Download Makalah Perkembangan Mazhab

A.    Faktor-faktor perkembangan tasyri’ periode mazhab
Berdasarkan sejarah Islam, bahwa munculnya mazhab-mazhab fiqh pada periode ini merupakan puncak dari perjalanan kesejarahan tasyri’. Bahwa munculnya mazhab-mazhab fiqh itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan alasannya yakni efek aturan Romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis.
Fenomena perkembangan tasyri’ pada periode ini, menyerupai tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri’ mempunyai keterkaitan sejarah yang panjang dan tidak sanggup dipisahkan antara satu dengan lainnya.[1]
Seperti teladan aturan yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa ‘iddah wanita hamil yang ditinggal mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu munculnya mazhab dalam sejarah terlihat adanya pemikiran fiqh dari zaman sahabat, tabi’in hingga muncul mazhab-mazhab fiqh pada periode ini pendapat tersebut, sehingga munculnya mazhab-mazhab yang dianut.[2]
Di samping itu, adanya efek turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya perihal timbulnya mazhab tasyri’, ada beberapa faktor yang mendorong,  diantaranya:[3]
1)      Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga aturan Islammenghadapi banyak sekali macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya.
2)      Munculnya ulama-ulama besar pendiri mazhab-mazhab fiqh berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat study tentang fiqih, yang diberi nama al-Madzhab atau al-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa Barat menjadi school, kemudian perjuangan tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
3)      Adanya kecenderungan masyarakat Islam saat menentukan salah satu pendapat dari ulama-ulama mazhab saat menghadapi duduk kasus hukum. Sehingga pemerintah (khalifah) merasa perlu menegakkan aturan Islam dalam pemerintahannya.
4)      Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal perihal duduk kasus politik menyerupai pengangkatan khalifah-khalifah dari suku apa, ikut menunjukkan saham bagi munculnya banyak sekali mazhab aturan Islam.

B.     Mazhab-Mazhab Fiqh (dasar pemikiran dan perkembangannya)
1. Mazhab Hanafi
a.       Biografi Imam Abu Hanifah
Mazhab Hanafi merupakan mazhab yang paling renta diantara empat mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah yang populer. Mazhab ini dinisbahkan kepada Imam Besar Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha At-Tamimy, lahir di kuffah tahun 80 H dan wafat di Baghdad pada tahun 150 H.[4]
Imam Abu Hanifah seorang yang berjiwa besar dalam arti kata seorang yang berhasil dalam hidupnya, dia seorang yang bijak dalm bidanng ilmu pengetahuan, sempurna dalm menunjukkan suatu keputusan bagi suatu duduk kasus atau insiden yang dihadapi.[5]
Karena ia seorang yang berakhlak atau berbudi pekerti yang luhur, ia sanggup menggalang kekerabatan yang erat dengan pejabat pemerintah, ia mendapat daerah yang baik dalam masyarakat pada masa itu, sehingga  ia telah berhasil menyandang jabatan atau gelar yang tertinggi yaitu, Imam Besar (Al Imam Al-‘Adham)  atau ketua agung.[6]
Beliau hidup selama 52 tahun pada zaman Umayyah dan 18 tahun pada zaman Abbasyiah. Selama hidupnya ia melaksanakan ibadah haji lima puluh lima kali. Beliau diberi gelar Abu Hanifah, alasannya yakni di antara putranya ada yang berjulukan Hanifah. Selain itu, berdasarkan riwayat lain ia bergelar Abu Hanifah, alasannya yakni ia begitu taat beribadah kepada Allah, yaitu berasal dari bahasa Arab "haniif yang artinya condong atau cenderung kepada yang benar. Menurut riwayat lain, ia diberi gelar Abu Hanifah, alasannya yakni begitu bersahabat dan eratnya ia berteman dengan tinta. Hanifah berdasarkan bahasa Irak yakni tinta.
Pada awalnya Imam Hanafi (Abu hanifah) yakni seorang pedagang, atas ajuan al-Syabi ia lalu menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah berguru fiqih kepada ulama aliran Irak (ra’yu). Semua ilmu yang di pelajari bertalian dengan keagamaan. Mula-mula ia mempelajari aturan agama, lalu ilmu kalam. Akan tetapi, difokuskan kepada duduk kasus fiqh saja, tanpa mengecilkan arti ilmu yang lain, dan Abu Hanifah sendiri memang sangat tertarik mempelajari ilmu fiqih yang merangkum banyak sekali aspek kehidupan.

