Hans Eysenck. Teori Kepribadian
Sebenarnya, anutan Eysenck sangat luas, yakni meliputi psikologi kepribadian, biopsikologi, psikologi politik, kecerdasan, serta masih banyak lagi. Namun dalam pembahasan kali ini hanya akan disajikan anutan Eysenck mengenai teori kepribadian. Menurut Eysenck, kepribadian yaitu seluruh pola tingkah laris positif dan potensial dari individu yang ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laris tersebut berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional empat sektor utama yang mengorganisasi tingkah laku, yaitu sektor kognitif (intelligence), konatif (character), afektif (temperament), serta somatik (constitution).
Teori kepribadian Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri yang kuat. Akan tetapi, Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian insan yang diperoleh melalui metode analisis faktor, kecuali kalau sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis. Hal tersebut mungkin terlihat abstrak. Berikut klasifikasi perihal hierarki sikap yang dikemukakan Eysenck.
1. Hierarki perilaku
Eysenck menciptakan suatu hierarki yang tersusun atas empat level pengorganisasian perilaku. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.
a. Level pertama (tindakan spesifik)
Sebagai level terendah, tindakan spesifik yaitu sikap atau pikiran individual yang tidak termasuk karakteristik seseorang. Sebagai contoh, seorang murid yang menuntaskan kiprah membaca termasuk dalam kategori respons spesifik.
b. Level kedua (tindakan umum)
Tindakan umum ialah respons yang terjadi secara berulang dalam kondisi serupa. Misalnya, seorang murid sering bertahan dengan suatu kiprah hingga berhasil diselesaikannya. Perilaku ibarat ini sanggup menjadi respons umum. Sebagai kebalikan dari tindakan spesifik, respons umum harus cukup reliabel atau konsisten.
c. Level ketiga (sifat)
Beberapa respons umum yang saling berafiliasi akan membentuk suatu sifat (traits). Eysenck mendefinisikan sifat sebagai disposisi kepribadian yang penting dan semipermanen. Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila dibiasakan menuntaskan pekerjaan di kelas serta terus bekerja pada tugas-tugas lain hingga benar-benar tuntas.
d. Level keempat (tipe atau faktor)
Suatu tipe atau faktor terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketekunan sanggup berkaitan dengan inferioritas, adaptasi emosional yang buruk, sifat pemalu secara sosial, serta beberapa sifat lain. Semua itu sanggup membentuk faktor introversi, yakni kebalikan dari faktor ekstraversi.
2. Analisis faktor
Faktor-faktor yang dimaksud oleh Eysenck dalam teori kepribadian meliputi ekstraversi (E), neurotisme (N), serta psikotik (P).
a. Ekstraversi (E)
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi meliputi sembilan sifat (traits), yakni antisosial, pendiam, pasif, ragu, banyak pikiran, sedih, penurut, pesimis, serta penakut. Adapun sifat orang-orang introver yaitu kebalikan dari sifat-sifat ekstraversi tersebut.
Eysenck meyakini penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi terletak pada tingkat keterangsangan korteks atau cortical arousal level (CAL), yakni kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL yaitu citra bagaimana korteks bereaksi terhadap stimulasi indriawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka serta bereaksi lemah. Sebaliknya CAL yang tinggi berarti korteks gampang terangsang untuk bereaksi.
Seorang ekstrover mempunyai CAL rendah sehingga banyak membutuhkan rangsangan indriawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya, pada orang introver, CAL-nya tergolong tinggi. Jadi, ia hanya membutuhkan sedikit rangsangan untuk mengaktifkan korteksnya. Maka, tak heran kalau orang introver suka menarik diri serta menghindari situasi riuh rendah di sekelilingnya yang sanggup membuatnya kelebihan rangsangan. Berikut beberapa perbedaan orang ekstrover dan introver.
b. Neurotisme (N)
Sebagaimana pola ekstraversi-introversi, kekerabatan antara neurotisme dan kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck menyatakan bahwa beberapa penelitian menemukan bukti dasar genetika dari sifat (trait) neurotik, ibarat gangguan kecemasan, histeria, serta obsesif-kompulsif. Jadi, neurotisme berakar dari gen. Anak sanggup dipastikan menderita neurotisme sebagaimana diderita orang tuanya. Begitu pula anak kembar akan mempunyai kecenderungan neurotik identik antara satu dengan yang lain, misalnya, dalam hal jumlah tingkah laris asosial ibarat kejahatan, tingkah laris menyimpang, homoseksualitas, serta alkoholisme.
Orang-orang yang menunjukkan skor tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional. Mereka juga mempunyai kesulitan untuk kembali pada kondisi normal sehabis terstimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik, ibarat sakit kepala dan punggung serta mempunyai duduk perkara psikologis yang kabur, contohnya kekhawatiran dan kecemasan.
Hanya saja, neurotisme bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja menerima skor neurotisme tinggi, tetapi terbebas dari simtom gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisme mengikuti diathesis-strees model, yakni skor N yang tinggi lebih rentan terdorong berbagi gangguan neurotik dibanding skor N rendah ketika menghadapi situasi menekan.
Dasar biologis dari neurotisme yaitu kepekaan reaksi sistem saraf otonom atau automatic nervous system reactivity (ANS). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan masuk akal sekalipun sudah merespons secara emosional sehingga gampang berbagi gangguan neurotik. Neurotisme dan ekstraversi sanggup digabungkan dalam bentuk kekerabatan CAL dan ANS serta garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu bergantung pada tingkat ekstraversi dan neurotisme.
Faktor neurotisme sanggup dikombinasikan dengan faktor ekstraversi. Beberapa orang sanggup mempunyai skor tinggi dalam skala neurotisme, tetapi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda. Hal itu sangat bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi masing-masing. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel beserta klarifikasi berikut.
Penjelasan tabel:
1) A yaitu orang introver-neurotik (introversi dan neurotisme ekstrem) atau mempunyai CAL dan ANS tinggi. Orang itu cenderung mempunyai simtom-simtom kecemasan, depresi, fobia, serta obsesif-kompulsif yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first kind).
2) B yaitu orang ekstrover-neurotik atau mempunyai CAL rendah, tetapi ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal, serta delingkuen atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
3) C yaitu orang normal yang introver. Beberapa karakternya yang dominan, di antaranya tenang, berpikir mendalam, serta sanggup dipercaya.
4) D yaitu orang normal yang ekstrover. Orang ini mempunyai huruf lebih banyak didominasi riang, responsif, serta bahagia berbicara dan bergaul.
Selanjutnya, Eysenck merumuskan teori kekerabatan N-E. Teori ini disebutnya sebagai dinamika kepribadian. Menurut Eysenck, dinamika kepribadian mempelajari interaksi antarfaktor dari kepribadian tertentu. Extraversi (E) dan Neurotisme (N) diberikan ruang dua dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu dalam hal perilaku. Pada prinsipnya, setiap orang sanggup ditempatkan dalam ruang dua dimensi (N dan E), tetapi dalam tingkatan yang berbeda.
Eysenck menciptakan empat tipe kepribadian dasar sebagai berikut. Pertama, kalau N tinggi dan E rendah maka termasuk tipe orang melankolis. Kedua, kalau N dan E sama-sama tinggi maka termasuk tipe orang choleric. Ketiga, kalau N rendah dan E tinggi maka tergolong tipe orang sanguine. Keempat, kalau N dan E sama-sama rendah maka tergolong tipe orang apatis.
c. Psikotik (P)
Seperti halnya ekstraversi dan neurotisme, psikotik yaitu faktor yang bersifat bipolar. Psikotik berada dalam satu kutub sedangkan superego terdapat pada kutub yang lain. Orang dengan skor P tinggi biasanya mempunyai sifat egosentris, dingin, tidak gampang menyesuaikan diri, impulsif, kurang empatik, kreatif, keras hati, kejam, agresif, curiga, psikopatik, serta antisosial. Sebaliknya, orang dengan skor psikopatik rendah—yang mengarah pada superego—cenderung bersifat altruis, hangat, akrab, tenang, sabar, gampang bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, gampang menyesuaikan diri, serta konvensional.
Seperti pada ekstraversi dan neurotisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Sebagaimana neurotisme, psikotisisme juga mengikuti diathesis-strees model. Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mempunyai predisposisi untuk mengidap stres dan gangguan psikotik.
Pada masa seseorang hanya mengalami stres rendah, skor psikotik tinggi masih bisa berfungsi normal. Namun, ketika mengalami stres yang berat, orang menjadi psikotik melebihi fungsi kepribadian normal sehingga sulit untuk dikendalikan. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak terlalu rentan pada psikosis yang berafiliasi dengan stres. Orang itu mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik maka kian rendah kadar stres yang diharapkan untuk menyebabkan reaksi psikotik.
Dengan demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen. Skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, seseorang mempunyai skor cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi, dan mendekati titik tengah pada skala neuotisme/stabilitas.
3. Kriteria faktor
Eysenck berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk mengidentifikasi dimensi kepribadian. Kriteria-kriteria tersebut yaitu sebagai berikut.
a. Bukti psikometrik yang kuat harus ada di dalam setiap faktor, terutama E (ekstraversi) dan N (neurotisme). Kesimpulan dari kriteria ini yaitu bahwa faktor harus reliabel dan sanggup direplikasi. Peneliti lainnya—dari laboratorium terpisah—juga harus sanggup menemukan faktor tersebut dan secara konsisten mengidentifikasikan E, N, dan P (psikotik).
b. Dasar biologis yang kuat harus terdapat di dalam masing-masing faktor. Artinya, setiap faktor harus mempunyai keterwarisan (herbility) dan sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, ibarat kemampuan mengimitasi suara-suara dari orang terkenal, keyakinan agama, ataupun pandangan politik.
c. Tiga dimensi kepribadian Eysenck secara teoretis sangat rasional. Eysenck memakai metode deduktif dalam melaksanakan investigasi. Ia memulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang konsisten secara logis dengan teori tersebut. Carl Jung* melihat dampak yang besar lengan berkuasa dari sikap ekstraversi dan introversi (faktor E). adapun Sigmund Freud* menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu, psikotik (faktor P) selaras dengan para pakar teori ibarat Abraham Maslow*, yang menggagas kesehatan psikologis meliputi mulai dari aktualisasi diri (skor P rendah) hingga skizofrenia dan psikosis (skor P tinggi).
d. Berkaitan dengan eksistensi, suatu faktor harus mempunyai relevansi sosial. Artinya, faktor yang didapatkan secara matematika harus mempunyai kekerabatan (tidak harus kausal) dengan variabel sosial yang relevan, ibarat kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera tak disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, sikap psikotik, kriminalitas, dan sebagainya.
4. Mengukur kepribadian
Eysenck berbagi inventori untuk mengukur empat faktor kepribadian yang digagasnya. Pertama, maudsley personality inventory (MPI). Inventori ini hanya mengkaji E dan N serta menghasilkan beberapa kekerabatan dari kedua faktor tersebut.
Kedua, eysenck personality inventory (EPI). Alat tes ini mempunyai “skala kebohongan” untuk mendeteksi kepura-puraan. Tes tersebut sanggup mengukur E dan N secara independen dengan kekerabatan yang hampir 0 antara E dan N.
Ketiga, eysenck personality questionnaire (EPQ). Alat tes ini turut memasukkan skala psikotik (P). alat tes EPQ yang mempunyai versi arif balig cukup akal dan juga bawah umur merupakan revisi (penyempurnaan) dari EPI yang hingga dikala ini masih diterbitkan.
Keempat, eysenck personality questionnaire-revised (EPQR). Alat tes ini merupakan perbaikan dari EPQ.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Hans Eysenck. Biografi Psikolog
2. Hans Eysenck. Psikopatologi
Teori kepribadian Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri yang kuat. Akan tetapi, Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian insan yang diperoleh melalui metode analisis faktor, kecuali kalau sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis. Hal tersebut mungkin terlihat abstrak. Berikut klasifikasi perihal hierarki sikap yang dikemukakan Eysenck.
1. Hierarki perilaku
Eysenck menciptakan suatu hierarki yang tersusun atas empat level pengorganisasian perilaku. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.
a. Level pertama (tindakan spesifik)
Sebagai level terendah, tindakan spesifik yaitu sikap atau pikiran individual yang tidak termasuk karakteristik seseorang. Sebagai contoh, seorang murid yang menuntaskan kiprah membaca termasuk dalam kategori respons spesifik.
b. Level kedua (tindakan umum)
Tindakan umum ialah respons yang terjadi secara berulang dalam kondisi serupa. Misalnya, seorang murid sering bertahan dengan suatu kiprah hingga berhasil diselesaikannya. Perilaku ibarat ini sanggup menjadi respons umum. Sebagai kebalikan dari tindakan spesifik, respons umum harus cukup reliabel atau konsisten.
c. Level ketiga (sifat)
Beberapa respons umum yang saling berafiliasi akan membentuk suatu sifat (traits). Eysenck mendefinisikan sifat sebagai disposisi kepribadian yang penting dan semipermanen. Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila dibiasakan menuntaskan pekerjaan di kelas serta terus bekerja pada tugas-tugas lain hingga benar-benar tuntas.
d. Level keempat (tipe atau faktor)
Suatu tipe atau faktor terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketekunan sanggup berkaitan dengan inferioritas, adaptasi emosional yang buruk, sifat pemalu secara sosial, serta beberapa sifat lain. Semua itu sanggup membentuk faktor introversi, yakni kebalikan dari faktor ekstraversi.
2. Analisis faktor
Faktor-faktor yang dimaksud oleh Eysenck dalam teori kepribadian meliputi ekstraversi (E), neurotisme (N), serta psikotik (P).
a. Ekstraversi (E)
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi meliputi sembilan sifat (traits), yakni antisosial, pendiam, pasif, ragu, banyak pikiran, sedih, penurut, pesimis, serta penakut. Adapun sifat orang-orang introver yaitu kebalikan dari sifat-sifat ekstraversi tersebut.
Eysenck meyakini penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi terletak pada tingkat keterangsangan korteks atau cortical arousal level (CAL), yakni kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL yaitu citra bagaimana korteks bereaksi terhadap stimulasi indriawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka serta bereaksi lemah. Sebaliknya CAL yang tinggi berarti korteks gampang terangsang untuk bereaksi.
Seorang ekstrover mempunyai CAL rendah sehingga banyak membutuhkan rangsangan indriawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya, pada orang introver, CAL-nya tergolong tinggi. Jadi, ia hanya membutuhkan sedikit rangsangan untuk mengaktifkan korteksnya. Maka, tak heran kalau orang introver suka menarik diri serta menghindari situasi riuh rendah di sekelilingnya yang sanggup membuatnya kelebihan rangsangan. Berikut beberapa perbedaan orang ekstrover dan introver.
b. Neurotisme (N)
Sebagaimana pola ekstraversi-introversi, kekerabatan antara neurotisme dan kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck menyatakan bahwa beberapa penelitian menemukan bukti dasar genetika dari sifat (trait) neurotik, ibarat gangguan kecemasan, histeria, serta obsesif-kompulsif. Jadi, neurotisme berakar dari gen. Anak sanggup dipastikan menderita neurotisme sebagaimana diderita orang tuanya. Begitu pula anak kembar akan mempunyai kecenderungan neurotik identik antara satu dengan yang lain, misalnya, dalam hal jumlah tingkah laris asosial ibarat kejahatan, tingkah laris menyimpang, homoseksualitas, serta alkoholisme.
Orang-orang yang menunjukkan skor tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional. Mereka juga mempunyai kesulitan untuk kembali pada kondisi normal sehabis terstimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik, ibarat sakit kepala dan punggung serta mempunyai duduk perkara psikologis yang kabur, contohnya kekhawatiran dan kecemasan.
Hanya saja, neurotisme bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja menerima skor neurotisme tinggi, tetapi terbebas dari simtom gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisme mengikuti diathesis-strees model, yakni skor N yang tinggi lebih rentan terdorong berbagi gangguan neurotik dibanding skor N rendah ketika menghadapi situasi menekan.
Dasar biologis dari neurotisme yaitu kepekaan reaksi sistem saraf otonom atau automatic nervous system reactivity (ANS). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan masuk akal sekalipun sudah merespons secara emosional sehingga gampang berbagi gangguan neurotik. Neurotisme dan ekstraversi sanggup digabungkan dalam bentuk kekerabatan CAL dan ANS serta garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu bergantung pada tingkat ekstraversi dan neurotisme.
Faktor neurotisme sanggup dikombinasikan dengan faktor ekstraversi. Beberapa orang sanggup mempunyai skor tinggi dalam skala neurotisme, tetapi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda. Hal itu sangat bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi masing-masing. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel beserta klarifikasi berikut.
Penjelasan tabel:
1) A yaitu orang introver-neurotik (introversi dan neurotisme ekstrem) atau mempunyai CAL dan ANS tinggi. Orang itu cenderung mempunyai simtom-simtom kecemasan, depresi, fobia, serta obsesif-kompulsif yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first kind).
2) B yaitu orang ekstrover-neurotik atau mempunyai CAL rendah, tetapi ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal, serta delingkuen atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
3) C yaitu orang normal yang introver. Beberapa karakternya yang dominan, di antaranya tenang, berpikir mendalam, serta sanggup dipercaya.
4) D yaitu orang normal yang ekstrover. Orang ini mempunyai huruf lebih banyak didominasi riang, responsif, serta bahagia berbicara dan bergaul.
Selanjutnya, Eysenck merumuskan teori kekerabatan N-E. Teori ini disebutnya sebagai dinamika kepribadian. Menurut Eysenck, dinamika kepribadian mempelajari interaksi antarfaktor dari kepribadian tertentu. Extraversi (E) dan Neurotisme (N) diberikan ruang dua dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu dalam hal perilaku. Pada prinsipnya, setiap orang sanggup ditempatkan dalam ruang dua dimensi (N dan E), tetapi dalam tingkatan yang berbeda.
Eysenck menciptakan empat tipe kepribadian dasar sebagai berikut. Pertama, kalau N tinggi dan E rendah maka termasuk tipe orang melankolis. Kedua, kalau N dan E sama-sama tinggi maka termasuk tipe orang choleric. Ketiga, kalau N rendah dan E tinggi maka tergolong tipe orang sanguine. Keempat, kalau N dan E sama-sama rendah maka tergolong tipe orang apatis.
c. Psikotik (P)
Seperti halnya ekstraversi dan neurotisme, psikotik yaitu faktor yang bersifat bipolar. Psikotik berada dalam satu kutub sedangkan superego terdapat pada kutub yang lain. Orang dengan skor P tinggi biasanya mempunyai sifat egosentris, dingin, tidak gampang menyesuaikan diri, impulsif, kurang empatik, kreatif, keras hati, kejam, agresif, curiga, psikopatik, serta antisosial. Sebaliknya, orang dengan skor psikopatik rendah—yang mengarah pada superego—cenderung bersifat altruis, hangat, akrab, tenang, sabar, gampang bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, gampang menyesuaikan diri, serta konvensional.
Seperti pada ekstraversi dan neurotisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Sebagaimana neurotisme, psikotisisme juga mengikuti diathesis-strees model. Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mempunyai predisposisi untuk mengidap stres dan gangguan psikotik.
Pada masa seseorang hanya mengalami stres rendah, skor psikotik tinggi masih bisa berfungsi normal. Namun, ketika mengalami stres yang berat, orang menjadi psikotik melebihi fungsi kepribadian normal sehingga sulit untuk dikendalikan. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak terlalu rentan pada psikosis yang berafiliasi dengan stres. Orang itu mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik maka kian rendah kadar stres yang diharapkan untuk menyebabkan reaksi psikotik.
Dengan demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen. Skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, seseorang mempunyai skor cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi, dan mendekati titik tengah pada skala neuotisme/stabilitas.
3. Kriteria faktor
Eysenck berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk mengidentifikasi dimensi kepribadian. Kriteria-kriteria tersebut yaitu sebagai berikut.
a. Bukti psikometrik yang kuat harus ada di dalam setiap faktor, terutama E (ekstraversi) dan N (neurotisme). Kesimpulan dari kriteria ini yaitu bahwa faktor harus reliabel dan sanggup direplikasi. Peneliti lainnya—dari laboratorium terpisah—juga harus sanggup menemukan faktor tersebut dan secara konsisten mengidentifikasikan E, N, dan P (psikotik).
b. Dasar biologis yang kuat harus terdapat di dalam masing-masing faktor. Artinya, setiap faktor harus mempunyai keterwarisan (herbility) dan sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, ibarat kemampuan mengimitasi suara-suara dari orang terkenal, keyakinan agama, ataupun pandangan politik.
c. Tiga dimensi kepribadian Eysenck secara teoretis sangat rasional. Eysenck memakai metode deduktif dalam melaksanakan investigasi. Ia memulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang konsisten secara logis dengan teori tersebut. Carl Jung* melihat dampak yang besar lengan berkuasa dari sikap ekstraversi dan introversi (faktor E). adapun Sigmund Freud* menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu, psikotik (faktor P) selaras dengan para pakar teori ibarat Abraham Maslow*, yang menggagas kesehatan psikologis meliputi mulai dari aktualisasi diri (skor P rendah) hingga skizofrenia dan psikosis (skor P tinggi).
d. Berkaitan dengan eksistensi, suatu faktor harus mempunyai relevansi sosial. Artinya, faktor yang didapatkan secara matematika harus mempunyai kekerabatan (tidak harus kausal) dengan variabel sosial yang relevan, ibarat kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera tak disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, sikap psikotik, kriminalitas, dan sebagainya.
4. Mengukur kepribadian
Eysenck berbagi inventori untuk mengukur empat faktor kepribadian yang digagasnya. Pertama, maudsley personality inventory (MPI). Inventori ini hanya mengkaji E dan N serta menghasilkan beberapa kekerabatan dari kedua faktor tersebut.
Kedua, eysenck personality inventory (EPI). Alat tes ini mempunyai “skala kebohongan” untuk mendeteksi kepura-puraan. Tes tersebut sanggup mengukur E dan N secara independen dengan kekerabatan yang hampir 0 antara E dan N.
Ketiga, eysenck personality questionnaire (EPQ). Alat tes ini turut memasukkan skala psikotik (P). alat tes EPQ yang mempunyai versi arif balig cukup akal dan juga bawah umur merupakan revisi (penyempurnaan) dari EPI yang hingga dikala ini masih diterbitkan.
Keempat, eysenck personality questionnaire-revised (EPQR). Alat tes ini merupakan perbaikan dari EPQ.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Hans Eysenck. Biografi Psikolog
2. Hans Eysenck. Psikopatologi
Belum ada Komentar untuk "Hans Eysenck. Teori Kepribadian"
Posting Komentar