Makalah Pengertian Maqasid Syariyah (Ushul Fiqh)



A.    Pendahuluan


 Islam ialah pedoman yang sumbernya dari Tuhan,shalih likulli zaman wa makan, sebab memang sifat dan watak pedoman Islam yang relevan dan realistis sepanjang sejarah peradaban dunia, kebenaran Islam sebagai sebuah aturan universal yang bisa digunakan kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja mulai dibukanya lembaran awal kehidupan, hingga pada episode simpulan dari perjalanan panjang kehidupan ini. Hukum islam dibentuk untuk mencapai kemaslahatan manusia,tak terkecuali aturan islam yang diyakini bersumber dari Al-quran,hadist ataupun imam-imam mazhab(fiqh).Semua hukum, baik yang berbentuk perintah maupun yang berbentuk larangan, yang terkandung dalam teks-teks syariat bukanlah sesuatu yang hampa tak bermakna. Akan tetapi semua itu memiliki maksud dan tujuan, dimana Tuhan memberikan perintah dan larangan tertentu atas maksud dan tujuan tersebut.Oleh para ulama hal tersebut mereka istilahkan dengan Maqashid al-syariah. Mungkin bila kita berbicara ihwal Maqashid Syariah, secara otomatis pikiran kita akan tertuju kepada seorang al-Syatibi. Yang di anggap sebagai peletak dasar konsep Maqashid Syariah. Namun bahwasanya banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama,salah satu yang di anggap sebagai orang pertama yang berbicara ihwal Maqashid ialah Abu Abdillah Muhammad bin ali yang popular dengan panggilan al-Turmudzi al- Hakim,Meskipun demikian dalam makalah ini tidak begitu mempersoalkan pada permasalahan tersebut dan lebih menitik beratkan pada urgensi dari Maqashid syariah itu sendiri.









B.     Substansi Kajian

1. .Pengertian
Maqashid Syariah Secara etimologi maqashid al-syari`ah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan al-syari`ah. Maqashid bentuk plural dari مقصد,قصد,مقصد, atau قصود yang merupakan derivasi dari kata kerja qashada yaqshudu dengan bermacam-macam makna ibarat menuju arah,tujuan,tengah-tengah,adil dan tidak melampaui batas.Makna tersebut sanggup dijumpai dalam penggunaan kata qashada dan derivasinya dalam Al-quran.Sementara syari’ah secara etimologi bermakna المواضعتحدراليالماء artinya Jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air sanggup juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan[1]. Sedangkan syariah berdasarkan terminology ialah jalan yang ditetapkan Tuhan yang menciptakan insan harus mengarahkan kehidupannya untuk mewujudkan kehendak Tuhan biar hidupnya senang di dunia dan akhirat.Sedangkan berdasarkan Manna al-Qathan yang dimaksud dengan syariah ialah segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hambanya baik yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Jadi, dari defenisi di atas, sanggup disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid al-syari`ah ialah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia.[2] Dalam kehidupan sahari-hari saat ulama menyebutkan kata syai’ah, kita bisa melihat bahwa kata tersebut mengangdung dua arti: Pertama: seluruh agama yang menyangkut aqidah, ibadah, adab, hukum, adab dan mu’amalah. Dengan kata lain syari’at menyangkut ushul dan furuq, aqidah dan amal, serta teori dan aplikasi. Ia meliputi seluruh sisi keimanan dan akidah-Tuhan, Nabi dan Sam’iyat dan sebagaimana ia pun meliputi sisi lain sepeti ibadah, mu’amalah, dan adab yang dibawa oleh islam serta dirangkum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk kemudian dijelaskan oleh ulama aqidah, fiqih dan akhlak. Kedua, sisi aturan amal di dalam agama. Seperti ibadah dan mu’amalah yang meliputi hubungan dan ibadah kepada Allah SWT. Serta, meliputi juga urusan keluarga (al-Ahwal asy-Syahsyiyah), masyarakat, umat, negara, aturan dan hubungan luar negeri.[3]



