Ketidakpastian Dalam Pengukuran Hasil Percobaan
Fisika yakni ilmu pengetahuan yang didasarkan atas pengamatan dan percobaan. Pengamatan ialah pengkajian suatu tanda-tanda secara teliti dan kritis, dengan cara mencatat dan menganalisis banyak sekali faktor yang menghipnotis tanda-tanda tersebut.
Andaikan pengukuran panjang kapur pada Kegiatan 2.1 terlihat menyerupai Gambar 2.21a (pengukuran memakai mistar senti). Jika hasil pengukuran tiap anggota kelompok dibandingkan, mungkin akan didapat hasil yang tidak sama-beda. Mungkin ada yang menghasilkan 9,6 cm, 9,7 cm, 9,8 cm, dan sebagainya. Akan tetapi, tiruana memperoleh hasil lebih dari 9 cm.
Sayang sekali, tanda-tanda yang muncul secara alamiah biasanya sangat jarang sehingga memerlukan waktu pengamatan yang sangat lama. Untuk mengatasi problem ini, diharapkan percobaan. Percobaan ialah pengamatan suatu tanda-tanda dengan kondisi yang sudah diatur di bawah kontrol yang sangat ketat.
Ilmuwan sanggup mengubah kondisi ini dengan bebas, sehingga simpel mengungicap bagaimana kondisi tersebut menghipnotis tanda-tanda yang diamati. Tanpa percobaan, ilmu fisika tidak akan berkembang. Pengamatan suatu tanda-tanda pada umumnya belum lengkap kalau tidak mempersembahkan gosip secara kuantitatif berupa angka-angka.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lord Kelvin (1824-1907), yang menyampaikan bahwa pengetahuan kita gres memuaskan bila kita bisa menyatakannya dengan angka. Untuk memperoleh gosip kuantitatif diharapkan pengukuran. Pengukuran yang akurat ialah bab terpenting dalam fisika.
Akan tetapi, tidak ada pengukuran yang sempurna secara mutlak. Dalam setiap pengukuran selalu muncul ketidakpastian, yaitu perbedaan antara dua hasil pengukuran. Ketidakpastian sering disebut juga dengan kesalahan, lantaran menawarkan perbedaan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya.
Andaikan pengukuran panjang kapur pada Kegiatan 2.1 terlihat menyerupai Gambar 2.21a (pengukuran memakai mistar senti). Jika hasil pengukuran tiap anggota kelompok dibandingkan, mungkin akan didapat hasil yang tidak sama-beda. Mungkin ada yang menghasilkan 9,6 cm, 9,7 cm, 9,8 cm, dan sebagainya. Akan tetapi, tiruana memperoleh hasil lebih dari 9 cm.
Jika ada yang menghasilican 8 cm, misalnya, tentu ia sudah membuat kesalahan dalam membaca skala mistar. Gambar 2.21 menawarkan bahwa panjang kapur lebih dari 9 cm. Persoalannya adalah, berapa mm kelebihannya? Untuk memilih kelebihannya, kita melaksanakan prakiraan atau penaksiran.
Jadi, angka 6 di belakang koma pada 9,6 cm, angka 7 di helakang koma pada 9,7 cm, dan angka 8 di belakang koma pada 9,8 cm, ketiganya ialah angka taksiran. Tentu saja, angka taksiran ini tidak sama- beda. Oleh lantaran itu, angka di belakang koma ini ialah angka yang tidak pasti.
Sebaliknya, angka 9 pada ketiga hasil pengukuran di atas ialah angka pasti, lantaran sanggup dibaca pada skala mistar. Demikian pula pembacaan Gambar 2.21 b (pengukuran memakai mistar mili), mungkin menghasilkan 9,64 cm, 9,65 cm, 9,66 cm, dan sebagainya.
Dalam hal ini, dua angka pertama ialah angka pasti, sedangkan angka terakhir ialah angka yang tidak niscaya (angka taksiran). Setiap hasil pengukuran selalu mengandung sejumlah angka niscaya dan satu angka yang tidak pasti.
Tidak masuk nalar seandainya hasil pengukuran mengandung dua atau lebih angka taksiran. Jadi, dengan memakai mistar berskala cm, tidak akan memperoleh hasil 9,66 cm. Demikian pula pengukuran dengan mistar berskala mm juga tidak akan pernah memperoleh hasil 9,645 cm.
Daftar Pustaka: Yudhistira
Belum ada Komentar untuk "Ketidakpastian Dalam Pengukuran Hasil Percobaan"
Posting Komentar