Download Makalah Kiprah Aturan Pidana (Sifat Melawan Hukum)
D. Pembahasan
1. Sifat Melawan Hukum
Serigkali dalam praktek sehari-hari ada yang sepintas kemudian sebagai perbuatan melawan aturan tetapi undang-undang memandangnya sebagai diperbolehkan oleh huku, jadi tidak berlaku pembelaan terpaksa untuk melawannya. Misalnya perbuatan alat Negara yang menangkap dan menahan orang yang diduga keras telah melaksanakan delik,. Disini terang kelihatan melanggar kebebasan bergerak orang. Tetapi unndang-undang memandangnya sebagai perbuatan yang tidak melawan huku, alasannya yakni perbuatan tersebut sesuai dengan undnag-undang yaitu pasal 21 KUHP.
Menurut Moelyanto sifat melawan aturan merupakan unsure mutlak tindak pidana, terlepas dar pandangan tersebut, sifat melawan aturan merupakan ciri khas perbuatan yang di ancam pidana,. Sifat melawan aturan merupakan evaluasi objektif terhadap perbuatan.
Biasanya oleh penulis barat dikatakan bahwa sifat penting dari tindak pidana (strafbaarfeit) yakni onrechtmatigheid atau sifat melawan aturan dari tindak pidana itu.[2] Onrechtmatigheid ini juga dinamakan wederrechtelijkheid yang berarti sama, tetapi dengan nama wederrechtelijkheid ini adakalanya unsure ini secara tegas disebutkan dalam perumusan ketentuan aturan pidana. Misalnya, dalam pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana wacana pencurian disebutkan bahwa pencurian ini mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk mempunyai barang tersebut secara wederrechtelijk atau secara melanggar hukum.[3]
Dalam dogmatis aturan pdana istilah sifat melawan aturan tidak selalu berati sama, ada dua makna yang berbeda-beda tetapi masing-masing dinamakan sama yaitu sifat melawan aturan sehingga perlu selalu ditanyakan dalam hubunganpa istilah itu digunakan untuk mengethaui artinya. Untuk itu perlu dibedakan:
a) Sifat Melawan Hukum Formal
sifat melawan aturan formal terjadi alasannya yakni memenuhi rumusan delik dari undang-undang. Sifat melawan aturan formal merupakan syarat untuk sanggup dipidananya perbuatan, bersumber atas asas legalitas.
Ketentuan bahwa yang terbukti memenuhi semua rumusan tertulis untuk sanggup dipidana, ternyata sifat melawan aturan formal. Dari sisni timbul dugaan bahwa syarat sifat melawan aturan umum juga telah dipenuhi (itu berarti bahwa sifat melawanhukum sebagai syarat tak tertulis untuk sanggup dipidana juga sanggup dipenuhi), tetapi itu tidak perlu demikian. Dapat saja terjadi perkecualian, dimana yang terbukti sesuai dengan suatu noma yang memperbolehan. Makara kalau terdapat alasan pembenar, yang berarti bahwa yang telah terbukti tidak sanggup dipidana, alasannya yakni tidak adanya sifat melawan aturan umum.[4]
Bagi mereka yang menganut pandangan sifat melawan aturan formal suaatu perbuatan itu bersifat melawan aturan apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dalam undang-undang sifat melawan aturan itu sanggup terhapus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Simon sebagai penganut faham ini mengggemukakan “untuk sanggup dipidananya suatu perbuatan harus diikuti rumusan delik yang tersebut dalam undang-undang“. Meskipun betul dalam undang-undang bersifat melawan hukum, akan tetapi pengecualian yang demikian itu hanya diterima apabila mempunyai dasar dalam aturan positif sendiri.
b) Sifat Melawan Humkum Materiil
Dari uraian di atas, ternyata penafsiran sifat melawan aturan formal medekati sifat melawan aturan mateiil. Tetapi apakah kedua pengertianitu menyatu?
Disini perlu dkemukakan bahwa pembentukan undang-undang dengan delik delik itu bermaksud sama sepert dengan delik-delik materiil, yaitu menghidarkan dilarangnya atau dibahayakannya kepentinga-kepentingan hukum. Dengan perkataan lain penghindaran sifat aturan materil. Tetapi itu tidak berarti bahwa pada waktu dipenuhinya rumusan delik tidak ada artinya apakah perbuatannya juga bersifat melawan aturan materiil (jadi: melanggar atau membahayakan suatu kepentingan aturan ) tidak perlu dibuktikan berdasarkan hukum.[5]
Mereka yang menganut faham sifat melawan aturan materil beropini suatu sifat perbuatan melawan aturan bukan hanya alasannya yakni bertentanga dengan undang-undang akan tetapi juga bertentangan dengan aturan tidak tertulis atau norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Hapusnya sifat melawan aturan berdasarkan paham ini. Disampaikan berdasarkan undang-undang juga berdasarkan aturan-aturan tidak tertulis.
Vort penganut sifat melawan aturan materil menggemukkan suatu perbuatan bersifat melawan aturan apabila perbuatan itu tidak dibenarkan oleh masyarakat.
Sifat melawan aturan materil sanggup berfungsi secara positif dan sanggup pula berfungsi secaranegative dalam fungsinya yang positif, sifat melawan aturan materil berarti norma-norma tidak tertulis sanggup digunakan untuk tetapkan suatu perbuatan sebagai tidan pidana. diIndonesia sifat melawan aturan materil dalam fungsinya yang positif tidak dianut, alasannya yakni hal itu bertentangan dengan asa legalitas, sebagai asas mendasar dalam aturan pidana. Dalam fungsinya yang negative, sifat melawan aturan materil berarti norma-norma diluar undang-undang sanggup digunakan untuk melawan sifat melawan aturan suatu perbuatan, yang memenuhi rumusan undang-undang.
Dalam insiden kongkrit hakim harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila ada problem mengenai aturan yang tidak tertulis yang bertentngan dengan aturan yang tertulis, maka perlu dipertimbangkan hingga dimanakah aturan tidak tertulis itu sanggup menghapuskan kekuatan berlakunya peraturan yang tertulis tersebut.
b. Sampai dimanakah keadilan dan keyakinan masyarakat dalam menyisihkan peraturan yan gtertulis, yang dibentuk dengan sah. Benarkah yang dipandang adil atau benar oleh masyarakat pada umumnya.
Keharusan hakim untuk mempertimbangkan hal-hal sebagaimana tersebut diatas sesuai dengan kewajibannya sebagaiaman dirumuskan dalam pasal 27 (1) undang-undang pokok kekuatan kehakiman sebagai berikut: “hakim sebagai penegak aturan dan kewajiban wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai aturan yang hidup dalam masyarakat”. Penjelasan pasal ini berbunyi sebagai berikut: “dalam masyarakat yang masih mengenal aturan tidak tertulis serta berada didalam masa perubahan dan peralihan. Hakim merupakan perumus dan menggali dari nilai-nilai aturan yang hidup dikalangan rakyat”. Untuk itu ia harus terjun ketengah-tengah masyarakat dengan demikian hakim sanggup menunjukkan putusan yang sesuai dengan aturan dan rasa keadilan masyarakat.
Dalam sifat melawan aturan yang materiil itu perlu dibedakan:[6]
a. Fungsi negative
Ajaran sifa melawan aturan yahng materiil dalam fungsinya yang negaatif mengakui kemungkianan adanya hal-hal yang ada diluar undang-undang melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang , jadi hal tersebut sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum.
Contah: masalah pencurian nasi bungkus seharga Rp. 1500,- oleh seorang ibu yang alasannya yakni keadaanterpaksa melaksanakan perbuatan tersebut dengan alasan ankanya sudah tidak makan dalam 3 hari dan ankanya itu sedang sakit. Perbuatan ibu tersebut secara formil memenuhi unsur pasa 362 kitab undang-undang hukum pidana (WvS) tantang pencurian, namun ibu tersebut dapa bibebaskan dari jeratan pasal tersebut alasannya yakni adanya alasan pembenaran dari huku yang tidak tertulis yang bersifat materiil. Karena dalam situasi dan kondisi tersebut, jikalau ibu tersebut tidak melaksanakan perbuatan melawan hukum, sanggup berakibat hilangnya nyawa anak dari ibu tersebut. Yang berhak menetukan alasann pembenaran diluar peraturan perundang-perundang yakni hakim, namun pegawanegeri penegak aturan lainnya juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan adanya fungsi negatif dari sifat melawan aturan materiil ini.
b. Fungsi positif
Pengertian sifat melawan aturan yang materiil dalam fungsinya yan g positif menganggap sesuatu delk, meskipun tidak faktual diancam dengan pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan aturan atau ukuran-ukuran lain yang ada diluar undang-undang. Makara disini diakui aturan yang tak tertulis sebagai sumber aturan yang positif.
Contoh: insiden moral carok di Madura, yang merupakan jalan terakhir penyelesaiannya konflik antar warga Madura dengan cara bertarung saling membunuh dengan memakai alat sabit, dianggap sebagai perbuatanyang masuk akal dilakukan untuk dilingkungan masyarakat Madura. Peristiwa ini niscaya akan membawa maut bagi salah satu pihak yang bersengketa, meski perbuatan membunuh dibenarkan oleh masyarakat setempat, namun orang uang melaksanakan pembunuhan tersebut tetap sanggup dijerat dengan pasal 338 kitab undang-undang hukum pidana (WvS). Dilain sisi, aturan carok yang berlaku di masyarakat tersebut hanya sanggup sebagai alasan pembenaran untuk mendapatkan keringanan.
2. Rumusan Unsur Sifat Melawan Hukum
Unsure sifat melawan aturan adakalanya dirumuskan secara tega dalam undang-undang, dan sebaliknya seringkali tidak dirumuskan secara tegas dalam undang-undang. Dirumuskan unsur sifat melawan aturan dengan tegas dalam undang-undang terkandung maksud semoga orang uang berhak atau yang berwenang melaksanakan perbuatan sebagaimana tercantum dalam pasal 167, 460 KUHP.
Dalam undang-undang unsur melawan aturan ini dirumuskan dengan baerbagai istilah yang paling sering digunakan ialah “melawan hukum” perhatikan pasal 167, 168, 335 (1), 552 dan 526. Pasal 167 (1) barang siapa yang memaksa masuk rumah ruangan atau pekarangan tertutpyang digunakan orang lain dengan melawan aturan atau berada disit atau melawan aturan dan atas undangan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera diancam denganpidana penara paling usang sembilan bulan atau denda paling banyak tiga raus ribu rupiah.
3. Pembuktian Unsur Sifat Melawan Hukum
Unsur sifat melawan aturan itu ada dalam rumusan delik:[7]
a.) Ada yang tercantum denga tegas, maka dalam hal ini adanya unsur tersebut harus dibuktikan.
b.) Ada pula yang tidak tercantum. Terhadap delik-delik semacam itu ada perbedaanpaham:
a. Jika unsur sifat melawan aturan dianggap mempunyai fungsi yang positif untuk sesuatu delik (artinya ada delik kalau perbuatan itu bersifat melawan hukum). Maka harus dibuktikan. Sifat melawan aturan disini sebagai unsur konstitutif.
b. Jika unsur sifat melawan aturan dianggap mempunyai fungsi yang negatif (artinya: tidak ada unsur sifat melawan aturan pada perbuatan merupakan pengecualian untuk adanya suatu delik), maka tidak perlu dibuktikan.
Yang menganggap sifat melawan aturan itu mempunyai fungsi yang positif (merupakan unsur konstitutif) Van Hamel dan Zevenvergen. Yang mengaggap sifat melawan aturan mempunyai fungsi yang negatif yakni simons. Pendapat simons, “ajaran sifat melawan aturan untuk aturan pidana pada umunya hanyalah mempunyai kekerabatan degna pertanyaan apakah ada pengecualian yang menybabkan hapusnya sifat melawan hukum”.
Prof. Muljatno yang meskipun menganggap unsur sifat melawan aturan yakni syarat mutlak yang tak sanggup ditinggalkan”, namun berpendirian, bahwa itu tidak berati bahwa dalam lapangan procesueel (acara investigasi perkara0 sifat itu harus dibebankan pembuktiannya kepada penuntut umum. Beliau setuju, jikalau tak disebut dalam rumusan delik, unsur dianggap dengan belakang layar ada, kecuali jikalau dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa, alasannya yakni pada umumnya dengan mencocoki rumusan undang-undang sifat melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata pula. Hazewinkel-Suringa memandang sifat melawan aturan hanya sebagai tanda ciri dari tindak pidana.
4. Yurisprudensi Mengenai Sifat Melawan Hukum
Hakim dalam menjalankan tugasnya berititik tolak pada kenyataan materiil dan formil, namun di dalam menjatuhkan hukuman dalam setiap kasus pidana harus terkandung unsur melawan hukum. Unsur melawan aturan dalam setiap kasus pidana merupakan hal hal yang sangat penting sebagai dasar analisis penerapan aturan apakah perbuatan aturan yang terjadi sesuai dengan unsur-unsur pasal yang didakwakan. Kemampuan penegak aturan ini akan menghipnotis kepercayaan masyarakat terhadap forum penegakan aturan di masyarakat.
Contoh: Yurisprudensi MA tgl 03-12-1974 No. 1043 K/Sip/1971 kekuatan bukti surat yang tanda tangannya diakui:
Dalam surat perjanjian sewa menyewa penggugat mengakui telah mendapatkan dari tergugat penyetoran sebanyak Rp. 1.625.000,- sebagai pembayaran kontrak sewa dari tanda tangan dalam perjanjian ini diakui sebagai tanda tangannya sendiri. Dengan adanya ratifikasi tersebut berdasarkan ps 1875 BW, surat perjanjian itu mempunyai kekuatan bukti yang tepat wacana isinya menyerupai akte otentik, sehingga kwitansi sebagai tanda penerimaan uan tersebut tidak dibutuhkan lagi.
Pasal 1875 KUHPerdata.
Suatu goresan pena di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara aturan dianggap telah dibenarkan olehnya, meninmbulkan bukti lengkap menyerupai suatu sertifikat otentik bagi orang-orang yang menadatanginya, jago warisnya serta orang-orang yang menerima hak dari mereka ketentuan pasal 1871 berlaku terhadap goresan pena itu.
5. Contoh Kasus Sifat Melawan Hukum Beserta Analisisnya
kasus pencurian nasi bungkus seharga Rp. 1500,- oleh seorang ibu yang alasannya yakni keadaanterpaksa melaksanakan perbuatan tersebut dengan alasan ankanya sudah tidak makan dalam 3 hari dan ankanya itu sedang sakit. Perbuatan ibu tersebut secara formil memenuhi unsur pasa 362 kitab undang-undang hukum pidana (WvS) tantang pencurian, namun ibu tersebut dapa bibebaskan dari jeratan pasal tersebut alasannya yakni adanya alasan pembenaran dari huku yang tidak tertulis yang bersifat materiil. Karena dalam situasi dan kondisi tersebut, jikalau ibu tersebut tidak melaksanakan perbuatan melawan hukum, sanggup berakibat hilangnya nyawa anak dari ibu tersebut. Yang berhak menetukan alasann pembenaran diluar peraturan perundang-perundang yakni hakim, namun pegawanegeri penegak aturan lainnya juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan adanya fungsi negatif dari sifat melawan aturan materiil ini.
Dalam masalah diatas sanggup kita ketahui bahwa kalau mengacu pada Undang-undang maka seorang ibu tersebut akan terkena pasal wacana pencurian menyerupai yang dijelaskan dalam Pasal 362 KUH Pidana yang berbunyi “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam alasannya yakni pencurian, dengan pidana penjara paling usang 5 tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Karena bagaimana pun ibu itu telah melaksanakan tidak pidana.
Namun dalam masalah ini ibu tersebut terbebas dari hukuman pidana alasannya yakni memandang dari aspek materil yang mengakibatkan alasan seorang ibu tersebut melaksanakan pencurian sebuah nasi bungkus seharga 1.500. seharusnya dalam kasusu ini ibu tersebut tidak harus pribadi dibebaskan dari hukuman, meskipun sudah terlepas dari pidana yang menjerat dengan alasan menyerupai diatas, seharusnya ada tindakan lain dari hakim yang menagani masalah tersebut yaitu dengan memakai sistem wajib lapor kepada pelaku pencurian atau mungkin melaksanakan eksekusi yang lebih singkat dari eksekusi sebenarnya. Karena jikalau pelaku pribadi dibebaskan dari eksekusi akan berdampak pada kasus-kasus yang lain yang juga akan memakai alasan yang hampir sama semoga bisa terlepas dari jeratan hukum.
Jika hanya melihat dari aspek materil yaitu alasannya yakni jikalau tidak mengambil kuliner tersebut maka anaknya akan meninggal, itu bisa saja hanya merupakan alasan dari pelaku, alasannya yakni dalam masalah diatas alasan itu tiba dari pelaku, bukan dari hasil penyidikan. Memang kita ketahui aspek materil juga sangat dibutuhkan oleh para hakim dan petugas aturan lainya dalam menaggani sebuah kasus, namun alasan-alasan atau klarifikasi untuk memperingan eksekusi atau bahkan menghilangkan eksekusi itu harus didapat dari hasil penyelidikan dilapangan secara langsung, bukan hanya mendengarkan dari balasan pelaku pencurian.
Memang dalam menuntaskan sebuah hakim tidak hanya melihat dari bukti-bukti yang ada tapi juga juga harus melihat aspek social, namun dalam masalah ini kasus social tidak harus menjadia pola penuh, alasannya yakni disisi lain ibu tersebut bisa melaksanakan hal lain menyerupai meminjam pada tetangga ataupun mencari pekerjaan kecil yang bisa dilakukan untuk membeli sebungkus makanan.
E. Kesimpulan
Sifat melawan aturan merupakan unsure mutlak tindak pidana, terlepas dari pandangan tersebut, sifat melawan aturan merupakan ciri khas perbuatan yang di ancam pidana,. Sifat melawan aturan merupakan evaluasi objektif terhadap perbuatan. Sifat penting dari tindak pidana (strafbaarfeit) yakni onrechtmatigheid atau sifat melawan aturan dari tindak pidana itu.
Dalam dogmatis aturan pdana istilah sifat melawan aturan tidak selalu berati sama, ada dua makna yang berbeda-beda tetapi masing-masing dinamakan sama yaitu sifat melawan aturan sehingga perlu selalu ditanyakan dalam hubunganpa istilah itu digunakan untuk mengethaui artinya. Untuk itu perlu dibedakan antara sifat melawan aturan formal dan sifat melawan aturan materiil.
Hakim dalam menjalankan tugasnya berititik tolak pada kenyataan materiil dan formil, namun di dalam menjatuhkan hukuman dalam setiap kasus pidana harus terkandung unsur melawan hukum. Unsur melawan aturan dalam setiap kasus pidana merupakan hal hal yang sangat penting sebagai dasar analisis penerapan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Erdianto, Effendi. Hukum Pidana Indonesia-Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama,
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT Rafika Aditama, 2008.
Schaffmeister, dkk.“Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty, 1995.
Poernomo, Bambang. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Galia Indonesia, 1994.
Pahlawan.wordpress.com/2013/11/06/sifat-melawan-hukum.
[1] Effendi, Erdianto SH., M.Hum., “Hukum Pidana Indonesia-Suatu Pengantar” (Bandung: PT Refika Aditama) ,117.
[2] Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2008), 64.
[3] Ibid.
[4] Prof. Dr..D. Schaffmeister, dkk., “Hukum Pidana”, (Yogyakarta: Liberty, 1995), 40.
[5] Ibid., 40.
[6] http://zalz10pahlawan.worpress.com/2013/11/06/sifat-melawan-hhukum/
[7] http://pembuktianunsurmelawanhukum-contohdantujuan.htm
Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Kiprah Aturan Pidana (Sifat Melawan Hukum)"
Posting Komentar