2. Pengertian maqashid syari’ah berdasarkan para Ulama Islam
 1) Sayf al-Din Abu al-Hasan Ali bin Abi bin Muhammad al-Amidi Mendefinisikan maqashid syari’ah tujuan syariah yang mendatangkan kemaslahatan atau menolak kemafsadatan atau kombinasi keduanya.Definisi ini sangat umum,konsepsional dan abnormal sehingga belum bias dibayangkan bagaimana cara menentukannya.
 2) Yusuf al-Qaradhawi Maqashid al-syari’ah ialah tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh nash dari segala perintah,larangan,kebolehan dan yang ingin direalisasikan oleh hokum-hukum juz’iyah dalam kehidupan orang-orang mukallaf,baik secara personal,keluarga,kelompok dan umat secara keseluruhan.
3) Al-‘iz bin ‘Abd al-Salam Maqashid al-syari’ah ialah mendatangkan manfaat dan menolah mafsadat.Barang siapa yang berpandangan ibarat itu ihwal definisi Maqashid al-syari’ah maka dala dirinya terdapat keyakinan dan pengetahuan mendalam bahwa kemaslahatan dalam suatu permasalahan dihentikan disia-siakan sebagaimana kemafsadatan yang ada didalamnya juga dihentikan didekati walaupun dalam problem tersebut tidak ada ijma’,nash dan qiyas yang khusus.
 4) Thahir Ibn ‘Asyur Beliau beropini bahwa Maqashid al-syari’ah sabgai disiplin keilmuan yang mandiri.Semua hokum Syariah tentu mengandung maksud dari syari’,yaitu hikmah,kemaslahatan dan manfaaat dan bahwa tujuan umum syariah ialah menjaga keteraturan umat dan kelanggengan kemaslahatan hidup mereka. Ibn ‘Asyur lebih lanjut mendefinisikan Maqashid al-syari’ah sabagai berikut: Makna-makna dan hikmah-hikmah yang diperhatikandan dipelihara oleh syari’ dalam setiapbentuk penentuan hukumn-Nya.Hal ini tidak hanya berlaku pada jenis-jenis hokum tertentu sehingga masuklah dalam cakupannya segala sifat,tujuan umum dan makna syariah yang terkandung dalam hukum,serta masuk pula didalamnya makna-makna aturan yang tidak diperhatikan secara keseluruhan tetapi dijaga dalam banyak bentuk hukum. Definisi Ibn Asyur ini sudah mulai masuk pada wilayah yang lebih kongkret dan operasional.Sebagai penegasnya,beliau juga menyatakan bahwa Maqashid al-syari’ah bias saja bersifat umum yang meliputi keseluruhan al-syari’ah yang khusus ibarat Maqashid al-syari’ah yang khusus dalam bab-bab mu’amalah.Dalam konteks ini Maqashid al-syari’ah diartikan sebagai kondisi-kondisi yang dikehendaki oleh syara’ untuk mewujudkan kemanfaatan bagi kehidupan insan atau untuk menjaga kemaslahatan umum dengan menunjukkan ketentuan aturan dalam perbuatan-perbuatan mereka yang mengandung hikmah.
 5) Abu Ishak Asy-Syatibi[4]
Abu Ishak Asy-Syatibi ialah tokoh yang dikukuhkan sabagai pendiri ilmu maqashid al-syari`ah.Belisu menyatakan bahwa beban-beban syari’ah kembali pada penjagaan tujuan-tujuannya pada makhluk. Istilah maqashid al-syari`ah yang tertuang dalam karyanya Muwaffaqat sebagaimana dalam ungkapannya adalah: هذهالشريعةوضعتلتحقيقمقاصدهالشارعقياممصالحفيالدينوالدنيامعا “Sesungguhnya syariat itu diturunkan untuk merealisasikan maksud Allah dalam mewujudkan kemashlahatan diniyah dan duniawiyah secara bersama-sama”.
Abu Ishak Asy-Syatibi membagi maqashid al-syari`ah menjadi 3 tingkatan,yaitu:
a) Kebutuhan DharuriyatIalah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat insan baik di dunia maupun di akherat kelak.Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, kehormatan, keturunan serta harta.
b) Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder dimana bila tak terwujudkan tidak hingga mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu.
c) Kebutuhan Tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabuila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok diatas dan tida pula mengakibatkan kesulitan. Tingkat ini berupa kebutuhan pelengkap.
Menurut al-Syatibi hal-hal yang merupakan kepatutan berdasarkan adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak yummy dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.[5] Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan dalam mendefinisikan maqashid al-syari`ah,para ulama ushul setuju bahwa maqashid al-syari`ah ialah tujuan-tujuan simpulan yang harus terlaksana dengan diaplikasikannya syari’ah.Maqashid al-syari`ah ini bias jadi berupa maqashid al-syari`ah al-‘ammah yakni yang meliputi semua aspek al-syari`ah, maqashid al-syari`ah al-khashshah yang dikhusukan pada satu pecahan dari bab-bab syari’ah yang ada,separti maqashid al-syari`ah pada bidang ekonomi,hokum keluarga dan lain-lain,atau juga berupa maqashid al-syari`ahal-juz’iyah yang meliputi setiap hokum syara’ ibarat kewajiban sholat,diharamkan zina dan lain sebagainya. Sebagai tujuan simpulan syariah,maqashid al-syari`ah seharusnya menduduki posisi penting sebagai ukuran atau indikator benar tidaknya suatu ketentuan hukum.Dengan kata lain memilih aturan yang benar haruslah melalui pemahaman maqashid al-syari`ah yang baik.


Sumber-sumber Maqasid al-syariah
Didalam Al-Qur’an Allah swt.menyebutkan beberapa kata syari’at diantaranya sebagai mana yang terdapat dalam Surah Al-Jassiyah dan Asy-Syura:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (١٨)
Artinya:Kemudian Kami jadikan kau berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kau ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah 45 : 18)
 أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)
Artinya:Dia telah mensyari’atkan bagi kau ihwal agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa iaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kau berpecah belah tentangnya. (Asy-Syura 42: 13) Perkataan syari’at apabila disebut para ulama boleh terdiri kepada dua pengertian;
1. Seluruh agama yang meliputi akidah, ibadah, adab, akhlak, aturan dan mu’amalat
2. Sisi aturan amal di dalam agama
 Di dalam goresan pena ini, kami memlilih yang kita maksudkan syari’at ialah seluruh maksud Islam kerana iktikad ialah pokok, asas dan banggunan seluruh agama.
Dalam istilah para ulama, Maqashid Asy-Syari’ah adalah: tujuan yang menjadi sasaran nash dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga, jamaah dan umat. Boleh juga disebut dengan hikmah-hikmah yang menjadi tujuan ditetapkan hukum.Baik yang diharuskan ataupun tidak.Kerana dalam setiap aturan yang disyari’atkan oleh Allah untuk hambaNya niscaya terdapat hikmah.
 Contohnya di dalam pewarisan harta, syari’at Islam menunjukkan hak istimewa kepada anak wanita daripada anak lelaki kerana meskipun tidak perlu menanggung kewajipan ibarat yang ditanggung anak lelaki, anak wanita tetap diberikan harta waris. “Maksud-maksud syari’at bukanlah ‘illat (motif penetapan hukum) yang disebutkan oleh para hebat ushul fikih dalam pecahan qiyas dan didefinisikan edngan “sifat yang jelas, tetap, dan sesuai dengan hukum.”Illat tersebut sesuai dengan hukum, tetapi ia bukan maksud bagi aturan tersebut.” Sebagai contoh, ‘illat rukhsah saat safar baik dalam bentuk jama’-qashar atau berbuka saat shaum di bulan Ramadhan ialah safar, bukannya pesan yang tersirat yakni kesusahan yang dirasakan sewaktu bermusafir. Para hebat ushul fikih tidak menyatukan antara aturan dan pesan yang tersirat kerana pesan yang tersirat sulit untuk ditetapkan misalnya kalau kesusahan itu i’llat, mungkin ada orang yang menyampaikan saya tidak susah.















