Harry Harlow. Teori Cinta Dan Kasih Sayang
Menurut John Watson*, kasih sayang ibu hanya akan menjadikan penyakit dan memicu problem psikologis pada anak dikala ia telah dewasa. Kasih sayang terhadap belum dewasa dinilai sebatas sikap sentimental yang tidak mempunyai tujuan nyata. Bahkan, secara eksplisit Watson* berkata, “Cinta ibu yaitu instrumen yang berbahaya”. Dalam konteks ini, aliran psikologi behavioris sebelum Harlow yaitu empirisme. Penelitian behaviorisme hanya ditujukan pada sikap yang sanggup diamati dan diukur.
Dari latar belakang pemikiran tersebut, Harlow tertarik untuk mempelajari topik nonempiris, yaitu cinta. Ia melaksanakan eksperimen memakai monyet Rhesus. Eksperimen ini tergolong kontroversial dan menuai banyak kritik. Sebab, penelitiannya bersifat menelantarkan hewan.
Setelah mendapat gelar doktor, Harlow membuatkan Wisconsin general testing apparatus (WGTA) untuk mempelajari kognisi, memori, serta pembelajaran binatang di kebun binatang Henry Villas. Melalui studi ini, Harlow menemukan set learning pada monyet. Pada intinya, set learning tersebut menggambarkan keadaan yang disebutnya “belajar untuk belajar”. Untuk membuatkan set learning lebih jauh, Harlow menangkap sejumlah monyet Rhesus pada tahun 1932.
Harlow memisahkan bayi-bayi Rhesus yang gres lahir beberapa jam dari ibunya. Ia memperlihatkan “ibu pengganti” kepada kedua bayi Rhesus. Ia menyediakan dua pilihan “ibu pengganti” kepada monyet Rhesus. Pertama, berupa kain handuk yang lembut, tetapi tanpa makanan. Kedua, “ibu pengganti” yang terbuat dari kawat, tetapi disertai makanan.
Ternyata, bayi monyet (Rhesus) lebih banyak menghabiskan waktu bersama kain handuk daripada kawat. Kedua bayi pergi ke kawat hanya dikala lapar. Menurut Harlow, hal ini menunjukan bahwa bayi lebih banyak membutuhkan kasih sayang daripada ibu yang hanya memperlihatkan makanan. Menurut Harlow, bayi monyet lebih menentukan kain sebagai “ibu pengganti” demi kenyamanan dan keamanan. Dengan “ibu pengganti” tersebut, bayi monyet merasa kondusif dan nyaman untuk mengeksplorasi ruang daerah ia dipelihara oleh Harlow.
Ketika “ibu pengganti” berupa kain diambil dari ruangan, imbas dramatis kemudian terlihat. Bayi monyet tidak lagi mempunyai basis yang kondusif dan nyaman untuk mengeksplorasi ruangan. Ia lebih sering diam, berjongkok, menjerit, bahkan menangis. Dari sini, Harlow menunjukan bahwa bayi yang tanpa ibu sedikit aneh. Ia cenderung tertutup, mempunyai defisit sosial tertentu, serta lebih banyak diam. Dari sini, Harlow mengungkapkan pentingnya kasih ibu dalam perkembangan mental anak. Menurut Harlow, kedua perbedaan psikologis bayi monyet Rhesus tersebut memperlihatkan betapa kuatnya imbas cinta.
Sebelum inovasi Harlow, sangat sedikit psikolog yang memerhatikan konsep cinta, terutama dalam korelasi ibu dan anak. Teori cinta yang ada berpusat pada gagasan bahwa keterikatan ibu dan anak hanya sebatas sarana bagi anak memperoleh makanan, menghilangkan haus, serta menghindari rasa sakit. Banyak jago mencemooh pentingnya cinta dan kasih sayang orang bau tanah kepada anaknya. Namun, Harlow telah menunjukan secara eksperimental bahwa mereka salah. Ia menegaskan bahwa cinta sangat penting terhadap pembangunan masa kecil secara normal bagi anak.
Harlow juga menambahkan bahwa kehancuran mental jangka panjang akan dialami oleh bayi yang ditinggal ibunya. Bayi itu akan merasa kekurangan, tertekan secara psikis, serta mengalami jeratan emosi mendalam. Bahkan, ia amat rentan terhadap kematian. Hasil penelitian Harlow ini dianggap telah mengubah cara pandang insan terhadap anak, cinta, dan konsep kasih sayang. Sebelumnya, tema ini kerap dijauhi para ilmuwan alasannya bersifat nonmaterial. Pengaruhnya teori Harlow sanggup dirasakan secara khusus di panti asuhan, forum adopsi, kelompok layanan sosial, serta penyedia perawatan anak. Pada awalnya, dampak teori Harlow hanya dirasakan di Amerika Serikat, tetapi sekarang sudah diterapkan di hampir seluruh dunia.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Harry Harlow. Biografi Psikolog
2. Harry Harlow. Teori Relasi Interpersonal
Setelah mendapat gelar doktor, Harlow membuatkan Wisconsin general testing apparatus (WGTA) untuk mempelajari kognisi, memori, serta pembelajaran binatang di kebun binatang Henry Villas. Melalui studi ini, Harlow menemukan set learning pada monyet. Pada intinya, set learning tersebut menggambarkan keadaan yang disebutnya “belajar untuk belajar”. Untuk membuatkan set learning lebih jauh, Harlow menangkap sejumlah monyet Rhesus pada tahun 1932.
Harlow memisahkan bayi-bayi Rhesus yang gres lahir beberapa jam dari ibunya. Ia memperlihatkan “ibu pengganti” kepada kedua bayi Rhesus. Ia menyediakan dua pilihan “ibu pengganti” kepada monyet Rhesus. Pertama, berupa kain handuk yang lembut, tetapi tanpa makanan. Kedua, “ibu pengganti” yang terbuat dari kawat, tetapi disertai makanan.
Ternyata, bayi monyet (Rhesus) lebih banyak menghabiskan waktu bersama kain handuk daripada kawat. Kedua bayi pergi ke kawat hanya dikala lapar. Menurut Harlow, hal ini menunjukan bahwa bayi lebih banyak membutuhkan kasih sayang daripada ibu yang hanya memperlihatkan makanan. Menurut Harlow, bayi monyet lebih menentukan kain sebagai “ibu pengganti” demi kenyamanan dan keamanan. Dengan “ibu pengganti” tersebut, bayi monyet merasa kondusif dan nyaman untuk mengeksplorasi ruang daerah ia dipelihara oleh Harlow.
Ketika “ibu pengganti” berupa kain diambil dari ruangan, imbas dramatis kemudian terlihat. Bayi monyet tidak lagi mempunyai basis yang kondusif dan nyaman untuk mengeksplorasi ruangan. Ia lebih sering diam, berjongkok, menjerit, bahkan menangis. Dari sini, Harlow menunjukan bahwa bayi yang tanpa ibu sedikit aneh. Ia cenderung tertutup, mempunyai defisit sosial tertentu, serta lebih banyak diam. Dari sini, Harlow mengungkapkan pentingnya kasih ibu dalam perkembangan mental anak. Menurut Harlow, kedua perbedaan psikologis bayi monyet Rhesus tersebut memperlihatkan betapa kuatnya imbas cinta.
Sebelum inovasi Harlow, sangat sedikit psikolog yang memerhatikan konsep cinta, terutama dalam korelasi ibu dan anak. Teori cinta yang ada berpusat pada gagasan bahwa keterikatan ibu dan anak hanya sebatas sarana bagi anak memperoleh makanan, menghilangkan haus, serta menghindari rasa sakit. Banyak jago mencemooh pentingnya cinta dan kasih sayang orang bau tanah kepada anaknya. Namun, Harlow telah menunjukan secara eksperimental bahwa mereka salah. Ia menegaskan bahwa cinta sangat penting terhadap pembangunan masa kecil secara normal bagi anak.
Harlow juga menambahkan bahwa kehancuran mental jangka panjang akan dialami oleh bayi yang ditinggal ibunya. Bayi itu akan merasa kekurangan, tertekan secara psikis, serta mengalami jeratan emosi mendalam. Bahkan, ia amat rentan terhadap kematian. Hasil penelitian Harlow ini dianggap telah mengubah cara pandang insan terhadap anak, cinta, dan konsep kasih sayang. Sebelumnya, tema ini kerap dijauhi para ilmuwan alasannya bersifat nonmaterial. Pengaruhnya teori Harlow sanggup dirasakan secara khusus di panti asuhan, forum adopsi, kelompok layanan sosial, serta penyedia perawatan anak. Pada awalnya, dampak teori Harlow hanya dirasakan di Amerika Serikat, tetapi sekarang sudah diterapkan di hampir seluruh dunia.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Harry Harlow. Biografi Psikolog
2. Harry Harlow. Teori Relasi Interpersonal
Belum ada Komentar untuk "Harry Harlow. Teori Cinta Dan Kasih Sayang"
Posting Komentar