Ibnu Sina. Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Abdullah ibn Ali ibn Sina. Nama pendeknya Abu Ali. Ia juga dikenal sebagai As-Syaikh Al-Rais. Gelarnya sebagai guru besar dan kepala, menunjuk pada statusnya yang terkemuka dalam mengajar dan posisinya yang tinggi sebagai wajir. Ibnu Sina lahir di Afsahanah (desa kecil bersahabat Bukhara, Ibu Kota Dinasti Samaniyah). Ayahnya ialah seorang Gubernur Kharmayathnah (Bukhara). Biografinya disebarkan oleh para mu’arikh Islam.
Dalam sejarah pemikiran filsafat Abad Pertengahan, sebagai filsuf Muslim, sosok Ibnu Sina (370/980-428/1037) tidak hanya unik, tetapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi sampai masa modern. Ia ialah satu-satunya filsuf besar Islam yang berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci—sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat Muslim selama beberapa abad, meskipun mendapat serangan dari Al-Ghazali*, Fakhr Ad-Din Ar-Razi*, dan sebagainya. Bahkan, dalam goresan pena Abdul Azis Dahlan, disebutkan bahwa beliau bisa membuatkan filsafat klasik Islam ke puncak tertinggi.
Ibnu Rusyd menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat. Al-Ghazali* menjulukinya sebagai filsuf yang terlalu banyak berpikir, sedangkan Sayyed Hossein Nasr* menjulukinya sebagai filsuf yang besar lengan berkuasa terhadap filsafat Islam selama seribu tahun dengan filsafat Timurnya (al-hikmah al-masyriqiyah). Dengan filsafat ini beliau memperlihatkan efek besar terhadap para filsuf setelahnya.
Kebesaran Ibnu Sina bukan hanya sebab mempunyai sistem, melainkan juga sebab sistem yang beliau miliki itu menampakkan keaslian, yang memperlihatkan kegeniusannya dalam menemukan metode dan alasan yang diharapkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang beliau warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam. Keaslian inilah yang mengakibatkan Ibnu Sina unik tidak hanya dalam Islam, tetapi juga pada Abad Pertengahan sebab perumusan kembali teologi Kristen Roma yang dilakukan oleh Albert Yang Agung, terutama oleh Thomas Aquinas* yang secara fundamental terpengaruh oleh Ibnu Sina.
Keagungan dan kepintaran Ibnu Sina tidak lepas dari perjalanan intelektualnya semasa hidup. Pada usia yang masih sangat belia, beliau berkenalan dengan banyak sekali fatwa religius, filsafat, dan ilmiah. Misalnya, beliau telah diperkenalkan dengan Rasa’il (jamak dari risalah) Ikhwan Ash-Shafa’* dan Isma’iliyyah oleh ayahnya, yang merupakan anggota sekte tersebut. Ia juga diperkenalkan dengan akidah Sunni*, sebab guru fiqhnya, yaitu Isma’il Al-Zahid ialah seorang Sunni* dan, akidah Syi’ah Dua Belas Imam. Di samping itu, beliau juga telah mendapat dasar-dasar logika, geometri, dan astronomi oleh guru lainnya, Al-Natili. Akan tetapi, beliau memerdekakan pikirannya dengan cepat. Pertama, beliau berpisah dari guru-gurunya, dan terus melanjutkan berguru sendiri. Kedua, beliau tidak terikat atau taklid buta pada suatu akidah yang telah dikemukakan kepadanya. Sebaliknya, beliau mengambil dari banyak sekali sumber lain dan menentukan apa yang dinilainya meyakinkan. Oleh sebab itu, kita melihat dalam sistem pemikirannya tampak jejak-jejak peninggalan Platonisme, Aristotelianisme, Neoplatonisme, Galenisme, Farabianisme, dan gagasan-gagasan Yunani dan Islam lainnya. Akan tetapi, sistemnya sangat unik dan tidak sanggup dikatakan mengikuti salah satu mazhab tersebut. Bahkan, Asy-Syifd’ mencitrakan kecenderungan Aristotelian yang kuat, tidak murni Aristotelian sebagaimana umumnya diyakini orang. Teori penciptaan misalnya, yang intinya Neoplatonik, dan teori kenabian yang esensinya Islami, merupakan dua teladan dari banyak ajarannya yang non-Aristotelian. Al-Juzjani menegaskan keunikan karya ini dan menyatakan bahwa karya tersebut ialah hasil pemikiran Ibnu Sina sendiri.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ibnu Sina. Karya Filsafat
2. Ibnu Sina. Pembagian Ilmu dan Filsafat
3. Ibnu Sina. Metafisika
4. Ibnu Sina. Tentang Wujud
5. Ibnu Sina. Hubungan Jiwa-Raga
6. Ibnu Sina. Filsafat Tentang Kenabian
7. Pengaruh Ibnu Sina di Timur dan Barat
8. Ibnu Sina. Teori Melankolia-Mania
9. Ibnu Sina. Kecemasan Pada Kematian
10. Ibnu Sina. Relasi Pikiran dengan Tubuh
11. Ibnu Sina. Teori Persepsi Internal
Dalam sejarah pemikiran filsafat Abad Pertengahan, sebagai filsuf Muslim, sosok Ibnu Sina (370/980-428/1037) tidak hanya unik, tetapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi sampai masa modern. Ia ialah satu-satunya filsuf besar Islam yang berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci—sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat Muslim selama beberapa abad, meskipun mendapat serangan dari Al-Ghazali*, Fakhr Ad-Din Ar-Razi*, dan sebagainya. Bahkan, dalam goresan pena Abdul Azis Dahlan, disebutkan bahwa beliau bisa membuatkan filsafat klasik Islam ke puncak tertinggi.
Ibnu Rusyd menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat. Al-Ghazali* menjulukinya sebagai filsuf yang terlalu banyak berpikir, sedangkan Sayyed Hossein Nasr* menjulukinya sebagai filsuf yang besar lengan berkuasa terhadap filsafat Islam selama seribu tahun dengan filsafat Timurnya (al-hikmah al-masyriqiyah). Dengan filsafat ini beliau memperlihatkan efek besar terhadap para filsuf setelahnya.
Kebesaran Ibnu Sina bukan hanya sebab mempunyai sistem, melainkan juga sebab sistem yang beliau miliki itu menampakkan keaslian, yang memperlihatkan kegeniusannya dalam menemukan metode dan alasan yang diharapkan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang beliau warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam. Keaslian inilah yang mengakibatkan Ibnu Sina unik tidak hanya dalam Islam, tetapi juga pada Abad Pertengahan sebab perumusan kembali teologi Kristen Roma yang dilakukan oleh Albert Yang Agung, terutama oleh Thomas Aquinas* yang secara fundamental terpengaruh oleh Ibnu Sina.
Keagungan dan kepintaran Ibnu Sina tidak lepas dari perjalanan intelektualnya semasa hidup. Pada usia yang masih sangat belia, beliau berkenalan dengan banyak sekali fatwa religius, filsafat, dan ilmiah. Misalnya, beliau telah diperkenalkan dengan Rasa’il (jamak dari risalah) Ikhwan Ash-Shafa’* dan Isma’iliyyah oleh ayahnya, yang merupakan anggota sekte tersebut. Ia juga diperkenalkan dengan akidah Sunni*, sebab guru fiqhnya, yaitu Isma’il Al-Zahid ialah seorang Sunni* dan, akidah Syi’ah Dua Belas Imam. Di samping itu, beliau juga telah mendapat dasar-dasar logika, geometri, dan astronomi oleh guru lainnya, Al-Natili. Akan tetapi, beliau memerdekakan pikirannya dengan cepat. Pertama, beliau berpisah dari guru-gurunya, dan terus melanjutkan berguru sendiri. Kedua, beliau tidak terikat atau taklid buta pada suatu akidah yang telah dikemukakan kepadanya. Sebaliknya, beliau mengambil dari banyak sekali sumber lain dan menentukan apa yang dinilainya meyakinkan. Oleh sebab itu, kita melihat dalam sistem pemikirannya tampak jejak-jejak peninggalan Platonisme, Aristotelianisme, Neoplatonisme, Galenisme, Farabianisme, dan gagasan-gagasan Yunani dan Islam lainnya. Akan tetapi, sistemnya sangat unik dan tidak sanggup dikatakan mengikuti salah satu mazhab tersebut. Bahkan, Asy-Syifd’ mencitrakan kecenderungan Aristotelian yang kuat, tidak murni Aristotelian sebagaimana umumnya diyakini orang. Teori penciptaan misalnya, yang intinya Neoplatonik, dan teori kenabian yang esensinya Islami, merupakan dua teladan dari banyak ajarannya yang non-Aristotelian. Al-Juzjani menegaskan keunikan karya ini dan menyatakan bahwa karya tersebut ialah hasil pemikiran Ibnu Sina sendiri.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ibnu Sina. Karya Filsafat
2. Ibnu Sina. Pembagian Ilmu dan Filsafat
3. Ibnu Sina. Metafisika
4. Ibnu Sina. Tentang Wujud
5. Ibnu Sina. Hubungan Jiwa-Raga
6. Ibnu Sina. Filsafat Tentang Kenabian
7. Pengaruh Ibnu Sina di Timur dan Barat
8. Ibnu Sina. Teori Melankolia-Mania
9. Ibnu Sina. Kecemasan Pada Kematian
10. Ibnu Sina. Relasi Pikiran dengan Tubuh
11. Ibnu Sina. Teori Persepsi Internal
Belum ada Komentar untuk "Ibnu Sina. Riwayat Hidup"
Posting Komentar