b.      Guru Imam Abu Hanifah
Beliau berguru dengan seorang ulama terkemuka pada zamannya, yaitu Hammad bin Sulaiman yang merupakan guru paling senior bagi Imam Abu Hanifah dan banyak menunjukkan efek dalam membangun mazhab fiqhnya. Imam Abu Hanifah juga berguru dari tabi’in menyerupai ‘Atha’ bin Abi Rabah, dan Nafi’ pembantunya Ibnu Umar. 

c.       Fiqh Imam Abu Hanifah dan metodologinya dalam Istinbat Hukum
            Fiqh Imam Abu Hanifah mempunyai cara yang modern dan manhaj tersendiri dalam kancah perfiqihan dan tidak ada sebelumnya. Imam Asy-Syafi’I berkata, “Semua orang dalam hal fiqh bergantung kepada Imam Abu Hanifah.” Imam Malik sehabis berdiskusi dengan Imam Abu Hanifah berkata, “sungguh ia seorang yang jago fiqh.”
            Imam Abu Hanifah mempunyai manhaj tersendiri dalam meng-istinbat hukum. Beliau pernah berkata, “Saya mengambil dari kitab Allah, bila tidak ada maka dari sunnah Rasulullah dan bila tidak ada pada keduanya saya akan mengambil pendapat sahabat. Saya menentukan salah satu dan meninggalkan yang lain, dan saya tidak akan keluar dari pendapat mereka dan mengambil pendapat orang lain, dan bila sudah hingga kepada pendapat Ibrahim, Asy-Sya’bi , Al-Hasan, Ibnu Sirin dan sa’id Al- Musayyib maka saya akan berijtihad menyerupai mereka berijtihad.
            Dari klarifikasi di atas sanggup kita simpulkan bahwaManhaj Imam Abu Hanifah dalam meng-istinbat aturan yakni sebagai berikut.
a.       Alquran,
b.      Sunnah
c.       Pendapat sahabat
d.      Qiyas
e.       Al- istihsan
f.       Ijma’
g.      Al-‘urf (adat-istiadat)




d.      Perkembangan mazhab Imam Abu Hanifah
          Abu Hanifah meninggalkan tiga karya besar yaitu: fiqh akbar, al-alim wa al-muta’lim dan musnad fiqh akbar tetapi belum dikodifikasikan. Di samping itu Ia mendirikan membentuk tubuh yang terdiri dari tokoh-tokoh cendekiawan yang ia sendiri sebagai ketuanya. Badan ini berfungsi memusyawarahkan dan memutuskan pemikiran Islam dalam banyak sekali bentuk goresan pena dan mengalihkan syariat Islam kedalam undang-undang. 
          Kemudian murid-murid Abu Hanifah yang berjasa di Madrasah Kufah dan membukukan fatwa-fatwanya sehingga dikenal di dunia Islam antara lain ialah:
a.     Abu Yusuf Ya’cub ibn Ibrahim al-Anshary.
b.    Muhammad ibn Hasan al-Syaibany.
c.     Zufar ibn Huzail ibn al-Kufy.
d.    Al-Hasan ibn Ziyad al-lu’lu’iy.
            Dari keempat murid tersebut yang yang banyak menyusun buah pikiran Abu Hanifah yakni Muhammad al-Syaibani yang terkenal dengan al-kutub al sittah (enam kitab), yaitu:
1.    Kitab al-Mabsuth
2.    Kitab al-Ziyadat.
3.    Kitab al-Jami’ as-Shagir.
4.    Kitab Jami’ al-Kabir.
5.    Kitab al-Sair al-Shagir.
6.    Kitab al-Sair al-Kabir.
            Para pengikutnya tersebar di banyak sekali negara menyerupai Irak, Turki, Asia Tengah, Pakistan, India, Tunis, Turkistan, Syria, Mesir dan Libanon. Madzhab hanafi pada masa khilafah bani Abbas merupakan madzhab yang banyak dianut oleh umat Islam dan pada pemerintahan kerajaan Utsmani, madzhab ini merupakan madzhab resmi negara.
C. Contoh Fiqh yang ada dalam madzhab Hanafi.
Dalam masalah batal atau tidaknya orang yang makan atau minum di siang hari saat sedang berpuasa alasannya yakni lupa. Dalam memutuskan aturan atas permasalahan ini Imam hanafi memakai Istihsan dengan nash (berpalingnya mujtahid dari aturan yang dikehendaki oleh kaidah umum kepada aturan yang dikehendaki oleh nash). Menurut qiyas (dalam arti kaidah umum) merusak atau membatalkan puasa dikarenakan telah cacat dan menghilangkan rukunnya. Dan sesuatu yang telah hilang rukunnya berarti batal. Akan tetapi pada makan di siang hari pada bulan ramadhan alasannya yakni lupa dilakukan pemalingan dari aturan batalnya puasa yang dikehendaki oleh kaidah umum kepada aturan yang dikehendaki oleh nash. Berdasarkan sabda Nabi SAW dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “orang berpuasa yang makan atau minum alasannya yakni lupa, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, alasannya yakni Allahlah yang telah memberinya makan dan minum”. Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang makan atau minum alasannya yakni lupa tidak membatalkan puasanya. Sehingga berdasarkan Hanafi, aturan yang dikehendaki oleh hadits inilah yang ditetapkan terhadap duduk kasus tersebut, bukan aturan yang dikehendaki oleh kaidah umum.


7.       
D. MAZHAB HANBALI
a.       BIOGRAFI IMAM HANBALI
Mazhab hanbali di berdiri oleh imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H dan meninggal di daerah yang sama tahun 241 H. Beliau yakni keturunan Arab orisinil dari garis ayah dan ibunya, bernasab kepada kabilah Syaiban. Imam Ahmad telah diperkenalkan dengan ilmu semenjak usia dini, apalagi keluarganya mempunyai kemampuan untuk itu.[7]
b.      Pendidikan Imam Ahmad
       Imam Ahmad sudah mulai  berguru Alquran semenjak masa kecil, berguru bahasa Arab dan Hadis, riwayat para sahabat dan tabi’in dan sudah terliahat tanda kecerdasan semenjak usianya masih kanak-kanak, selain itu juga tekun dalam belajar. Beliau berguru hadis dari para ulama yang ada di Baghdad, lalu merantau untuk mencari ilmu ke Basrah, Hijaz, Kufah, dan Yaman bahkan samapai merantau lima kali ke Basrah dan Hijaz. Di Mekkah ia bertemu dengan Imam Asy-Syafi’i dan selama rantauannya banyak mendapat ujian dan kesulitan.[8]
       Diantara perjalanannya yang paling sulit yakni perjalanan mencario hadis dan mendengar dari perawinya yang masih hidup, dan merasa tidak cukup hanya menukil dari buku untuk lalu disampaikan lagi, tetapi harus bertemu langsunh untuk memastikan periwayatan. Kecenderungan Imam Ahmad tehadap pelajaeran hadis dan periwayatannya telah memberi dampak besar baginya untuk memperdalam ilmu fiqh. Setiap hadis uang dirawayatkan dan fatwa dan keputusan hakim oleh sahabat atau tabi’in yang dikuasainya,semua bermetamorfosis menjadi sebuah pemahaman yang sangat dalam, memberi Imam Ahmad keahlian fiqh yang besar dan kemampuan menggali sehingga ia menjadi seorang mujtahid sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang mempunyai mazhab tersendiri.[9]
c.       Dasar Mazhab Hanbali
Imam Ahmad mendirikan mazhabnya diu atas lima dasar sebagai berikut.
a.       Nash Alquran dan Sunnah. Jika ia menemukan nash maka ia akan menggunakannya dalam berfatwa dan tidak melirik yang lain, tidak mendahulukan pendapat sahabat daripada hadis yang shahih, atau amalan penduduk Madinah atau yang lainnya.
b.      Fatwa sahabat yang tidak ada pernentangnya, dan tidak menamakannya sebagai ijma’, namun ia menamakannya alasannya yakni wara’ “saya tidak menemukan ada yang menentangnya.
c.       Jika para sahabat berbeda pendapat maka ia akan menentukan salah satunya bila sesuai dengan Alquran dan sunnah, dan tidak mencari pendapat orang lain.
d.      Menggunakan hadis mursal dan hadist dhaif  bila tidak ada dalil lain yang menguatkannya dan didahulukan daripada qiyas.
e.       Qiyas, bila tidak ada nash dari Alquran dan sunnah, atu pendapat sahabt atau hadis mursal atau hadis dhaif maka ia gres mengambil qiyas.[10]

d.      Guru Imam Hanbali
Gurunya yang pertama ialah Abiu Yusuf Yakub bin Ibrahim Al-Qadhi, seorang rekan Abu Hanifah. Beliau mempelajari daripadanya ilmu fiqh dan hadis, Abu Yasuf yakni seorang yang dianggap gurunya yang pertama.
Imam Ahmad mempunyai musnad yaitu Musnad Imam Ahmad ialah kumpulan beberapa hadis yang diriwayatkan  oleh Imam Ahmad.[11]
Mazhab Maliki
1.       Biografi Pendiri Mazhab Maliki
Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin ‘Amir Al-Ashbahi, lahir di Madinah pada tahun 93 H dari kedua orang renta keturunan arab. Ayahnya berasal dari kabilah Dzi Ashbah yang ada di Yaman, dan ibunya berjulukan Aliyah binti Syuraik dari kabilah Azdi.
2.       Karir Pendidikan Imam Malik
Beliau sudah hafal Alqur’an dalam usia yang sangat dini, berguru dari Rabi’ah Ar-Ra’yi saat ia masih sangat muda, berpindah dari satu ulama ke ulama yang lain untuk mencari ilmu hingga ia bertemu dan ber-mulazamah dengan Abdurrahman bin Hurmuz.
Imam Malik mengawali pelajarannya dengan menekuni ilmu riwayat hadis, mempelajari fatwa para sahabat dan dengan inilah ia membangun mazhabnya. Imam Malik tidak hanya berhenti sebatas itu, ia mengkaji ilmu yang ada hubungannya dengan ilmu syariat. Beliau mempunyai firasat yang tajam dalam menilai orang dan mengukur kekuatan ilmu fiqh mereka.
3.       Guru Imam Malik
Imam Malik mendapat ilmu fiqh dan sunnah dari para gurunya, diantaranya Abdurrahman bin Hurmuz, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhriy, Abu Az-Zannad, Abdullah bin Dzakwan (belajar hadis), Yahya bin Sa’id (belajar ilmu fiqh dan periwayatan), Rabi’ah bin Abdirrahman, darinya Imam Malik berguru fiqh budi yang sangat ternama sehingga ia dijuluki Rabi’ah Logika.
4.       Majelis Pengajaran Imam Malik
Beliau mempunyai dua majelis taklim, pertama majelis hadis dan kedua majelis fatwa. Beliau menciptakan jadwal khusus untuk fatwa dan hadis, selain ada yang tiba pribadi kepada ia dan sang imam lalu menuliskan jawabannya untuk siapa pun yang mau.
Imam Malik sangat janji menjaga kekhusyu’an majelis pengajiannya dan jauh dari gurauan kata. Dalam menunjukkan fatwa, Imam Malik hanya akan menjawab duduk kasus yang sudah terjadi dan tidak melayani duduk kasus yang belum terjadi, meskipun ada kemungkinan akan terjadi.
Imam Malik sangat berhati-hati dalam memberi fatwa, tidak mau menjawab pertanyaan yang ia tidak tahu. Jika ia tidak sanggup memastikan aturan suatu masalah, ia akan menyampaikan saya tidak tahu biar ia terlepas dari salah fatwa, tidak tergesa-gesa menjawab bila ditanya, dan berkata kepada si penanya, “pergilah nanti saya lihat dulu”.
Imam Malik tidak pernah menganggap remeh atau susah duduk kasus yang ditanyakan kepadanya, tetapi semua dianggap berat apalagi saat terkait halal dan haram.
5.       Murid Imam Malik
Imam Malik tinggal di kota Madinah dan tidak pernah berpindah, hingga saat Khalifah Harun Ar-Rasyid memintanya untuk pergi bersamanya ke Baghdad namun ia menolak dan lebih menentukan tinggal di bersahabat Nabi dari pada Baghdad dan yang lainnya.
Lamanya ia tinggal di Madinah dan ketokohannya dalam bidang fiqh telah memberi adil besar bagi tersebarnya mazhab ia dan banyaknya murid yang tiba untuk berguru dari segala penjuru negeri Islam, dari Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, dan Andalusia. Semuanya tiba untuk berguru kepadanya dan dari merekalah, mazhabnya lalu menyebar keseluruh negeri Islam. Di antara muridnya yakni Abdullah bin Wahab yang berguru kepadanya selama dua puluh tahun dan membuatkan mazhab Maliki di Mesir dan Maroko.
Di antara muridnya yakni Abdurrahman bin Al-Qasim Al-Mishriy, mempunyai peranan penting dalam menulis mazhab Imam Malik, berguru kepada Imam Malik selama hampir dua puluh tahun, meriwayatkan kitab Al-Muwaththa’ dan periwayatannya termasuk yang paling shahih dan wafat pada tahun 192 H.
Di antara murid ia yakni Asyhab bin Abdul ‘Aziz Al-Qaisi, acuan kaum muslimin di Mesir dalam bidang fiqh dan Turnisia yang wafat pada tahun 224 H. Selain itu ada juga Abu Al-Hasan Al-Qurthubiy, berguru dari kitab Al-Muwaththa’ secara pribadi kepada Imam Malik dan menyebarkannya di Andalusia. Selain murid-murid yang sudah disebutkan di atas sesungguhnya masih banyak lagi.
6.       Dasar Mazhab Imam Malik
Berdasarkan klarifikasi dan isyarat Imam Malik serta hasil istinbat para fuqaha’ mazhab dari banyak sekali duduk kasus furu’iyah yang dinukilkan dan juga pendapat yang ada dalam kitab Al-Muwaththa’ sanggup disimpulkan bahwa dasar mazhab  Imam Malik yakni Alqur’an, Sunnah, Amalan penduduk Madinah, Fatwa sahabat, Qiyas Al-Mashalih Al-Mursalah dan Istihsan, Sadd Adz-Dzara’i, dan Al-‘Urf (adat istiadat).

Muhammad Idris As-Syafi’i: (Imam Syafi’i) 767-820 M.

A. Biografi Singkat.
Imam Syafi’i dilahirkan di Gazah (150 H/ 767 M) dan wafat di Mesir (204 H/ 819 M). Ia mempelajari Alquran pada Islmail ibn Qastantin (qari’ di kota Mekah). Kemudian ia mempelajari hadits dari Imam Malik di Madinah. Sebelumnya ia pernah berguru hadits kepada Sufyan ibn Uyainah salah spesialis hadits di Mekah.
Tahun 195 H, Imam Syafi’i pergi ke Baghdad dan menetap di sana selama 2 tahun. Setelah itu kembali ke Mekah. Pada tahun 198 H ia kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana beberapa bulan, lalu pergi ke Mesir dan menetap di sana hingga wafatnya.
5. Pengalaman dan pengetahuan Imam Syafi’i perihal duduk kasus kemasyarakatan sangat luas. Ia menyaksikan pribadi kehidupan masyarakat desa dan menyaksikan juga kehidupan masyarakat yang sudah maju peradabannya pada tingkat awal di Irak dan Yaman. Juga menyaksikan kehidupan masyarakat yang sudah sangat kompleks peradabannya menyerupai yang ada di Irak dan Mesir. Pengetahuan Imam Syafi’i dalam bidang kehidupan ekonomi dan kemasyarakatan yang majemuk itu, menunjukkan bekal baginya dalam ijtihadnya pada masalah-masalah aturan yang beraneka ragam. Ia berguru aturan fiqih islam dari para mujtahid mazhab Hanafi dan Malik bin Anas. Karena itu pula ia mengenal baik keduua aliran aturan itu baik perihal sumber aturan atau metode yang mereka gunakan dan sanggup menyatukan kedua aliran itu serta merumuskan sumber-sumber aturan (fiqih) Islam (baru).
Dalam kepustakaan aturan islam ia disebut sebagai master architect (arsitek agung) sumber-sumber aturan (fiqih) islam alasannya yakni ia lah jago aturan islam pertama yang menyusun ilmu usl al-fiqh (usul fiqih) yakni ilmu perihal sumber-sumber aturan fiqih Islam dalam bukunya yang terkenal ar-Risalah Al-Qur’an, Sunah , Ijmak dan Qiyas. Syafi,I banyak menulis buku, diantaranya yang terkenal yakni al-Umm (Induk) dan Ar-Risalah tersebut di atas. Ia terkenal pula mempunyai dua pendapat mengenai duduk kasus yang sama atau hampir bersamaan yang di keluarkannya di dua daerah yang berbeda alasannya yakni perbedaan waktu, situasi dan kondisi. Pendapat yang dikemukakanya saat ia berada di Baghdad (Irak) terkenal dengan nama qaul qadim (pendapat lama), dan pendapat yang dikeluarkanya di Kairo (Mesir) di daerah ia meninggal dunia dikenal dengan pendapat gres (qaul jaddid). Disini kelihatan bahwa factor waktu dan daerah mensugesti pemikiran dan hasil pemikiran hukum, walaupun sumbernya yakni sama.
Mazhab Syafi’I kini diikuti di Mesir, Palestina, (juga hukumnya yakni di beberapa daerah di Syiria dan Libanon, Irak, dan India), Muangthai, Filipina, Malaysia dan Indonesia. Sumbernya yakni Alquran, Sunah, Ijmak, Qiyas dan Istishab, yaitu penerusan berlakunya ketentuan aturan yang telah ada, Karena tidak terlihat adanya dalil yang mengubah ketentuan aturan tersebut.

Guru imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-syafi’I mendapat ilmunya dari banyak guru yang tersebar diseluruh negeri islam dan para fiqaha’ yang tersebar dinegeri itu. Di mekkah ia berguru dari muslim bin Khalid Az-zanji, seorang mufti mekkah dan ia berguru degan nya dalam waktu yang usang sehingga imam asy-syafi’I sanggup menguasainya, bahkan muslim bin Khalid Az-zanji menunjukkan izin biar member fatwa. Imam Asy-Syafi’i juga berguru dari imam Maliki di madinah, mempelajari fiqih penduduk madinah dan tercatat sebagai murid imam malik. Imam Asy-syafi’I jiga berguru dengan Muhammad bin al-Hasan Asy-Syaibani, sahabat Imam Abu Hanifah, selain itu ia juga mengambil ilmu Sufyan bin Uyainah dan Abdurrahman bin Mahdi. Kesemuanya memuji Imam Asy-Syafi’I atas keluasan ilmuya.





[1] Mun’im. A.Sirri, Sejarah Fiqh Islam, Islamabad, Risalah Bush, 1996, hlm 76
[2] ..., hlm 76
[3] Mahjuddin, Ilmu Fiqih, (Jember: GBI Pasuruan, 1991), hlm. 111
[4] Rasyad  Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta, Hamzah 2015), hlm. 172
[5] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (jakarta, Hamzah, 2011), hlm.12.
[6] ..., hlm. 12
[7] Rasyad  Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta, Hamzah 2015), hlm. 193-194
[8] ..., 194
[9] ..., 195
[10] ..., 195-196

[11] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (jakarta, Hamzah, 2011) hlm. 195

Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Perkembangan Mazhab"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel