang kurang pas”, atau “Buku motivasi yang sedang saya baca ini isinya tidak bagus”. Penjelasan yang bersifat spesifik menciptakan seseorang sanggup melihat bahwa bekerjsama tidak semua dimensi di dalam suatu insiden itu merugikan. Sebab, niscaya ada celah positif di balik bermacam-macam dimensi lainnya.
2. Tingkatan psikologi positif
Tingkatan psikologi positif sanggup dibagi menjadi tiga.
a. Pada tingkatan subjektif, psikologi positif melihat subjektivitas atau emosi positif, menyerupai kebahagiaan, kepuasan, sukacita, relaksasi, dan keintiman cinta. Tingkatan subjektif juga meliputi bangunan pikiran ihwal diri dan masa depan, menyerupai optimisme dan impian yang dibangkitkan oleh energi perasaan, vitalitas, serta keyakinan.
b. Pada tingkatan individu, psikologi positif fokus pada ciri-ciri kebaikan individu yang terlihat setiap waktu, menyerupai keberanian, ketekunan, kejujuran, serta kebijaksanaan. Hal ini juga meliputi kemampuan untuk berbagi estetika sensibilitas, potensi kreatif, serta dorongan untuk mengejar keunggulan. Artinya, pada tingkat individu, psikologi positif berkaitan dengan kekuatan karakter.
c. Pada tingkatan kelompok atau masyarakat, psikologi positif memusatkan perhatian pada pembangunan, pembuatan dan pemeliharaan forum positif, pembangunan nilai-nilai sipil, serta penciptaan keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat yang sehat. Psikologi positif dalam tingkat ini melihat bagaimana lembaga-lembaga sanggup bekerja secara lebih baik untuk mendukung dan memelihara sisi-sisi positif semua warga negara.
3. Keutamaan dan kekuatan manusia
Menurut Seligman, insan intinya mempunyai enam kelompok keutamaan dan kekuatan.
a. Kebijaksanaan (pengetahuan)
Kebijaksanaan ialah penerapan fungsi kognitif insan yang melibatkan rasa ingin tahu, menyayangi pembelajaran, sikap kritis, terbuka, orisinal, kecerdasan secara praktis, serta kemampuan memahami perspektif berbeda serta mensinergikannya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
b. Keprajuritan
Keprajuritan yakni keinginan berpengaruh untuk mencapai tujuan hidup. Hal ini meliputi keberanian, ketabahan, kegigihan, integritas, kejujuran, serta sikap apa adanya.
c. Kemanusiaan (cinta)
Kemanusiaan berafiliasi dengan kemampuan interpersonal dan juga friendship (pertemanan). Hal-hal yang meliputi kemanusiaan, di antaranya kebaikan, kemurahan hati, sikap bersedia membantu, mau dicintai, serta bersedia mencintai.
d. Keadilan
Keadilan berafiliasi dengan hidup secara sehat di dalam masyarakat. Hal ini meliputi kepemilikan identitas kewarganegaraan, pengabdian tinggi, loyalitas, fairness (kesetaraan dalam memperlakukan orang lain), serta leadership (mempunyai jiwa kepemimpinan).
e. Pengelolaan diri
Pengendalian diri yakni perlindungan dari kemungkinan jelek tanggapan sikap diri sendiri. Hal ini antara lain meliputi kontrol diri, kehati-hatian, sifat rendah hati, serta pengampunan.
f. Transendensi
Transendensi ialah kemampuan menjalin kekerabatan dengan alam dan lingkungan. Hal ini meliputi penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, rasa syukur, optimisme, berorientasi ke depan, spiritualitas, kesatuan dengan alam bawah sadar, sifat pemaaf, menikmati hidup, serta bersemangat menyongsong masa depan.
4. Jalan kebahagiaan
Tujuan utama psikologi positif yakni pencapaian kebahagiaan. Adapun caranya ialah memahami tiga konsep utama kebahagiaan, kemudian memaksimalkan di dalam kehidupan. Pertama, bisa memahami dan memaknai setiap tindakan yang dilakukan. Kedua, mengetahui kekuatan-kekuatan potensial yang dimiliki diri sendiri. Ketiga, memakai kekuatan potensial tersebut untuk hal-hal yang positif serta membantu orang lain.
Dari konsep tersebut, Seligman kemudian menjelaskan tiga cara untuk mencapai kebahagiaan sebagai berikut.
a. Have a pleasant life and life of enjoyment
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai hidup yang menyenangkan (have a pleasant life) dan penuh kegembiraan (life of enjoyment). Namun demikian, seseorang harus berhati-hati dengan jebakan hedonic treadmill (semakin mencari kenikmatan maka ia akan sulit merasa puas) serta habituation (kebosanan lantaran terus melaksanakan hal yang sama). Bagaimanapun juga, cara ini bisa sangat membahagiakan apabila diterapkan pada dosis yang tepat.
b. Have a good life and life engagement
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai kehidupan yang baik (have a good life) dan hidup dalam kekhusyukan kegiatan. Dalam istilah Aristoteles*, hal ini disebut eudaimonia. Adapun maksud eudaimonia ialah terlibat intim dalam pekerjaan, hubungan, dan acara yang menciptakan seseorang mengalami hidup mengalir seperti tidak mencicipi apa pun lantaran sangat khusyuk.
Ciri-ciri orang yang hidupnya berada dalam kondisi mengalir yakni sebagai berikut.
1) Terlibat sepenuhnya pada sesuatu yang ia lakukan (fokus, konsentrasi, khusyuk)
2) Merasakan a sense of ecstasy (kondisi menyerupai berada di luar realitas sehari-hari)
3) Memiliki kejernihan luar biasa (benar-benar memahami hal yang harus dikerjakan serta cara mengerjakannya)
4) Menyadari bahwa tantangan pekerjaan yang sedang ia hadapi benar-benar sanggup diatasi (keahlian yang ia miliki dirasa cukup memadai untuk mengerjakan kiprah tersebut)
5) Merasakan kedamaian hati (tidak diliputi kekhawatiran dan mencicipi sedang tumbuh melampaui egonya)
6) Terserap oleh waktu (waktu seperti berlalu tanpa terasa), serta
7) Motivasi intrinsik (merasakan bahwa melaksanakan pekerjaan yakni sebuah hadiah yang cukup berharga)
c. Have a meaningful life and life of contribution
Untuk bahagia, seseorang harus mempunyai semangat melayani orang lain sehingga hidupnya terasa penuh arti (have a meaningful life). Ia juga harus berusaha untuk mempunyai bantuan terhadap kehidupan (life of contribution). Hal ini sanggup diraih hanya jikalau seseorang menjadi penggalan dari organisasi atau kelompok tertentu. Ia harus merasa bahwa kehidupan mempunyai makna yang amat tinggi dengan membantu orang lain daripada hidup untuk diri sendiri.
5. Metode terapi
a. Assessment
Ada dua tipe evaluasi (assessment) yang dipakai oleh psikolog positif.
1) Human behavior
Yaitu mengukur kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu. Misalnya, apa saja kebiasaan si A sehingga ia mengalami stress berat dan tidak pernah bisa beranjak dari perasaan tersebut. Terapi ini sanggup dilakukan dengan mengacu pada premis psikologi positif menyerupai yang telah dipaparkan di atas.
2) Experiences
Tipe evaluasi sanggup dilakukan dengan cara-cara berikut.
a) Mengukur kekuatan potensial individu
b) Mengetahui proses kesehatan, serta
c) Mengetahui cara pemenuhan kebutuhan serta hal-hal yang memengaruhi proses serta keterbukaan individu terhadap dunia luar
b. Teknik
Teknik terapi yang dipakai yakni sebagai berikut.
1) Menyadarkan klien akan kualitas-kualitas potensial yang dimilikinya sehingga ia sanggup memanfaatkannya secara positif menuju kebahagiaan hidup.
2) Menyadarkan klien bahwa hidup ini sangat bermakna
3) Menyadarkan klien bahwa jalan kebahagiaan yakni dengan menunjukkan sumbangan kepada orang lain
4) Menggunakan model terapi Albert Ellis* sehingga diperoleh pemahaman klien mengenai kesalahannya
c. Peran terapis
Untuk terapi psikologi positif, terapis berperan sebagai motivator dalam memacu klien menggali potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Selain itu, terapis juga berperan sebagai pendamping klien dalam memandang dan memahami potensi tersebut. Dengan demikian, segala potensi dirinya sanggup dimanfaatkan untuk tindakan positif dan mencapai kebahagiaan hidup.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
Martin Seligman. Biografi Psikolog
Belum ada Komentar untuk "Martin Seligman. Psikologi Positif"
Posting Komentar