Kesimpulan

Secara bahasa Maqashid Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan Syari’ah.
 Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, Maqashid merupakan bentuk jama’ dari maqsud yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti menghendaki atau memaksudkan, Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan.
Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti المواضع تحدر الي الماء artinya Jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air sanggup juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan.
Maqhashid Al-syari’ah yang ditunjukkan melalu hukum-hukum islam dan ditetapkan berdasarkan nash- nash agama ialah maslahat hakiki. Maslahat in mengacu terhadap pemeliharaan terhadap lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Kehidupan dunia ditegaskan atas lima pilar tersebut, tanpa terpeliharanya kelima hal ini akan tercapai kehidupan insan yang luhur secara smpurna.
Kemulyaan insan tidak sanggup dipisahkan dari pemeliharaan kelima hal ini. Untuk memperoleh citra utuh ihwal maqasid al- syariah, beriku akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan yang berdasarkan kepada tingkat kepentingan atau kebutuhan masing- masing. Antara lain:
 1) Memelihara agama (Hifzh al- Din) Islam menjaga hak dan kebebasan,dan kebebasan yang pertama ialah kebebasan berkeyakinan dan beribadah.Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan mazhabnya,ia dihentikan dipaksa untuk meninggalkan menuju agama atau mazhab lain juga dihentikan ditekan untuk berpindah dari keyakinannya untuk masuk ialam
2) Memelihara jiwa(hifzh al-‘nafs) Ialah memelihara hak untuk hidup secara terhormat dan memelihara jiwa biar terhindar dari tindakan penganiayaan berupa pembunuhan pemotongan angoota tubuh maupun tindakan melukai. Termasuk juga memelihara kemuliaan atau harga diri insan dengan jalan mencegah perbuatan qadzaf (menuduh zina), mencaci maki serta perbuatan-perbuatan serupa atau berupa pembatasan gerak langkah insan tanpa memberi kebebasan untuk berbuat baik, kesudahannya islam melindungi kebebasan berkarya(berprofesi), kebebasan berfikir dan berpendapat, kebebasan bertempat tinggal serta kebebasan-kebebasan lain yang bertujuan untuk menegakkan pilar-pilar kehidupan insan yang terhormat serta bebas bergerak di tengah dinamika social yang utama sepanjang tidak merugikan orang lain.
 3) Memelihara budi (hifzh al-aql) Ialah terjaminnya budi fikiran dari kerusakan yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tak berkhasiat di tengah masyarakat, menjadi sumber kejahatan, atau bahkan menjadi sampah masyarakat. Upaya pencegahan yang bersifat preventif yang dilakukan syariat islam seungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan budi pikiran dan menjaganya dari aneka macam hal yang membahayakannya. Diharapkannya meminum arak dan segala sesuatunya yang memabukkan atau menghilangkan daya ingatan ialah di maksudkan untuk menjamin keselamatan akal.
4) Memelihara Terhadap Harta Benda Harta ialah salah satu kebutuhan inti dalam khidupan,dimana insan tidak akan bisa terpisah darinya.Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah yang berbunyi: المال والبنون زينة الحيوة الدنيا Artinya:Harta dan belum dewasa ialah perhiasan kehidupan dunia.(QS.Al-kahfi:46)

5) Memelihara kehormatan Di dalam menanggapi aneka macam kebutuhan biologis ini, Islam memiliki pandangan yang realistis. Karenanya, Islam memerintahkan biar problem perkawinan sanggup dipermudah, terutama sekali problem prosedur, dan menunjukkan proteksi kepada orang-orangyang tidak bisa menanggung biaya pernikahan. Apabila perkawinan itu dimulai dari keadaan yang serba kekurangan, maka Allah akan menjamin kehidupan yang layak dan mulia, selama perkawinan itu diniatkan untuk memelihara dirinya. 












DAFTAR PUSTAKA
A’la,abd.2010.fiqih minoritas.yogyakarta: PT.LkiS.
Umar,hazbi.2007.nalar fiqih.jakarta: gaung persada.
Al- Qardhawi.yusuf.2007.fiqih maqashid syari’ah. Jakarta Timur: Pusataka Al-Kautsar.
Al-Syathibi.2012. al-Muafaqat. Jakarta: PT.husada Bengkulu.
Khatimah,husnul.2007.penerapan Syaria’ah Islam. Bengkulu:Pustaka Pelajar. al-raysuni,ahmad. alfikr al-maqashidi qawa’iduhu wa fawa’iduhu. Jakarta:Ghaliai media.
Jauhar,husain, Ahmad Al-mursi.2009.maqashid syariah. jakarta:Amzah.





[1]prof Dr.Abd A’la,Ma,fiqh minoritas(Yogyakarta:Penerbit PT.LKiS Yogyakarta 2010)
[2] Hasbi umar,Nalar Fiqh(Jakarta:Gaung Persada,2007) hal 120.
 [3] Fiqih Maqashid Syari’ah, Yusuf al Qaradhawi (Jakarta Timur; Pusataka Al-Kautsar, 2007), 16
 [4]Al-Syathibi,al-Muafaqathlm(Jakarta:penerbit PT.husada Bengkulu 2012)
 [5]Husnul khatimah,penerapan Syaria’ah Islam,(Bengkulu:Pustaka Pelajar,2007)hal 132



Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Makalah Pengertian Maqasid Syariyah (Ushul Fiqh)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel