Jerome Bruner. Berguru Sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa berguru melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah: (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi gres sanggup merupakan penghalusan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu sanggup bersifat sedemikian rupa, sampai berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Sebagai teladan misalnya, seseorang sehabis mempelajari bahwa darah itu beredar gres ia berguru secara terperinci mengenai sistem peredaran atau sistem sirkulasi darah. Demikian pula, sehabis berpikir bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak hemat, gres ia berguru wacana teori konservasi energi.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan semoga cocok atau sesuai dengan kiprah baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan kiprah yang ada.
Bruner menyebut pandangannya wacana berguru atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang wacana alam didasarkan pada model-model wacana kenyataan yang dibangunnya; dan (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan.
Persepsi seseorang wacana suatu insiden merupakan suatu proses konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu hipotesis dengan menghubungkan data indranya pada model yang telah disusunnya wacana alam, kemudian menguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat komplemen dari insiden itu. Jadi, seorang pengamat itu tidak dipandang sebagai organisme reaktif yang pasif, tetapi sebagai seseorang yang menentukan informasi secara aktif dan membentuk hipotesis perseptual.
Menurut Bruner, pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang yaitu sebagai berikut.
a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam pertumbuhan intelektual ini adakalanya kita lihat bahwa seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah. Atau berguru mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Jadi, melalui pertumbuhan seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses mediator yang mengubah stimulus sebelum respons.
b. Pertumbuhan intelektual bergantung pada bagaimana seorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melaksanakan ini dengan menciptakan ramalan-ramalan dan ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya.
c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang-orang lain dengan derma kata-kata dan simbol-simbol mengenai apa yang telah dilakukannya atau akan dilakukannya. Kesadaran diri ini mengizinkan suatu transisi dari sikap keteraturan ke sikap logika. Ini merupakan suatu proses yang membawa insan melampaui pembiasaan empiris.
Hampir semua orang berilmu balig cukup akal melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: enaktif, ikonik, dan simbolis.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa memakai pikiran atau kata-kata. Jadi, cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian masa lampau melalui respons-respons motorik. Dengan cara ini dilakukan satu set aktivitas untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya, seorang anak secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip organisasi perseptual dan transformasi secara hemat dalam organisasi perseptual. Rupa-rupanya, penyajian enaktif didasarkan pada berguru wacana respons dan bentuk-bentuk kebiasaan. Penyajian ikonik tertinggi pada umumnya dijumpai pada belum dewasa berumur antara 5 dan 7 tahun, yaitu periode waktu anak sangat bergantung pada pengindraannya sendiri.
Dengan mendekati masa remaja, bagi seseorang, bahasa menjadi makin penting sebagai suatu media berpikir. Maka, orang mencapai suatu transisi dari penggunaan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke penggunaan penyajian simbolis yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Penyajian simbolis memakai kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolis dibuktikan oleh kemampuan seseorang yang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek, memperlihatkan struktur hierarkis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara yang bersifat kombinasi.
Sebagai gambaran dari ketiga cara penyajian ini, Bruner memperlihatkan suatu teladan wacana pelajaran memakai timbangan (Bruner, 1966).
Anak kecil hanya sanggup bertindak menurut prinsip-prinsip timbangan dan memperlihatkan hal itu dengan sanggup menaiki papan jungkat-jungkit (Gambar di atas). Ia tahu bahwa semoga sanggup lebih jauh ke bawah, ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih bau tanah sanggup menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau dengan suatu gambaran. “Bayangan” timbangan itu sanggup diperinci menyerupai yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan sanggup dijelaskan dengan memakai bahasa, tanpa derma gambar atau sanggup pula dijelaskan secara matematik dengan memakai Hukum Newton wacana momen.
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
1. Jerome Bruner. Biografi Psikolog
2. Teori Belajar dari Bruner
3. Jerome Bruner. Empat Tema wacana Pendidikan
4. Jerome Bruner. Model dan Kategori
5. Jerome Bruner. Belajar Penemuan
Informasi gres sanggup merupakan penghalusan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu sanggup bersifat sedemikian rupa, sampai berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Sebagai teladan misalnya, seseorang sehabis mempelajari bahwa darah itu beredar gres ia berguru secara terperinci mengenai sistem peredaran atau sistem sirkulasi darah. Demikian pula, sehabis berpikir bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak hemat, gres ia berguru wacana teori konservasi energi.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan semoga cocok atau sesuai dengan kiprah baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan kiprah yang ada.
Bruner menyebut pandangannya wacana berguru atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang wacana alam didasarkan pada model-model wacana kenyataan yang dibangunnya; dan (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan.
Persepsi seseorang wacana suatu insiden merupakan suatu proses konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu hipotesis dengan menghubungkan data indranya pada model yang telah disusunnya wacana alam, kemudian menguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat komplemen dari insiden itu. Jadi, seorang pengamat itu tidak dipandang sebagai organisme reaktif yang pasif, tetapi sebagai seseorang yang menentukan informasi secara aktif dan membentuk hipotesis perseptual.
Menurut Bruner, pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang yaitu sebagai berikut.
a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam pertumbuhan intelektual ini adakalanya kita lihat bahwa seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah. Atau berguru mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Jadi, melalui pertumbuhan seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses mediator yang mengubah stimulus sebelum respons.
b. Pertumbuhan intelektual bergantung pada bagaimana seorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melaksanakan ini dengan menciptakan ramalan-ramalan dan ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya.
c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang-orang lain dengan derma kata-kata dan simbol-simbol mengenai apa yang telah dilakukannya atau akan dilakukannya. Kesadaran diri ini mengizinkan suatu transisi dari sikap keteraturan ke sikap logika. Ini merupakan suatu proses yang membawa insan melampaui pembiasaan empiris.
Hampir semua orang berilmu balig cukup akal melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: enaktif, ikonik, dan simbolis.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa memakai pikiran atau kata-kata. Jadi, cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian masa lampau melalui respons-respons motorik. Dengan cara ini dilakukan satu set aktivitas untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya, seorang anak secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip organisasi perseptual dan transformasi secara hemat dalam organisasi perseptual. Rupa-rupanya, penyajian enaktif didasarkan pada berguru wacana respons dan bentuk-bentuk kebiasaan. Penyajian ikonik tertinggi pada umumnya dijumpai pada belum dewasa berumur antara 5 dan 7 tahun, yaitu periode waktu anak sangat bergantung pada pengindraannya sendiri.
Dengan mendekati masa remaja, bagi seseorang, bahasa menjadi makin penting sebagai suatu media berpikir. Maka, orang mencapai suatu transisi dari penggunaan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke penggunaan penyajian simbolis yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Penyajian simbolis memakai kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolis dibuktikan oleh kemampuan seseorang yang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek, memperlihatkan struktur hierarkis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara yang bersifat kombinasi.
Sebagai gambaran dari ketiga cara penyajian ini, Bruner memperlihatkan suatu teladan wacana pelajaran memakai timbangan (Bruner, 1966).
Anak kecil hanya sanggup bertindak menurut prinsip-prinsip timbangan dan memperlihatkan hal itu dengan sanggup menaiki papan jungkat-jungkit (Gambar di atas). Ia tahu bahwa semoga sanggup lebih jauh ke bawah, ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih bau tanah sanggup menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau dengan suatu gambaran. “Bayangan” timbangan itu sanggup diperinci menyerupai yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan sanggup dijelaskan dengan memakai bahasa, tanpa derma gambar atau sanggup pula dijelaskan secara matematik dengan memakai Hukum Newton wacana momen.
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
1. Jerome Bruner. Biografi Psikolog
2. Teori Belajar dari Bruner
3. Jerome Bruner. Empat Tema wacana Pendidikan
4. Jerome Bruner. Model dan Kategori
5. Jerome Bruner. Belajar Penemuan
Belum ada Komentar untuk "Jerome Bruner. Berguru Sebagai Proses Kognitif"
Posting Komentar